Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sulit memisahkan agenda pribadi dengan negara. Hal itu terlihat dari sikap Kepala Negara yang terang-terangan bakal cawe-cawe pada penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Problemnya, sikap terbuka Presiden untuk cawe-cawe itu berpeluang disalahgunakan sebagai legitimasi untuk memainkan agenda kepentingan politik pribadi, golongan dan kelompoknya, atas nama kepentingan negara," kata pengamat politik Universitas Paramadina A Khoirul Umam kepada Media Indonesia, Kamis, 1 Juni 2023.
Dia menyampaikan upaya orkestrasi politik yang dilakukan Jokowi dapat dilihat melalui pengaruh kekuasaan yang dipegang. Baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan.
Umam mewanti-wanti tidak netralnya kekuasaan dapat berimplikasi pada politisasi lembaga-lembaga negara. Termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), aparatur sipil negara (ASN), dan lembaga penyelenggara pemilu.
Bahkan, ia juga menyebut lembaga penegak hukum dapat digunakan sebagai alat politik. Tujuannya, mendisiplinkan koalisi politik.
"Sekaligus untuk menghantam kekuatan politik lain yang tidak sesuai dengan selera kekuasaan," tandas Umam.
Maka, Jokowi harus dapat menjamin tidak adanya politisasi kekuasaan negara yang dipegang. Sebab, Presiden merupakan simbol kekuasaan negara yang harusnya dapat menjaga netralitas kekuasaan negara.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Presiden Joko Widodo (
Jokowi) dinilai sulit memisahkan agenda pribadi dengan negara. Hal itu terlihat dari sikap Kepala Negara yang terang-terangan bakal cawe-cawe pada penyelenggaraan
Pemilu 2024.
"Problemnya, sikap terbuka Presiden untuk cawe-cawe itu berpeluang disalahgunakan sebagai legitimasi untuk memainkan agenda kepentingan politik pribadi, golongan dan kelompoknya, atas nama kepentingan negara," kata pengamat politik Universitas Paramadina A Khoirul Umam kepada Media Indonesia, Kamis, 1 Juni 2023.
Dia menyampaikan upaya orkestrasi politik yang dilakukan
Jokowi dapat dilihat melalui pengaruh kekuasaan yang dipegang. Baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan.
Umam mewanti-wanti tidak netralnya kekuasaan dapat berimplikasi pada politisasi lembaga-lembaga negara. Termasuk
Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), aparatur sipil negara (ASN), dan lembaga penyelenggara pemilu.
Bahkan, ia juga menyebut lembaga penegak hukum dapat digunakan sebagai alat politik. Tujuannya, mendisiplinkan koalisi politik.
"Sekaligus untuk menghantam kekuatan politik lain yang tidak sesuai dengan selera kekuasaan," tandas Umam.
Maka, Jokowi harus dapat menjamin tidak adanya politisasi kekuasaan negara yang dipegang. Sebab, Presiden merupakan simbol kekuasaan negara yang harusnya dapat menjaga netralitas kekuasaan negara.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)