Jakarta: Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Mayor Jenderal (Mayjen) Terawan Agus Putranto diberikan kesempatan membela diri atas kasus etik yang menjeratnya. Vonis pemecatan sementara dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) masih belum dieksekusi.
"MKEK IDI itu bukan memecat. Baru menyampaikan keputusan yang diambil dalam sidang kemahkamahan MKEK," kata Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Nazar kepada Metro TV, Selasa, 3 April 2018.
Menurut dia, eksekusi akan dilakukan secara internal oleh Pengurus Besar IDI. BHP2A pun, kata dia, sudah ikut membela Terawan dalam sidang di MKEK.
Sementara itu, Nazar enggan berbicara banyak soal surat MKEK soal pemecatan Terawan yang beredar di media sosial. "Yang beredar itu bisa terjadi macam-macam."
Sikap sama juga dia tunjukkan ketika ditanya soal pelanggaran etik Terawan. Nazar hanya mengajak publik melihat metode cuci otak Terawan secara holistik.
"Yang jelas testimoni mengatakan ada manfaat. Nah, kemudian yang tidak ada manfaatnya mungkin juga ada. Prinsipnya, IDI atau semua stakeholders keselamatan pasien tentu akan berikan lisensi setelah metode itu melalui proses seharusnya yang bisa diaplikasikan," jelas dia.
Baca: Dokter Terawan Didepak dari IDI
Kabar pemecatan Terawan dari IDI tersiar melalui media sosial. Dalam surat yang beredar, Terawan mendapatkan sanksi pemecatan sementara selama 12 bulan.
"(Pemecatan) dimulai tanggal 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Ferbuari 2019 dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendari izin praktiknya," tulis Ketua MKEK IDI Prijo Sidipratomo dalam surat tertanggal 23 Maret 2018.
Prijo meminta jajaran IDI di wilayah hingga Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) menindaklanjuti putusan ini. Namun, tak ada penjelaskan banyak soal kasus etik yang menjerat Terawan.
Jakarta: Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Mayor Jenderal (Mayjen) Terawan Agus Putranto diberikan kesempatan membela diri atas kasus etik yang menjeratnya. Vonis pemecatan sementara dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) masih belum dieksekusi.
"MKEK IDI itu bukan memecat. Baru menyampaikan keputusan yang diambil dalam sidang kemahkamahan MKEK," kata Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Nazar kepada
Metro TV, Selasa, 3 April 2018.
Menurut dia, eksekusi akan dilakukan secara internal oleh Pengurus Besar IDI. BHP2A pun, kata dia, sudah ikut membela Terawan dalam sidang di MKEK.
Sementara itu, Nazar enggan berbicara banyak soal surat MKEK soal pemecatan Terawan yang beredar di media sosial. "Yang beredar itu bisa terjadi macam-macam."
Sikap sama juga dia tunjukkan ketika ditanya soal pelanggaran etik Terawan. Nazar hanya mengajak publik melihat metode cuci otak Terawan secara holistik.
"Yang jelas testimoni mengatakan ada manfaat. Nah, kemudian yang tidak ada manfaatnya mungkin juga ada. Prinsipnya, IDI atau semua
stakeholders keselamatan pasien tentu akan berikan lisensi setelah metode itu melalui proses seharusnya yang bisa diaplikasikan," jelas dia.
Baca: Dokter Terawan Didepak dari IDI
Kabar pemecatan Terawan dari IDI tersiar melalui media sosial. Dalam surat yang beredar, Terawan mendapatkan sanksi pemecatan sementara selama 12 bulan.
"(Pemecatan) dimulai tanggal 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Ferbuari 2019 dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendari izin praktiknya," tulis Ketua MKEK IDI Prijo Sidipratomo dalam surat tertanggal 23 Maret 2018.
Prijo meminta jajaran IDI di wilayah hingga Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia (PDSRI) menindaklanjuti putusan ini. Namun, tak ada penjelaskan banyak soal kasus etik yang menjerat Terawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)