Jakarta: Greenomic Indonesia menilai Greenpeace perlu mempelajari data dan fakta legal terkait perubahan fungsi area konservasi dan hutan lindung menjadi area perizinan, terutama yang terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Greenomic Indonesia, Vanda Mutia Dewi meespon peryataan Greenpeace yang menyebutkan tentang ada atau tidak ada moratorium, area hutan konservasi dan hutan lindung terlindungi undang-undang
“Perubahan sebagian areal Taman Nasional Sebangau menjadi areal perizinan (2011) melalui proses perubahan kawasan hutan, juga menjadi salah satu contoh bahwa areal konservasi tetap terbuka menjadi areal perizinan melalui proses legal,” kata Vanda dalam keterangan resmi, Jum'at, 9 Agustus 2019.
Vanda mengatakan sejumlah blok hutan lindung dikeluarkan dari area moratorium pada 2011 oleh pemerintahan sebelumnya dan diubah menjadi areal perizinan. Dia bilang Greenpeace tentu perlu memahami bahwa pada saat berlangsungnya periode moratorium pun, area hutan lindung tetap terbuka untuk diubah menjadi areal perizinan.
Menurut Vanda, data dan fakta legal tersebut menunjukkan area konservasi dan hutan lindung tetap merupakan bagian dari area yang terbuka untuk dilepas menjadi area perizinan, terutama melalui proses perubahan kawasan hutan dan rencana tata ruang provinsi dan kabupaten atau kota. Fakta dan data legal ini yang menurut dia perlu dipelajari secara komprehensif oleh Greenpeace.
“Greenomics tentunya bersedia menunjukkan contoh-contoh lainnya yang berbasis data dan fakta legal yang menunjukkan telah terjadinya perubahan area konservasi dan hutan lindung, di antaranya menjadi area perizinan, terutama yang terjadi di era pemerintahan sebelumnya,” papar Vanda.
Oleh karenanya Vanda menilai pernyataaan Greenpeace sebelumnya tidak berbasis data dan fakta legal. Ia bilang dengan memasukkan area konservasi dan hutan lindung ke dalam Inpres permanen moratorium hutan primer dan lahan gambut yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo diharapkan tidak terjadi lagi perubahan area konservasi dan hutan lindung menjadi area perizinan sawit, kehutanan, dan pertambangan, terutama seperti yang terjadi di era sebelumnya.
Jakarta: Greenomic Indonesia menilai Greenpeace perlu mempelajari data dan fakta legal terkait perubahan fungsi area konservasi dan hutan lindung menjadi area perizinan, terutama yang terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Greenomic Indonesia, Vanda Mutia Dewi meespon peryataan Greenpeace yang menyebutkan tentang ada atau tidak ada moratorium, area hutan konservasi dan hutan lindung terlindungi undang-undang
“Perubahan sebagian areal Taman Nasional Sebangau menjadi areal perizinan (2011) melalui proses perubahan kawasan hutan, juga menjadi salah satu contoh bahwa areal konservasi tetap terbuka menjadi areal perizinan melalui proses legal,” kata Vanda dalam keterangan resmi, Jum'at, 9 Agustus 2019.
Vanda mengatakan sejumlah blok hutan lindung dikeluarkan dari area moratorium pada 2011 oleh pemerintahan sebelumnya dan diubah menjadi areal perizinan. Dia bilang Greenpeace tentu perlu memahami bahwa pada saat berlangsungnya periode moratorium pun, area hutan lindung tetap terbuka untuk diubah menjadi areal perizinan.
Menurut Vanda, data dan fakta legal tersebut menunjukkan area konservasi dan hutan lindung tetap merupakan bagian dari area yang terbuka untuk dilepas menjadi area perizinan, terutama melalui proses perubahan kawasan hutan dan rencana tata ruang provinsi dan kabupaten atau kota. Fakta dan data legal ini yang menurut dia perlu dipelajari secara komprehensif oleh Greenpeace.
“Greenomics tentunya bersedia menunjukkan contoh-contoh lainnya yang berbasis data dan fakta legal yang menunjukkan telah terjadinya perubahan area konservasi dan hutan lindung, di antaranya menjadi area perizinan, terutama yang terjadi di era pemerintahan sebelumnya,” papar Vanda.
Oleh karenanya Vanda menilai pernyataaan Greenpeace sebelumnya tidak berbasis data dan fakta legal. Ia bilang dengan memasukkan area konservasi dan hutan lindung ke dalam Inpres permanen moratorium hutan primer dan lahan gambut yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo diharapkan tidak terjadi lagi perubahan area konservasi dan hutan lindung menjadi area perizinan sawit, kehutanan, dan pertambangan, terutama seperti yang terjadi di era sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SCI)