medcom.id, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) perlu akses untuk menelusuri dan memidana penyalahgunaan obat, seperti kasus vaksin palsu. BPOM seperti tak bergigi karena selama ini tidak punya peluru, selain rekomendasi.
"Kami ingin juga memeriksa. Selama ini, kami tidak diberi akses melihat jalur (mendapatkan obat) itu resmi atau tidak," kata Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik BPOM Aristiyono di Ruang Mahogany 3, Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/7/2016).
Aristiyono menjelaskan, berbagai penemuan kasus oleh BPOM acap kali hanya sebatas rekomendasi kepada Dinas Kesehatan yang mempunyai kewenangan melakukan sanksi pemberatan. Keterbatasan kewenangan BPOM itu menjadi celah dan tidak memberi efek jera pada pelaku.
Saat ini, Peraturan Menteri Kesehatan terkait pengawasan obat dan makanan sedang direvisi. Nantinya, BPOM berwenang menelusuri penemuan kasus lalu melimpahkannya kepada proses hukum.
"Apabila kita tahu itu ilegal, kita akan berkas dan berikan ke penegak hukum," tutur Aristiyono.
Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjuntak menuturkan, peredaran vaksin palsu merupakan masalah yang harus segera diselesaikan. Sinergi antara pemerintah dan masayarakat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Kami mendukung penuh upaya dan solusi yang bisa diambil," kata Parulian.
Sebelumnya, pemerintah berkomitmen akan memperkuat aturan pengawasan peredaran obat dan makanan. Sejumlah Permenkes akan direvisi dan segera diterapkan.
"BPOM akan lebih tahu tugas dan fungsinya dengan adanya payung hukum ini. Juga hal lain terkait apa saja yang harus direvisi, akan segera kita lakukan," kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Selasa (26/7/2016).
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menuturkan, sejumlah regulasi akan direvisi sebagai bentuk penanggulangan jangka panjang terkait penyebaran vaksin palsu. Hasil revisi sudah dikoordinasikan dengan BPOM dan segera diserahkan ke DPR.
"Semua regulasi yang berkaitan kami bahas, mana yang perlu diperbaiki. Kami lakukan pada Permenkes 58, 30, dan 35," kata Nila.
medcom.id, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) perlu akses untuk menelusuri dan memidana penyalahgunaan obat, seperti kasus vaksin palsu. BPOM seperti tak bergigi karena selama ini tidak punya peluru, selain rekomendasi.
"Kami ingin juga memeriksa. Selama ini, kami tidak diberi akses melihat jalur (mendapatkan obat) itu resmi atau tidak," kata Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik BPOM Aristiyono di Ruang Mahogany 3, Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (29/7/2016).
Aristiyono menjelaskan, berbagai penemuan kasus oleh BPOM acap kali hanya sebatas rekomendasi kepada Dinas Kesehatan yang mempunyai kewenangan melakukan sanksi pemberatan. Keterbatasan kewenangan BPOM itu menjadi celah dan tidak memberi efek jera pada pelaku.
Saat ini, Peraturan Menteri Kesehatan terkait pengawasan obat dan makanan sedang direvisi. Nantinya, BPOM berwenang menelusuri penemuan kasus lalu melimpahkannya kepada proses hukum.
"Apabila kita tahu itu ilegal, kita akan berkas dan berikan ke penegak hukum," tutur Aristiyono.
Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjuntak menuturkan, peredaran vaksin palsu merupakan masalah yang harus segera diselesaikan. Sinergi antara pemerintah dan masayarakat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Kami mendukung penuh upaya dan solusi yang bisa diambil," kata Parulian.
Sebelumnya, pemerintah berkomitmen akan memperkuat aturan pengawasan peredaran obat dan makanan. Sejumlah Permenkes akan direvisi dan segera diterapkan.
"BPOM akan lebih tahu tugas dan fungsinya dengan adanya payung hukum ini. Juga hal lain terkait apa saja yang harus direvisi, akan segera kita lakukan," kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Selasa (26/7/2016).
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menuturkan, sejumlah regulasi akan direvisi sebagai bentuk penanggulangan jangka panjang terkait penyebaran vaksin palsu. Hasil revisi sudah dikoordinasikan dengan BPOM dan segera diserahkan ke DPR.
"Semua regulasi yang berkaitan kami bahas, mana yang perlu diperbaiki. Kami lakukan pada Permenkes 58, 30, dan 35," kata Nila.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)