Jakarta: Berbagai kendala dan penolakan warga untuk menerima suntikan vaksin kian terjadi. Keberadaan berbagai mitos terkait vaksin disebut mengakibatkan warga enggan untuk disuntik.
Pakar Imunisasi Elizabeth Jane Soepardi menjelaskan, perbedaan produktivitas vaksin dari sebelum dan saat pandemi tidak memengaruhi efektivitas vaksin. Ia menambahkan semua tahap produksi vaksin tetap dilaksanakan dengan tepat.
"Percepatan tahapnya ada yang bisa dimulai bersamaan. Misalnya tahap 1 lalu sudah mulai terlihat tanda bahwa efektif, tahap 2 boleh dimulai," kata Jane dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia Metro TV pada Jumat, 23 Juli 2021.
Jane menegaskan, jika terjadi kegagalan pada tahap pertama, seluruh tahap harus dibubarkan dan akan dimulai kembali. Ia menambahkan warga yang masih positif setelah divaksin tidak sama sekali dipengaruhi oleh vaksin yang telah disuntikkan.
"Kalau di PCR positif sudah jelas bukan dari vaksin, tapi memang karena ada virus. Di dalam vaksin sama sekali tidak ada virus hidup," ujar Jane.
Jane menegaskan tidak ada satu pun negara yang melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menyuntikkan vaksin kepada warganya. Ia menyebutkan terdapat kemungkinan seseorang telah terpapar virus sebelum melakukan vaksinasi.
"Indonesia varian deltanya 91 persen dan ini lebih ganas daripada varian lain. Sudah terbukti bahwa semua vaksin efektivitasnya memang turun terhadap varian delta," jelas Jane.
Jane menyatakan semua jenis atau produksi vaksin di dunia dirancang mengacu pada virus non varian atau virus asli dari Wuhan, China. Namun, saat ini, disebutkan semua hantaman virus penyakit menular ini sudah memiliki varian.
Pakar imunisasi ini pun mengingatkan kebijakan pemerintah terkait perbedaan atau lamanya jangka waktu tahap vaksinasi pertama dan kedua telah dipertimbangkan dengan baik, “Kalau kita maju 1 bulan, anti body tetap terbentuk tapi tidak sebagus ketika mundur ke 3 bulan,” terangnya. (Nadia Ayu)
Jakarta: Berbagai kendala dan penolakan warga untuk menerima suntikan vaksin kian terjadi. Keberadaan berbagai mitos terkait vaksin disebut mengakibatkan warga enggan untuk disuntik.
Pakar Imunisasi Elizabeth Jane Soepardi menjelaskan, perbedaan produktivitas vaksin dari sebelum dan saat pandemi tidak memengaruhi efektivitas vaksin. Ia menambahkan semua tahap produksi vaksin tetap dilaksanakan dengan tepat.
"Percepatan tahapnya ada yang bisa dimulai bersamaan. Misalnya tahap 1 lalu sudah mulai terlihat tanda bahwa efektif, tahap 2 boleh dimulai," kata Jane dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia Metro TV pada Jumat, 23 Juli 2021.
Jane menegaskan, jika terjadi kegagalan pada tahap pertama, seluruh tahap harus dibubarkan dan akan dimulai kembali. Ia menambahkan warga yang masih positif setelah divaksin tidak sama sekali dipengaruhi oleh vaksin yang telah disuntikkan.
"Kalau di PCR positif sudah jelas bukan dari vaksin, tapi memang karena ada virus. Di dalam vaksin sama sekali tidak ada virus hidup," ujar Jane.
Jane menegaskan tidak ada satu pun negara yang melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menyuntikkan vaksin kepada warganya. Ia menyebutkan terdapat kemungkinan seseorang telah terpapar virus sebelum melakukan vaksinasi.
"Indonesia varian deltanya 91 persen dan ini lebih ganas daripada varian lain. Sudah terbukti bahwa semua vaksin efektivitasnya memang turun terhadap varian delta," jelas Jane.
Jane menyatakan semua jenis atau produksi vaksin di dunia dirancang mengacu pada virus non varian atau virus asli dari Wuhan, China. Namun, saat ini, disebutkan semua hantaman virus penyakit menular ini sudah memiliki varian.
Pakar imunisasi ini pun mengingatkan kebijakan pemerintah terkait perbedaan atau lamanya jangka waktu tahap vaksinasi pertama dan kedua telah dipertimbangkan dengan baik, “Kalau kita maju 1 bulan, anti body tetap terbentuk tapi tidak sebagus ketika mundur ke 3 bulan,” terangnya. (
Nadia Ayu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)