medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan kepada penyelenggara Pemilu untuk tidak main-main dalam melakukan rekapitulasi perhitungan suara capres/cawapres yang sudah diberikan rakyat pada hari Pemilihan 9 Juli lalu. Pasalnya, tindakan manipulasi suara dalam bentuk apa pun merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional warga negara.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengingatkan bahwa saat ini seluruh rakyat Indonesia sedang memantau proses rekapitulasi penghitungan suara secara berjenjang dari KPPS, PPS ke PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi hingga KPU Pusat pada tanggal 22 Juli 2014 mendatang.
"Maka itu kami perlu menegaskan bahwa manipulasi atas hasil rekapitulasi adalah kejahatan demokrasi. Manipulasi rekapitulasi suara baik dengan cara menambah atau mengurangi suara untuk pasangan capres tertentu adalah pelanggaran sangat serius terhadap kedaulatan rakyat," tegas Natalius dalam keterangannya kepada Media Indonesia, Jumat (11/7/2014).
Menurut dia, suara rakyat yang telah diberikan pada Pemilu 9 Juli adalah cermin hak konstitusional warga negara untuk memilih dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk menghargai itu. "Karena itulah menjadi kewajiban KPU, dan Bawaslu untuk memastikan bahwa seluruh proses rekapitulasi berjalan secara jujur, terbuka, dan didasarkan pada dokumen otentik C1," katanya.
Natalius menambahkan, apresiasi Komnas HAM atas penyelengaraan pemilihan presiden dan wakil presiden yang diselenggarakan secara aman dan damai tanpa friksi sosial dan disharmoni antar pendukung capres. Termasuk netralitas TNI dan Polri yang tetap menjaga amanah sebagai penjaga ketertiban internal dan keamanan nasional. Komnas HAM juga mengajak POLRI untuk bersikap tegas kepada mereka yang ingin mencederai pemilu dengan mengganti atau mempengaruhi hasil rekapitulasi.
"Karena hak memilih (right to vote) merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa digantikan (non derogable right) berdasarkan Kovenan PBB tentang Hak Sipil dan Politik bahkan berdasarkan panduan PBB tentang (right and election)," jelasnya.
Berdasarkan hal tersebut, apabila ada indikasi manipulasi atau kecurangan suara maka itu adalah sebuah tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. "Maka itu marilah kita hormati tahapan akhir pilpres ini. Presiden dan wapres yang telah dimenangkan oleh rakyat tidak dapat dirampas oleh siapapun," pungkas Natalius.
medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan kepada penyelenggara Pemilu untuk tidak main-main dalam melakukan rekapitulasi perhitungan suara capres/cawapres yang sudah diberikan rakyat pada hari Pemilihan 9 Juli lalu. Pasalnya, tindakan manipulasi suara dalam bentuk apa pun merupakan bentuk pelanggaran hak konstitusional warga negara.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengingatkan bahwa saat ini seluruh rakyat Indonesia sedang memantau proses rekapitulasi penghitungan suara secara berjenjang dari KPPS, PPS ke PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi hingga KPU Pusat pada tanggal 22 Juli 2014 mendatang.
"Maka itu kami perlu menegaskan bahwa manipulasi atas hasil rekapitulasi adalah kejahatan demokrasi. Manipulasi rekapitulasi suara baik dengan cara menambah atau mengurangi suara untuk pasangan capres tertentu adalah pelanggaran sangat serius terhadap kedaulatan rakyat," tegas Natalius dalam keterangannya kepada
Media Indonesia, Jumat (11/7/2014).
Menurut dia, suara rakyat yang telah diberikan pada Pemilu 9 Juli adalah cermin hak konstitusional warga negara untuk memilih dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk menghargai itu. "Karena itulah menjadi kewajiban KPU, dan Bawaslu untuk memastikan bahwa seluruh proses rekapitulasi berjalan secara jujur, terbuka, dan didasarkan pada dokumen otentik C1," katanya.
Natalius menambahkan, apresiasi Komnas HAM atas penyelengaraan pemilihan presiden dan wakil presiden yang diselenggarakan secara aman dan damai tanpa friksi sosial dan disharmoni antar pendukung capres. Termasuk netralitas TNI dan Polri yang tetap menjaga amanah sebagai penjaga ketertiban internal dan keamanan nasional. Komnas HAM juga mengajak POLRI untuk bersikap tegas kepada mereka yang ingin mencederai pemilu dengan mengganti atau mempengaruhi hasil rekapitulasi.
"Karena hak memilih (
right to vote) merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa digantikan (
non derogable right) berdasarkan Kovenan PBB tentang Hak Sipil dan Politik bahkan berdasarkan panduan PBB tentang (
right and election)," jelasnya.
Berdasarkan hal tersebut, apabila ada indikasi manipulasi atau kecurangan suara maka itu adalah sebuah tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. "Maka itu marilah kita hormati tahapan akhir pilpres ini. Presiden dan wapres yang telah dimenangkan oleh rakyat tidak dapat dirampas oleh siapapun," pungkas Natalius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(LOV)