Ilustrasi. (Metrotvnews.com)
Ilustrasi. (Metrotvnews.com)

Menilik Faktor Pendorong Kejahatan Seksual terhadap Anak

18 September 2017 13:59
medcom.id, Jakarta: Kasus kejahatan seksual terhadap anak kembali terjadi. Baru-baru ini Polda Metro Jaya mengungkap bisnis pornografi yang menjual konten sesama jenis antara lelaki dewasa dengan anak laki-laki melalui media sosial.
 
Kasus kejahatan anak yang terus berulang menurut Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri terjadi karena adanya faktor pendorong dan penarik.
 
"Faktor pendorongnya adalah kita lengah. Lagi-lagi kita menganggap media sosial itu sepele, tempat pertemanan yang ideal dan nyaris tanpa konsekuensi negatif," ujar Reza dalam Metro Siang, Senin 18 September 2017.

Sementara faktor penarik berkaitan dengan keberadaan media sosial yang menjadi tempat ideal bagi para predator untuk mengincar anak-anak baru yang bisa dijadikansebagai korban.
 
Menurut Reza, hasil riset menunjukkan bahwa predator anak menggunakan media sosial paling tidak untuk dua hal. Pertama membangun komunitas berbagi dan kedua saling bertukar informasi bagaimana menemukan zona-zona dengan penegakan hukum yang relatif rapuh untuk menemukan mangsa baru.
 
"Di media sosial mereka merasa sebagai orang yang terkucilkan, lalu saling curhat, mencari solusi, dan saling menguatkan satu sama lain. Di sisi lain mereka mencari anak-anak yang dalam jumlah banyak yang relatif mudah dikelabuhi," kata Reza.
 
Lebih parah lagi, ketika anak-anak yang sudah menjadi korban tapi tidak tertangani dengan baik maka bukan tidak mungkin di kemudian hari mereka akan menjadi predator-predator baru.
 
Pemerintah bahkan masyarakat pun seperti kehabisan cara untuk menghalau kasus-kasus kejahatan anak yang sulit dibendung. Dalam kondisi seperti ini, LPAI pun memberi sejumlah masukan kepada pemerintah agar kasus kejahatan seksual tak kembali terulang.
 
"Barang kali terkesan agak vulgar, tapi semata demi kebaikan anak. Mari kita orang tua dan sekolah tentu saja dengan melibatkan otoritas kesehatan melakukan pemeriksaan secara kesinambungan tentang kondisi tubuh anak. Adakah jejak yang ditinggalkan predator di tubuh anak, mudah-mudahan bisa dipahami," ungkap Reza.
 
Sering kali, kata Indra, anak yang menjadi korban kejahatan seksual tak menyadari bahwa mereka sudah menjadi korban. Dengan pemeriksaan menyeluruh, orang tua maupun pemerintah diharapkan bisa mengetahui seberapa besar cedera yang dialami anak baik secara fisik, seksual, psikologis bahkan secara sosial.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan