Jakarta: Sejumlah masyarakat dari berbagai lapisan memberi rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo. Rekomendasi tersebut berkaitan dengan upaya mencegah gerakan radikal dan intoleransi di Indonesia.
"Ini kegiatan positif dalam rangka membuat masukan dan strategi deradikalisasi. Hal ini tercermin melalui rumusan-rumusan yang akan disampaikan ke presiden," kata Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) Eko Sulistyo saat berbincang dengan Medcom.id pascadiskusi di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 1 Agustus 2019.
Eko menyebut rumusan upaya deradikalisasi terbagi atas tiga bagian yaitu langkah politik dan ideologi, keekonomian, dan kebudayaan. Radikalisme, kata Eko, tidak bisa dilihat hanya dari sudut pandang.
Dari upaya politik dan ideologi, pemerintah bakal terus bekerjasama dengan negara lain untuk menanggulangi radikalisme. Apalagi, hal tersebut tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk ikut menjaga perdamaian dunia.
Eko mencontohkan ketika terjadi konflik seperti di Timur Tengah, hal tersebut berpotensi ditunggangi kelompok tertentu. Mereka akan memanfaatkan konflik itu untuk membangkitkan radikalisme.
Upaya tersebut, lanjut Eko, telah dan akan terus dilakukan pemerintah. Buktinya, pemerintah Indonesia aktif mengupayakan penyelesaian kasus Rohingya di Myanmar dan aksi terorisme di Filipina Selatan.
"Kita aktif membantu upaya penyelesaian konflik yang bisa merembet ke radikalisme," imbuh Eko.
Sedangkan dari upaya ekonomi, pemerintah akan terus berusaha mengecilkan kesenjangan ekonomi di masyarakat. Pasalnya, ujar Eko, benih radikalisme kerap muncul menggunakan narasi situasi dan kondisi kemiskinan.
Sementara itu dari sektor upaya kebudayaan, Eko menyebut generasi saat ini cenderung melupakan kebudayaan lokal. Padahal, kata dia, kebudayaan lokal kerap mengajarkan kita menghargai perbedaan.
Eko mencontohkan falsafah Jawa yang kerap diucapkan Presiden Jokowi. Misalnya lamun sira pinter ojo minteri, yaitu meskipun kamu pintar, jangan sok pintar.
"Menurut saya ini penting supaya isu-isu dari luar masyarakat bisa ditangkal melalui kearifan lokal," pungkas Eko.
Jakarta: Sejumlah masyarakat dari berbagai lapisan memberi rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo. Rekomendasi tersebut berkaitan dengan upaya mencegah gerakan radikal dan intoleransi di Indonesia.
"Ini kegiatan positif dalam rangka membuat masukan dan strategi deradikalisasi. Hal ini tercermin melalui rumusan-rumusan yang akan disampaikan ke presiden," kata Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP) Eko Sulistyo saat berbincang dengan Medcom.id pascadiskusi di Hotel Gran Melia, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 1 Agustus 2019.
Eko menyebut rumusan upaya deradikalisasi terbagi atas tiga bagian yaitu langkah politik dan ideologi, keekonomian, dan kebudayaan. Radikalisme, kata Eko, tidak bisa dilihat hanya dari sudut pandang.
Dari upaya politik dan ideologi, pemerintah bakal terus bekerjasama dengan negara lain untuk menanggulangi radikalisme. Apalagi, hal tersebut tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk ikut menjaga perdamaian dunia.
Eko mencontohkan ketika terjadi konflik seperti di Timur Tengah, hal tersebut berpotensi ditunggangi kelompok tertentu. Mereka akan memanfaatkan konflik itu untuk membangkitkan radikalisme.
Upaya tersebut, lanjut Eko, telah dan akan terus dilakukan pemerintah. Buktinya, pemerintah Indonesia aktif mengupayakan penyelesaian kasus Rohingya di Myanmar dan aksi terorisme di Filipina Selatan.
"Kita aktif membantu upaya penyelesaian konflik yang bisa merembet ke radikalisme," imbuh Eko.
Sedangkan dari upaya ekonomi, pemerintah akan terus berusaha mengecilkan kesenjangan ekonomi di masyarakat. Pasalnya, ujar Eko, benih radikalisme kerap muncul menggunakan narasi situasi dan kondisi kemiskinan.
Sementara itu dari sektor upaya kebudayaan, Eko menyebut generasi saat ini cenderung melupakan kebudayaan lokal. Padahal, kata dia, kebudayaan lokal kerap mengajarkan kita menghargai perbedaan.
Eko mencontohkan falsafah Jawa yang kerap diucapkan Presiden Jokowi. Misalnya
lamun sira pinter ojo minteri, yaitu meskipun kamu pintar, jangan sok pintar.
"Menurut saya ini penting supaya isu-isu dari luar masyarakat bisa ditangkal melalui kearifan lokal," pungkas Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(EKO)