medcom.id, Jakarta: Pemerintah diminta membatalkan rencana penggenangan waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Sebab, masih banyak persoalan yang belum dituntaskan pemerintah terkait dampak sosial terhadap warga sekitar.
Penggenangan waduk Jatigede direncanakan hari ini, Senin (31/8/2015). Namun, persoalan ganti rugi kepada warga belum semua terpenuhi.
"Komplain ganti rugi yang diajukan warga tidak digubris sama sekali oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan menyatakan bahwa semua telah selesai," kata Koordinator aksi Front Perjuangan Rakyat, Mochammad Ali, di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, (31/8/2015).
Selain hak ganti rugi, pemerintah juga dianggap tidak memikirkan aspek kehidupan lain. Hal-hal seperti tempat sekolah, tempat jaminan kesehatan, dan situs-situs bersejarah juga terancam ikut tenggelam bersama penggenangan waduk.
"Jaminan kehidupan masa depan seperti akan pindah kemana dan selanjutnya bekerja apa, termasuk keberlangsungan pendidikan anak juga tidak digubris oleh pemerintah," lanjutnya.
Pembangunan waduk Jatigede sebetulnya telah dicanangkan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno pada 1963. Dan baru pada 2007 proyek pembangunan dimulai.
Dari catatan Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Waduk Jatigede dibangun di atas lahan seluas 6.783 hektare dengan area genangan seluas 4.000 hektare yang meliputi 28 desa di 5 kecamatan dengan jumlah warga terdampak mencapai 11.000 kepala keluarga atau sekitar 40.000 ribu jiwa.
Di 28 desa tersebut, selain rumah warga, juga terdapat bangunan sarana umum yang akan ikut ditenggelamkan, yakni 16 PAUD, 7 TK, 22 SD, 3 SLTP, 40 masjid, 45 musala, 33 posyandu dan 12 Polindes.
Seperti diketahui, pada Januari 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunan Waduk Jatigede. Perpres ini membagi masyarakat terdampak ke dalam dua bagian, yaitu masyarakat yang asetnya diganti rugi dan diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 1975, dan masyarakat non permen. Yang disebut terakhir adalah warga yang datang belakangan yang tak mendapat ganti rugi.
Perpres ini, menurut Ali, juga mengubah kewajiban relokasi untuk orang terkena dampak pembangunan waduk Jatigede dengan uang tunai. "Aturan tersebut tidak mengatur mengenai penanganan dampak sosial lainnya yang timbul akibat pembangunan waduk Jatigede," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah diminta membatalkan rencana penggenangan waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Sebab, masih banyak persoalan yang belum dituntaskan pemerintah terkait dampak sosial terhadap warga sekitar.
Penggenangan waduk Jatigede direncanakan hari ini, Senin (31/8/2015). Namun, persoalan ganti rugi kepada warga belum semua terpenuhi.
"Komplain ganti rugi yang diajukan warga tidak digubris sama sekali oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan menyatakan bahwa semua telah selesai," kata Koordinator aksi Front Perjuangan Rakyat, Mochammad Ali, di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, (31/8/2015).
Selain hak ganti rugi, pemerintah juga dianggap tidak memikirkan aspek kehidupan lain. Hal-hal seperti tempat sekolah, tempat jaminan kesehatan, dan situs-situs bersejarah juga terancam ikut tenggelam bersama penggenangan waduk.
"Jaminan kehidupan masa depan seperti akan pindah kemana dan selanjutnya bekerja apa, termasuk keberlangsungan pendidikan anak juga tidak digubris oleh pemerintah," lanjutnya.
Pembangunan waduk Jatigede sebetulnya telah dicanangkan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno pada 1963. Dan baru pada 2007 proyek pembangunan dimulai.
Dari catatan Aliansi Gerakan Reforma Agraria, Waduk Jatigede dibangun di atas lahan seluas 6.783 hektare dengan area genangan seluas 4.000 hektare yang meliputi 28 desa di 5 kecamatan dengan jumlah warga terdampak mencapai 11.000 kepala keluarga atau sekitar 40.000 ribu jiwa.
Di 28 desa tersebut, selain rumah warga, juga terdapat bangunan sarana umum yang akan ikut ditenggelamkan, yakni 16 PAUD, 7 TK, 22 SD, 3 SLTP, 40 masjid, 45 musala, 33 posyandu dan 12 Polindes.
Seperti diketahui, pada Januari 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Pembangunan Waduk Jatigede. Perpres ini membagi masyarakat terdampak ke dalam dua bagian, yaitu masyarakat yang asetnya diganti rugi dan diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 1975, dan masyarakat non permen. Yang disebut terakhir adalah warga yang datang belakangan yang tak mendapat ganti rugi.
Perpres ini, menurut Ali, juga mengubah kewajiban relokasi untuk orang terkena dampak pembangunan waduk Jatigede dengan uang tunai. "Aturan tersebut tidak mengatur mengenai penanganan dampak sosial lainnya yang timbul akibat pembangunan waduk Jatigede," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)