Tim SAR mengusung tandu berisi jasad korban AirAsia QZ-8501 di Lanud Pangkalan Bun, Kalteng. (foto: AP/Dewi Nurcahyani)
Tim SAR mengusung tandu berisi jasad korban AirAsia QZ-8501 di Lanud Pangkalan Bun, Kalteng. (foto: AP/Dewi Nurcahyani)

Satu Tahun Duka AirAsia QZ8501

Coki Lubis • 28 Desember 2015 16:38
medcom.id, Jakarta: Berita hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 pada pagi 28 Desember 2014 itu dengan cepat menyedot perhatian dunia. Belum diketahui nasib 162 orang penumpang dan awak pesawat yang dalam penerbangan dari Surabaya menuju Singapura itu menjadi berita utama.
 
Tim SAR langsung bergerak. Sehari sebelum tahun baru, tim pencari yang dibantu TNI AU menemukan puing pertama di perairan Selat Karimata. Setelah itu puing lain dan jenazah para korban pun susul menyusul ditemukan tim-tim SAR yang diperbantukan pemerintah Malaysia, Tiongkok, Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Australia.
 
Jumlah jenazah yang ditemukan terus bertambah. Hingga hari ke-102, pada April 2015 total 115 jenazah ditemukan. Pada saat itu 111 di antaranya -terdiri 99 tubuh dan 12 potongan tubuh- berhasil diidentifikasi, 

Selama operasi SAR berlangsung, berbagai spekulasi penyebab musibah bermunculan. Faktor alam dengan cepat ditepis dengan argumen spesifikasi pesawat Airbus A320-216 yang canggih seharusnya mampu melewati cuaca buruk pada pagi itu. Pilot dan co-pilot pun tergolong kaya pengalaman.
 
Hasil Investigasi KNKT
 
Sebelas bulan setelah musibah, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan hasil investigasi yang melibatkan produsen pesawat Airbus. Hasilnya memang bukan cuaca buruk yang menjadi penyebab musibah, melainkan kerusakan teknis. Bahwa teknologi canggih pun bisa rusak.
 
Musibah ditemukan dipicu oleh keretakan di bagian komponen pengendali ayunan ekor pesawat, Rudder Travel Limiter Unit (RTLU). Akibatnya pesawat tidak tidak dapat terbang dengan stabil, kehilangan ketinggian lalu menghujam ke permukaan laut.
 
Hasil penyelidikan KNKT juga merekomendasikan pemantapan komunikasi antara pilot dengan co-pilot. Menajemen AirAsia menerima hasil penyelidikan dengan melakukan pembenahan.
 
Evaluasi Penerbangan Indonesia
 
Meski dalam upaya pencarian Air Asia QZ8501 pemerintah mendapat pujian internasional, namun belum diiringi evaluasi menyeluruh. Khususnya terhadap risiko kecelakaan penerbangan.
 
Pada sepanjang 2015 Indonesia masih dikagetkan dengan rentetan kecelakaan pesawat. Setidaknya ada tujuh kecelakaan pesawat yang menjadi perhatian masyarakat;
  1. Jatuhnya pesawat latih di Bandara Hang Nadim, Batam di awal Februari 2015. 
  2. Kecelakaan dua pesawat TNI AU di Langkawi International Maritime & Aerospace Exhibition di Malaysia, Maret 2015. 
  3. Jatuhnya pesawat Hercules C130 TNI AU di Medan yang tewaskan 113 orang, Juni 2015.
  4. Pesawat kecil berjenis Cessna milik Maskapai Komala Air gagal landing dan jatuh di Bandara Ninia, Kabupaten Yahukimo, Papua, pada 12 Agustus 2015.
  5. Pesawat Trigana Air jatuh setelah menabrak gunung di Kabupaten Oksibil Papua, tewaskan 45 penumpang pada 16 Agustus 2015.
  6. Pesawat Aviastar DHC6 PK-BRM jenis Twin Otter jatuh dan ditemukan hancur di Desa Ulu Satu, Luwu, Sulawesi Selatan, berikut jenazah 3  kru dan 7 penumpang pada Oktober 2015.
  7. Jatuhnya pesawat tempur TNI AU jenis T-50i Golden Eagle saat Pameran Dirgantara di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, 20 Desember 2015 kemarin.

Kepala Sub Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengakui, bagaimana KNKT memusatkan tenaga untuk menyelesaikan penyelidikan kasus AirAsia QZ8501, yang terbilang besar dan baru. "Sehingga semua harus belajar dari hal ini," kata Nurcahyo saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Selasa (1/12/2015) malam.
 
Semoga, satu tahun jatuhnya Air Asia QZ8501 dapat menjadi evaluasi industri penerbangan Indonesia. Selain itu, menekan risiko kecelakaan pesawat menjadi salah satu resolusi industri penerbangan untuk tahun baru 2016 ini.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan