medcom.id, Jakarta: Jika meminum kopi melambangkan sebabak keakraban, teh, kurang lebih sama.
Diboyong Marcopolo dari dataran Asia, minuman harum itu, lantas menjadi jamuan masyhur di Eropa, bahkan di dunia.
Pada 1600-an, seorang ratu negeri Portugal bernama Catherine de Bragance, mematenkan teh sebagai suguhan khusus untuk tamu istana. Tradisi yang tampaknya langgeng, hingga di alam modern sekarang ini.
Menyambut kedatangan Gubernur Anies Rasyid Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno di Istana Merdeka, kemarin, Presiden Joko Widodo pun menghidangkan masing-masing dari keduanya; secangkir teh. Meski tanpa camilan, terlebih makan siang.
Suasana yang sudah barang tentu dinanti sebagian besar warga Ibu Kota. Kehangatan yang hadir, berpeluang membatalkan segala desas-desus yang selama ini marak beredar.
Lihat saja, Presiden dan Gubernur, begitu akur.
Sejak Pilkada DKI Jakarta hingga hari pelantikan, Presiden tetap menunjukkan sikap netral. Sementara Gubernur terpilih, mencoba menampilkan karakter profesional. Ia, tak sungkan meminta saran kepada yang berpengalaman, memimpin dan membenahi Ibu Kota dari segenap persoalan yang menantang.
Memaknai simbol
Ada enam topik yang muncul dalam obrolan Anies, Sandi, dan Jokowi. Yakni, ihwal persiapan Asian Games, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), trotoar, penanggulangan banjir, serta penataan kampung kumuh. Sesi bagi pengalaman Presiden Jokowi, didengar khusyuk Anies dan Sandi.
Yang menarik, penampilan ketiganya tampak begitu rapi mengenakan batik. Presiden, memakai motif Kapal Jung, Anies; corak Parang, sementara Sandi lebih memilih batik kontemporer.
Pemerhati batik, Shuniya Ruhama menilai, entah kebetulan atau tidak, nuansa serba batik itu menghadirkan pemaknaan tersendiri. Sosok yang fasih dan hafal 700 motif batik Nusantara itu mengatakan, Kapal Jung yang dipakai Presiden Jokowi melambangkan kedigdayaan leluhur Indonesia di masa lampau.
Shuniya, tak sepakat, jika di kebanyakan pemberitaan bilang; motif yang dikenakan Jokowi adalah corak Gunungan. "Kapal Jung itu batik langka. Sekarang jarang pembatik yang bisa dan mau menggarap itu. Karena tingkat kesulitannya cukup lumayan," ujar dia kepada Metrotvnews.com, Kamis, 26 Oktober 2017.
Kehadiran motif Kapal Jung dilatarbelakangi banyak kisah dan pendapat. Ada yang bilang, kata Shuniya, corak itu terinspirasi dari kemegahan armada laut dua kerajaan agung yang pernah ada di Tanah Air, yakni Singosari dan Majapahit.
Jika sengaja, dengan mengenakan itu berarti Jokowi sedang memerankan dirinya sendiri. Menyampaikan pesan tentang kekuatan seorang pemegang kebijakan.
"Itu simbol kekuatan," kata pemilik galeri Batik Shuniya itu.
Lain lagi pemaknaan corak Parang. Motif yang dipakai Anies tak kalah tua dibanding desain batik kebanyakan.
Maknanya, simbol perjuangan yang tak pupus.
"Tapi, orang tempo dulu juga mempercayai bahwa motif Parang Segera Pak Anies bermakna suasana hati pemakainya yang tengah berbunga-bunga," ujar Shuniya.
Jika digabungkan, pertemuan dua corak itu melambangkan komunikasi yang cukup baik. Kegembiraan dan perjuangan yang baru dimulai, menganggap perlu menemui sosok pimpinan yang lebih tinggi demi kebaikan masa depan. "Tentu, Jakarta," ujar dia.
Penampilan dua corak batik ini memang mencuri banyak perhatian. Terutama di media sosial.
Peneliti dari Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, misalnya, mendapatkan 450 lebih retweet, serta nyaris mendapat 100 komentar dalam satu kali unggah status yang khusus menyoroti corak batik yang dipakai.
<blockquote class="twitter-tweet" data-lang="en"><p lang="in" dir="ltr">Tiga tahun tinggal di Solo. Tak kaget dgn simbol yg dihadirkan melalui motif batik parang barong yg dipakai Anies dan motif gunungan Jokowi???? <a href="https://t.co/DGLmG1caRb">pic.twitter.com/DGLmG1caRb</a></p>— Burhanuddin Muhtadi (@BurhanMuhtadi) <a href="https://twitter.com/BurhanMuhtadi/status/923169249798922240?ref_src=twsrc%5Etfw">October 25, 2017</a></blockquote>
<script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
Dalam unggahan itu, Burhanuddin seakan yakin, pemilihan motif bukan sembarang, dan memang ada pesan yang ingin disampaikan.
Pertanyaannya, seberapa penting sebuah simbol dalam komunikasi politik?
Fauzi Fashri, dalam Penyingkapan Kuasa Simbol, Apresiasi Reflektif Pemikiran Pierre Bourdieu (2008) menjelaskan, simbol, justru melekat erat pada politik itu sendiri. Bahkan, manusia siapapun, tak bisa dilepaskan darinya.
"Betapa sepinya jika manusia hidup tanpa simbol. Simbol itu perlambang, sebagai salah satu alat komunikasi," tulis dia.
Sosiolog Amerika, Mayer N Zaid dalam Political and Symbol (1979) mengatakan, penggunaan simbol dalam politik bisa dijelaskan sebagai bagian dari sejarah gagasan, keterkaitan sistem budaya dan sosial, atau perubahan tingkat sosial-psikologis.
"Simbol politik sebagai bagian dari filosofi, sekaligus ideologi yang memandu penataan awal dari operasi sistem politik," tulis Zaid.
Dari situ, klop lah sudah komunikasi lisan maupun politik batik antara Anies dan Jokowi. Jika kehadiran pemimpin baru Jakarta ingin menimba saran, selanjutnya tinggal dipertimbangkan dan lekas dikerjakan.
Baca: Anies-Sandi Dijamu Tahu Tempe di Istana Wapres
Kerja...kerja!
Sepekan lebih sejak dilantik, Anies-Sandi, rupanya lebih merasa perlu sowan kesana kemari.
Setidaknya, sudah ada beberapa pesohor yang dalam seminggu ini dikunjungi Gubernur DKI. Dari mulai Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Presiden ke-3 RI BJ. Habibie, Presiden Jokowi, serta Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Mantan Presiden BJ Habibie bersama Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berbincang di Patra Kuningan, Jakarta, Rabu (25/10)/ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Meskipun dalam pertemuan bersama Jokowi, Anies mengaku sudah blusukan ke sejumlah proyek infrastruktur dan kantor pelayanan di Ibu Kota. Namun, aksi sambang-menyambang ini terbilang baru dan tak begitu mencolok dilakukan para Gubernur sebelumnya.
Jokowi sendiri, ketika baru beberapa hari menjabat Gubernur DKI secara resmi pada 2012, masyarakat langsung dihebohkan dengan aksi nyelenehnya masuk ke gorong-gorong di Bundaran HI. Pun Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, di masanya, aksi saling kunjung usai pelantikan tak begitu banyak menggaung.
Tafsir positifnya, Anies-Sandi barangkali sedang bersikap sehati-hati mungkin menjawab segala kebutuhan dan tantangan masyarakat Jakarta. Menyerap banyak saran dan wejangan, dinilainya amat perlu. Belum lagi, jika kegiatan itu dilakukan dalam rangka mengikhtiari rekonsiliasi.
Namun bagi yang terbiasa dengan tradisi kerja gesit Gubernur DKI Jakarta, langkah pasti dari Anies-Sandi memang lebih dinanti.
Ada seabrek pekerjaan rumah (PR) dan janji yang harus segera dipenuhi. Terobosan-terobosan yang pernah ada dan dilontarkan pada masa kampanye, tentu sudah membuat banyak warga penasaran.
Terobosan yang dimaksud, tidak sedikit. Sebagaimana yang dilaporkan Tim Sinkronisasi, dari 23 janji yang pernah disampaikan saat kampanye, kini dipecah menjadi 167 program dan 527 kegiatan.
Oleh Tim Sinkronisasi pula, Anies-Sandi pernah direncanakan akan fokus pemenuhan janji di tiga bidang sebagai bagian dari target 100 Hari Kerja, yakni bidang ekonomi, pendidikan, dan transportasi.
Di bidang ekonomi, Anies-Sandi akan menciptakan lapangan kerja dan wirausaha baru dan menciptakan biaya hidup terjangkau melalui bahan pangan, hunian, dan transportasi.
Di bidang pendidikan, Anies-Sandi mulai mengeksekusi Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus. Sedangkan di bidang transportasi, berjanji akan segera mendorong warga menengah ke atas menggunakan transportasi umum.
Kelompok ketiga, fokus pada penyediaan sarana dan prasarana dalam menata dan membangun Jakarta. Anies-Sandi diramal bakal serius mengecek regulasi dan menciptakan suasana kerja yang kondusif serta produktif.
Belum lagi, jika batik motif Parang yang dikenakan Anies berasal dari Solo, sebenarnya tak kalah bagus corak batik milik Betawi sendiri. Salah satunya, motif Ciliwung, diambil dari nama sungai yang menjadi pusat perhatian dan kerap mendebarkan warga Jakarta, di musim penghujan seperti sekarang.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GbmJwQek" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Jika meminum kopi melambangkan sebabak keakraban, teh, kurang lebih sama.
Diboyong Marcopolo dari dataran Asia, minuman harum itu, lantas menjadi jamuan masyhur di Eropa, bahkan di dunia.
Pada 1600-an, seorang ratu negeri Portugal bernama Catherine de Bragance, mematenkan teh sebagai suguhan khusus untuk tamu istana. Tradisi yang tampaknya langgeng, hingga di alam modern sekarang ini.
Menyambut kedatangan Gubernur Anies Rasyid Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno di Istana Merdeka, kemarin,
Presiden Joko Widodo pun menghidangkan masing-masing dari keduanya; secangkir teh. Meski tanpa camilan, terlebih makan siang.
Suasana yang sudah barang tentu dinanti sebagian besar warga Ibu Kota. Kehangatan yang hadir, berpeluang membatalkan segala desas-desus yang selama ini marak beredar.
Lihat saja, Presiden dan Gubernur, begitu akur.
Sejak Pilkada DKI Jakarta hingga hari pelantikan, Presiden tetap menunjukkan sikap netral. Sementara Gubernur terpilih, mencoba menampilkan karakter profesional. Ia, tak sungkan meminta saran kepada yang berpengalaman, memimpin dan membenahi Ibu Kota dari segenap persoalan yang menantang.
Memaknai simbol
Ada enam topik yang muncul dalam obrolan Anies, Sandi, dan Jokowi. Yakni, ihwal persiapan Asian Games,
Mass Rapid Transit (MRT),
Light Rail Transit (LRT), trotoar, penanggulangan banjir, serta penataan kampung kumuh. Sesi bagi pengalaman Presiden Jokowi, didengar khusyuk Anies dan Sandi.
Yang menarik, penampilan ketiganya tampak begitu rapi mengenakan batik. Presiden, memakai motif
Kapal Jung, Anies; corak
Parang, sementara Sandi lebih memilih batik kontemporer.
Pemerhati batik, Shuniya Ruhama menilai, entah kebetulan atau tidak, nuansa serba batik itu menghadirkan pemaknaan tersendiri. Sosok yang fasih dan hafal 700 motif batik Nusantara itu mengatakan,
Kapal Jung yang dipakai Presiden Jokowi melambangkan kedigdayaan leluhur Indonesia di masa lampau.
Shuniya, tak sepakat, jika di kebanyakan pemberitaan bilang; motif yang dikenakan Jokowi adalah corak
Gunungan. "
Kapal Jung itu batik langka. Sekarang jarang pembatik yang bisa dan mau menggarap itu. Karena tingkat kesulitannya cukup lumayan," ujar dia kepada
Metrotvnews.com, Kamis, 26 Oktober 2017.
Kehadiran motif
Kapal Jung dilatarbelakangi banyak kisah dan pendapat. Ada yang bilang, kata Shuniya, corak itu terinspirasi dari kemegahan armada laut dua kerajaan agung yang pernah ada di Tanah Air, yakni Singosari dan Majapahit.
Jika sengaja, dengan mengenakan itu berarti Jokowi sedang memerankan dirinya sendiri. Menyampaikan pesan tentang kekuatan seorang pemegang kebijakan.
"Itu simbol kekuatan," kata pemilik galeri Batik Shuniya itu.
Lain lagi pemaknaan corak
Parang. Motif yang dipakai Anies tak kalah tua dibanding desain batik kebanyakan.
Maknanya, simbol perjuangan yang tak pupus.
"Tapi, orang tempo dulu juga mempercayai bahwa motif
Parang Segera Pak Anies bermakna suasana hati pemakainya yang tengah berbunga-bunga," ujar Shuniya.
Jika digabungkan, pertemuan dua corak itu melambangkan komunikasi yang cukup baik. Kegembiraan dan perjuangan yang baru dimulai, menganggap perlu menemui sosok pimpinan yang lebih tinggi demi kebaikan masa depan. "Tentu, Jakarta," ujar dia.
Penampilan dua corak batik ini memang mencuri banyak perhatian. Terutama di media sosial.
Peneliti dari Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, misalnya, mendapatkan 450 lebih
retweet, serta nyaris mendapat 100 komentar dalam satu kali unggah status yang khusus menyoroti corak batik yang dipakai.
Dalam unggahan itu, Burhanuddin seakan yakin, pemilihan motif bukan sembarang, dan memang ada pesan yang ingin disampaikan.
Pertanyaannya, seberapa penting sebuah simbol dalam komunikasi politik?
Fauzi Fashri, dalam
Penyingkapan Kuasa Simbol, Apresiasi Reflektif Pemikiran Pierre Bourdieu (2008) menjelaskan, simbol, justru melekat erat pada politik itu sendiri. Bahkan, manusia siapapun, tak bisa dilepaskan darinya.
"Betapa sepinya jika manusia hidup tanpa simbol. Simbol itu perlambang, sebagai salah satu alat komunikasi," tulis dia.
Sosiolog Amerika, Mayer N Zaid dalam
Political and Symbol (1979) mengatakan, penggunaan simbol dalam politik bisa dijelaskan sebagai bagian dari sejarah gagasan, keterkaitan sistem budaya dan sosial, atau perubahan tingkat sosial-psikologis.
"Simbol politik sebagai bagian dari filosofi, sekaligus ideologi yang memandu penataan awal dari operasi sistem politik," tulis Zaid.
Dari situ, klop lah sudah komunikasi lisan maupun politik batik antara Anies dan Jokowi. Jika kehadiran pemimpin baru Jakarta ingin menimba saran, selanjutnya tinggal dipertimbangkan dan lekas dikerjakan.
Baca: Anies-Sandi Dijamu Tahu Tempe di Istana Wapres
Kerja...kerja!
Sepekan lebih sejak dilantik, Anies-Sandi, rupanya lebih merasa perlu sowan kesana kemari.
Setidaknya, sudah ada beberapa pesohor yang dalam seminggu ini dikunjungi Gubernur DKI. Dari mulai Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Presiden ke-3 RI BJ. Habibie, Presiden Jokowi, serta Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Mantan Presiden BJ Habibie bersama Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berbincang di Patra Kuningan, Jakarta, Rabu (25/10)/ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Meskipun dalam pertemuan bersama Jokowi, Anies mengaku sudah blusukan ke sejumlah proyek infrastruktur dan kantor pelayanan di Ibu Kota. Namun, aksi sambang-menyambang ini terbilang baru dan tak begitu mencolok dilakukan para Gubernur sebelumnya.
Jokowi sendiri, ketika baru beberapa hari menjabat Gubernur DKI secara resmi pada 2012, masyarakat langsung dihebohkan dengan aksi nyelenehnya masuk ke gorong-gorong di Bundaran HI. Pun Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat, di masanya, aksi saling kunjung usai pelantikan tak begitu banyak menggaung.
Tafsir positifnya, Anies-Sandi barangkali sedang bersikap sehati-hati mungkin menjawab segala kebutuhan dan tantangan masyarakat Jakarta. Menyerap banyak saran dan wejangan, dinilainya amat perlu. Belum lagi, jika kegiatan itu dilakukan dalam rangka mengikhtiari rekonsiliasi.
Namun bagi yang terbiasa dengan tradisi kerja gesit Gubernur DKI Jakarta, langkah pasti dari Anies-Sandi memang lebih dinanti.
Ada seabrek pekerjaan rumah (PR) dan janji yang harus segera dipenuhi. Terobosan-terobosan yang pernah ada dan dilontarkan pada masa kampanye, tentu sudah membuat banyak warga penasaran.
Terobosan yang dimaksud, tidak sedikit. Sebagaimana yang dilaporkan Tim Sinkronisasi, dari 23 janji yang pernah disampaikan saat kampanye, kini dipecah menjadi
167 program dan 527 kegiatan.
Oleh Tim Sinkronisasi pula, Anies-Sandi pernah direncanakan akan fokus pemenuhan janji di tiga bidang sebagai bagian dari target
100 Hari Kerja, yakni bidang ekonomi, pendidikan, dan transportasi.
Di bidang ekonomi, Anies-Sandi akan menciptakan lapangan kerja dan wirausaha baru dan menciptakan biaya hidup terjangkau melalui bahan pangan, hunian, dan transportasi.
Di bidang pendidikan, Anies-Sandi mulai mengeksekusi Kartu Jakarta Pintar (KJP)
Plus. Sedangkan di bidang transportasi, berjanji akan segera mendorong warga menengah ke atas menggunakan transportasi umum.
Kelompok ketiga, fokus pada penyediaan sarana dan prasarana dalam menata dan membangun Jakarta. Anies-Sandi diramal bakal serius mengecek regulasi dan menciptakan suasana kerja yang kondusif serta produktif.
Belum lagi, jika batik motif
Parang yang dikenakan Anies berasal dari Solo, sebenarnya tak kalah bagus corak batik milik Betawi sendiri. Salah satunya, motif Ciliwung, diambil dari nama sungai yang menjadi pusat perhatian dan kerap mendebarkan warga Jakarta, di musim penghujan seperti sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)