Jakarta: Kota metropolitan dinilai makin terbebani belakangan, dengan maraknya urbanisasi masyarakat untuk mengadu nasib. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong sinergi tanpa sekat, dalam meringankan beban itu. Sehingga, kota metropolitan dan wilayah penunjang dapat berkolaborasi.
"Kota-kota besar tersebut mengalami permasalahan beban spasial seperti over capacity di mana daya tampung kota melebihi beban yang diterima," kata Plh Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Amran, dalam keterangan tertulis, Kamis, 19 Desember 2024.
Amran memerinci kota metropolitan, seperti Daerah Khusus Jakarta, Bandung, Palembang, Surabaya, hingga Manado. Dia menilai, sebagian besar masyarakat metropolitan ini bekerja di pusat kota.
"Sehingga untuk sampai ke tempat kerjanya harus bermacet-macetan dan mereka harus menghabiskan waktunya di jalan. Ini kerugian yang besar jika dirupiahkan," kata dia.
Pihaknya menetapkan pengembangan 10 wilayah metropolitan prioritas yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Wilayah metropolitan tersebut yakni, Mebidangro, Patungraya Agung, Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung, Kedungsepur, Gerbangkertosusila, Banjarbakula, Sarbagita, Bimindo, dan Mamminasata.
Penetapan ini diharapkan dapat mengatasi isu-isu pengembangan wilayah yang tidak dapat tertangani secara sektoral. Seperti, kepentingan masing-masing pemerintah daerah (pemda), ketergantungan pada wilayah inti, hingga rencana pembangunan tak selaras.
Amran mengungkapkan terdapat beberapa masalah klasik yang dihadapi wilayah metropolitan, seperti kemacetan, hingga pengelolaan sampah. Menurutnya, semua aspek itu perlu menjadi perhatian utama.
“Dalam konteks Indonesia, pengelolaan kawasan metropolitan tidak dapat dilakukan secara independen," kata dia.
Upaya untuk menangani dampak dari perkembangan wilayah metropolitan in tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2022 Tentang Perkotaan. Permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengelolaan wilayah metropolitan ini yakni kurangnya sinergi.
Masing-masing pemda, kata dia, memiliki program dan kebijakannya sendiri. Program dan kebijakan itu dieksekusi tanpa melihat masalah, kebutuhan, dan solusi yang diperlukan. Sehingga, perlu pengelolaan yang tetap berada dalam struktur pemerintahan yang ada.
"Pengelolaan ini melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Intinya, koordinasi dan kerja sama yang baik dalam membangun kawasan metropolitan harus dilakukan antar pemda agar dapat maksimal dalam mencapai hasilnya,” terangnya.
Dengan program yang selaras antarpemda dalam satu wilayah metropolitan, Amran meyakini permasalahan dapat diatasi. Termasuk, kemiskinan dan problem sosial lain.
"Asalkan, semua masalah yang terjadi, seperti akses pendidikan sebagai modal penyediaan tenaga kerja dan transportasi umum terintegrasi, bisa ditangani dengan baik,” tegasnya.
Amran juga mengingatkan pemda untuk merancang tata ruang yang baik. Hunian mulai dirancang vertikal untuk menyiasati lahan yang semakin terbatas. Tentunya, pemda harus membangun ruang terbuka hijau sebagai tempat sosialisasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Untuk beberapa daerah satelit, harus bisa mempertahankan kawasan produktif, seperti pertanian dan perkebunan. Ini diperlukan untuk menopang kebutuhan wilayah metropolitan itu sendiri,” paparnya.
Dalam pengembangan metropolitan, pemerintah juga dapat melihat best practice pengelolaan kawasan metropolitan dari negara lain, seperti Greater Capital City Statiscal Area Australia, Metropolis Tokyo, dan Metropolitan Seoul Area.
“Tidak harus mencontoh sama persis karena ada beberapa perbedaan situasi, demografi, dan lainnya. Kita coba melihat mana yang mungkin diterapkan di sini,” kata Amran.
Ditjen Bina Adwil Kemendagri dalam melakukan asistensi selalu mengingatkan kepada pemda-pemda untuk memetakan masalah dan potensi wilayah sendiri dan sekitarnya. Dari situ, kepala daerah dan organisasi perangkat daerah akan dapat membuat program, kebijakan, dan perencanaan pembangunan yang tepat. Tidak saling tumpang tindih.
“Sehingga dalam satu wilayah metropolitan tidak saling bersaing dan mengembangkan potensi yang sama. Yang baik itu saling menopang kebutuhan, baik pangan, tenaga kerja, sumber air, dan sebagainya. Nantinya, pemda dan masyarakatnya yang merasakan manfaat ekonomi dari integrasi wilayah yang terpadu dan bersinergi tersebut,” pungkasnya.
Jakarta: Kota metropolitan dinilai makin terbebani belakangan, dengan maraknya urbanisasi masyarakat untuk mengadu nasib. Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri) mendorong sinergi tanpa sekat, dalam meringankan beban itu. Sehingga, kota metropolitan dan wilayah penunjang dapat berkolaborasi.
"Kota-kota besar tersebut mengalami permasalahan beban spasial seperti over capacity di mana daya tampung kota melebihi beban yang diterima," kata Plh Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Amran, dalam keterangan tertulis, Kamis, 19 Desember 2024.
Amran memerinci kota
metropolitan, seperti Daerah Khusus Jakarta, Bandung, Palembang, Surabaya, hingga Manado. Dia menilai, sebagian besar masyarakat metropolitan ini bekerja di pusat kota.
"Sehingga untuk sampai ke tempat kerjanya harus bermacet-macetan dan mereka harus menghabiskan waktunya di jalan. Ini kerugian yang besar jika dirupiahkan," kata dia.
Pihaknya menetapkan pengembangan 10 wilayah metropolitan prioritas yang masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Wilayah metropolitan tersebut yakni, Mebidangro, Patungraya Agung, Jabodetabekpunjur, Cekungan Bandung, Kedungsepur, Gerbangkertosusila, Banjarbakula, Sarbagita, Bimindo, dan Mamminasata.
Penetapan ini diharapkan dapat mengatasi isu-isu pengembangan wilayah yang tidak dapat tertangani secara sektoral. Seperti, kepentingan masing-masing pemerintah daerah (pemda), ketergantungan pada wilayah inti, hingga rencana pembangunan tak selaras.
Amran mengungkapkan terdapat beberapa masalah klasik yang dihadapi wilayah metropolitan, seperti kemacetan, hingga pengelolaan sampah. Menurutnya, semua aspek itu perlu menjadi perhatian utama.
“Dalam konteks Indonesia, pengelolaan kawasan metropolitan tidak dapat dilakukan secara independen," kata dia.
Upaya untuk menangani dampak dari perkembangan wilayah metropolitan in tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2022 Tentang Perkotaan. Permasalahan yang kerap dihadapi dalam pengelolaan wilayah metropolitan ini yakni kurangnya sinergi.
Masing-masing pemda, kata dia, memiliki program dan kebijakannya sendiri. Program dan kebijakan itu dieksekusi tanpa melihat masalah, kebutuhan, dan solusi yang diperlukan. Sehingga, perlu pengelolaan yang tetap berada dalam struktur pemerintahan yang ada.
"Pengelolaan ini melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Intinya, koordinasi dan kerja sama yang baik dalam membangun kawasan metropolitan harus dilakukan antar pemda agar dapat maksimal dalam mencapai hasilnya,” terangnya.
Dengan program yang selaras antarpemda dalam satu wilayah metropolitan, Amran meyakini permasalahan dapat diatasi. Termasuk, kemiskinan dan problem sosial lain.
"Asalkan, semua masalah yang terjadi, seperti akses pendidikan sebagai modal penyediaan tenaga kerja dan transportasi umum terintegrasi, bisa ditangani dengan baik,” tegasnya.
Amran juga mengingatkan pemda untuk merancang tata ruang yang baik. Hunian mulai dirancang vertikal untuk menyiasati lahan yang semakin terbatas. Tentunya, pemda harus membangun ruang terbuka hijau sebagai tempat sosialisasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Untuk beberapa daerah satelit, harus bisa mempertahankan kawasan produktif, seperti pertanian dan perkebunan. Ini diperlukan untuk menopang kebutuhan wilayah metropolitan itu sendiri,” paparnya.
Dalam pengembangan metropolitan, pemerintah juga dapat melihat best practice pengelolaan kawasan metropolitan dari negara lain, seperti Greater Capital City Statiscal Area Australia, Metropolis Tokyo, dan Metropolitan Seoul Area.
“Tidak harus mencontoh sama persis karena ada beberapa perbedaan situasi, demografi, dan lainnya. Kita coba melihat mana yang mungkin diterapkan di sini,” kata Amran.
Ditjen Bina Adwil Kemendagri dalam melakukan asistensi selalu mengingatkan kepada pemda-pemda untuk memetakan masalah dan potensi wilayah sendiri dan sekitarnya. Dari situ, kepala daerah dan organisasi perangkat daerah akan dapat membuat program, kebijakan, dan perencanaan pembangunan yang tepat. Tidak saling tumpang tindih.
“Sehingga dalam satu wilayah metropolitan tidak saling bersaing dan mengembangkan potensi yang sama. Yang baik itu saling menopang kebutuhan, baik pangan, tenaga kerja, sumber air, dan sebagainya. Nantinya, pemda dan masyarakatnya yang merasakan manfaat ekonomi dari integrasi wilayah yang terpadu dan bersinergi tersebut,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)