Jakarta: Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi tajuk utama pemberitaan internasional setelah dengan keras menolak regulasi deforestasi Uni Eropa. Airlangga yang datang bersama Deputi Perdana Menteri Malaysia Fadillah Yusof ke markas Uni Eropa menilai kebijakan ini merugikan negara produsen sawit serta sejumlah komoditas pangan atau hasil hutan.
Airlangga menyampaikan penolakannya terhadap peraturan baru Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR) yang ditujukan untuk mengekang deforestasi global yang mulai berjalan tahun depan. Menurut Airlangga, kebijakan Uni Eropa ini bertentangan dengan prinsip-prinsip fair trade, keadilan serta merugikan para petani kecil jika diterapkan.
"Undang-undang ini pro bisnis, pro korporasi multinasional, pro konglomerat, tapi tidak pro-rakyat, Ini bukan untuk petani kecil" tegas Airlangga Hartarto, Kamis, 1 Juni 2023.
Airlangga mengatakan Indonesia sebagai negara pemasok industri minyak sawit terbesar yang bernilai miliaran euro merasa akan sangat dirugikan dengan hadirnya aturan baru deforestasi Uni Eropa tersebut.
Di mana Uni Eropa telah menetapkan aturan baru yang melarang impor komoditas, seperti kedelai, kopi, dan kelapa sawit minyak, jika bersumber dari area yang digunduli.
"Indonesia dan Malaysia, yang bersama-sama menyumbang sekitar 80 persen dari produksi minyak sawit dunia, menilai ini tidak adil dan menghukum petani kecil," kata Airlangga.
Airlangga melanjutkan problem deforestasi seringkali pelakunya adalah korporasi besar, yang jika terjadi kesalahan maka yang akan langsung terdampak mendapatkan rating dan imej negatif adalah negaranya secara keseluruhan, dan itu merugikan.
"Sementara kebijakan geolokasi selain merugikan para petani kecil, tidak relevan dalam sejumlah komoditas, juga problematik dari segi keamanan data," ungkap Airlangga.
Dalam kesempatan itu, Menko Airlangga dan Wakil PM Malaysia Fadillah Yusof mengingkan agar penerapan aturan tersebut dapat dinegosiasikan lagi mengingat tidak adanya partisipasi dari negara-negara mitra atau negara produsen berbagai komoditas impor.
Airlangga mengusulkan dibentuknya semacam taskforce atau consultative group untuk mencari solusi dari problem ini. Airlangga menambahkan akan menjadi sangat naif apabila wilayah-wilayah pemasok minyak sawit diklasifikasikan pada risiko deforestasi tinggi, rendah atau standar. Karena baginya tidak ada yang berhak menjadi lembaga pemeringkat antar mitra pemasok minyak sawit.
"Pengawasan itu menimbulkan risiko reputasi bagi negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. UE bukanlah lembaga pemeringkat, Indonesia adalah negara yang berdaulat. Tidak ada satu negara pun yang bisa mengklasifikasikan negara lain sebagai high risk, low risk atau small risk. Sebaiknya dibangun sebuah mekanisme koordinasi semacam taskforce atau consultative group antar berbagai pihak, sehingga ada keterlibatan inklusif," terang Airlangga.
Dirinya juga mengingatkan bahwa apabila aturan tersebut dipaksa untuk diterapkan maka Uni Eropa berisiko kehilangan mitra.
“Jangan terlalu banyak hambatan dalam perdagangan. Indonesia sendiri sudah menerbitkan bahkan telah membuat banyak aturan secara domestik, serta menjalankan secara konsisten kebijakan pembangunan berkelanjutan sesuai SDGs, perlindungan lingkungan hidup dan tenaga kerja” tutupnya.
Jakarta: Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menjadi tajuk utama pemberitaan internasional setelah dengan keras menolak regulasi
deforestasi Uni Eropa. Airlangga yang datang bersama Deputi Perdana Menteri Malaysia Fadillah Yusof ke markas Uni Eropa menilai kebijakan ini merugikan negara produsen sawit serta sejumlah komoditas pangan atau hasil hutan.
Airlangga menyampaikan penolakannya terhadap peraturan baru Uni Eropa atau
EU Deforestation Regulation (EUDR) yang ditujukan untuk mengekang deforestasi global yang mulai berjalan tahun depan. Menurut Airlangga, kebijakan Uni Eropa ini bertentangan dengan prinsip-prinsip fair trade, keadilan serta merugikan para petani kecil jika diterapkan.
"Undang-undang ini pro bisnis, pro korporasi multinasional, pro konglomerat, tapi tidak pro-rakyat, Ini bukan untuk petani kecil" tegas Airlangga Hartarto, Kamis, 1 Juni 2023.
Airlangga mengatakan Indonesia sebagai negara pemasok industri
minyak sawit terbesar yang bernilai miliaran euro merasa akan sangat dirugikan dengan hadirnya aturan baru deforestasi Uni Eropa tersebut.
Di mana Uni Eropa telah menetapkan aturan baru yang melarang impor komoditas, seperti kedelai, kopi, dan kelapa sawit minyak, jika bersumber dari area yang digunduli.
"Indonesia dan Malaysia, yang bersama-sama menyumbang sekitar 80 persen dari produksi minyak sawit dunia, menilai ini tidak adil dan menghukum petani kecil," kata Airlangga.
Airlangga melanjutkan problem deforestasi seringkali pelakunya adalah korporasi besar, yang jika terjadi kesalahan maka yang akan langsung terdampak mendapatkan rating dan imej negatif adalah negaranya secara keseluruhan, dan itu merugikan.
"Sementara kebijakan geolokasi selain merugikan para petani kecil, tidak relevan dalam sejumlah komoditas, juga problematik dari segi keamanan data," ungkap Airlangga.
Dalam kesempatan itu, Menko Airlangga dan Wakil PM Malaysia Fadillah Yusof mengingkan agar penerapan aturan tersebut dapat dinegosiasikan lagi mengingat tidak adanya partisipasi dari negara-negara mitra atau negara produsen berbagai komoditas impor.
Airlangga mengusulkan dibentuknya semacam taskforce atau consultative group untuk mencari solusi dari problem ini. Airlangga menambahkan akan menjadi sangat naif apabila wilayah-wilayah pemasok minyak sawit diklasifikasikan pada risiko deforestasi tinggi, rendah atau standar. Karena baginya tidak ada yang berhak menjadi lembaga pemeringkat antar mitra pemasok minyak sawit.
"Pengawasan itu menimbulkan risiko reputasi bagi negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. UE bukanlah lembaga pemeringkat, Indonesia adalah negara yang berdaulat. Tidak ada satu negara pun yang bisa mengklasifikasikan negara lain sebagai high risk, low risk atau small risk. Sebaiknya dibangun sebuah mekanisme koordinasi semacam taskforce atau consultative group antar berbagai pihak, sehingga ada keterlibatan inklusif," terang Airlangga.
Dirinya juga mengingatkan bahwa apabila aturan tersebut dipaksa untuk diterapkan maka Uni Eropa berisiko kehilangan mitra.
“Jangan terlalu banyak hambatan dalam perdagangan. Indonesia sendiri sudah menerbitkan bahkan telah membuat banyak aturan secara domestik, serta menjalankan secara konsisten kebijakan pembangunan berkelanjutan sesuai SDGs, perlindungan lingkungan hidup dan tenaga kerja” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)