Jakarta: Beberapa waktu lalu media sosial dihebohkan oleh maraknya telepon misterius dari luar negeri dengan kode tertentu. Belakangan diketahui telepon tersebut merupakan modus baru pencurian pulsa nomor kartu prabayar dan pascabayar.
Peneliti Lembaga Riset Keamanan Siber Cissrec Ibnu Dwi Cahyo mengatakan pelaku mencuri pulsa dengan modus melakukan panggilan tak terjawab (missed call) untuk membuat korban penasaran.
"Korban (yang penasaran) akan menelepon balik. Di situ dengan teknologi atau software khusus telepon balik korban akan menjadi premium. Pulsa pengguna kartu prabayar bisa langsung habis atau kalau pascabayar tagihan bulanannya bisa membengkak," ungkap Ibnu, melalui sambungan Skype, dalam Selamat Pagi Indonesia, Selasa, 3 April 2018.
Dari sejumlah kasus yang dikeluhkan masyarakat melalui media sosial diketahui nomor yang melakukan panggilan sebagian besar berasal dari wilayah Afrika.
Ibnu mengatakan, meskipun nomor panggilan berasal dari Afrika, pelaku bisa melakukan aksinya dari mana saja termasuk Indonesia.
"Salah satu cara menghindari kerugian jangan telepon balik. Untuk smartphone bisa menginstal aplikasi seperti true caller, aplikasi yang memang akan mengeblok nomor mencurigakan," katanya.
Salah satu alasan mengapa data pribadi kerap disalahgunakan oleh pelaku kejahatan, kata Ibnu, masyarakat Indonesia mudah memberikan nomor telepon kepada pihak ketiga.
Ibnu mencontohkan ketika seseorang hendak mengajukan tanda kepesertaan atau pembuatan kartu baru dalam berbagai layanan, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah mencantumkan nomor telepon pribadi.
Data nomor telepon pribadi itulah yang kemudian dikumpulkan oleh pihak tertentu dan diperjualbelikan melalui sistem online dan dark web yang tidak bisa diakses oleh internet biasa.
"Bahkan pada pertengahan 2017 seorang tersangka di Bogor, Jawa Barat, menjual lebih dari 2,7 juta data nasabah dari nomor telepon," kata Ibnu.
Ibnu menambahkan, sejak 2014-2017, di seluruh dunia kerugian akibat penyalahgunaan data pribadi sudah mencapai lebih dari US$2 miliar. Tak cuma di Indonesia, negara dengan sistem teknologi terbaik seperti Swedia dan Skandinavia pun bisa mengalami kejadian serupa.
"Karena nomor kita sudah beredar kemana-mana terutama nomor prabayar. Beli pulsa di konter juga nomornya kan tercatat dan bisa diperjualbelikan. Dengan teknologi tertentu semua nomor dari berbagai negara bisa diperjualbelikan," jelas dia.
Jakarta: Beberapa waktu lalu media sosial dihebohkan oleh maraknya telepon misterius dari luar negeri dengan kode tertentu. Belakangan diketahui telepon tersebut merupakan modus baru pencurian pulsa nomor kartu prabayar dan pascabayar.
Peneliti Lembaga Riset Keamanan Siber Cissrec Ibnu Dwi Cahyo mengatakan pelaku mencuri pulsa dengan modus melakukan panggilan tak terjawab (missed call) untuk membuat korban penasaran.
"Korban (yang penasaran) akan menelepon balik. Di situ dengan teknologi atau software khusus telepon balik korban akan menjadi premium. Pulsa pengguna kartu prabayar bisa langsung habis atau kalau pascabayar tagihan bulanannya bisa membengkak," ungkap Ibnu, melalui sambungan Skype, dalam
Selamat Pagi Indonesia, Selasa, 3 April 2018.
Dari sejumlah kasus yang dikeluhkan masyarakat melalui media sosial diketahui nomor yang melakukan panggilan sebagian besar berasal dari wilayah Afrika.
Ibnu mengatakan, meskipun nomor panggilan berasal dari Afrika, pelaku bisa melakukan aksinya dari mana saja termasuk Indonesia.
"Salah satu cara menghindari kerugian jangan telepon balik. Untuk smartphone bisa menginstal aplikasi seperti true caller, aplikasi yang memang akan mengeblok nomor mencurigakan," katanya.
Salah satu alasan mengapa data pribadi kerap disalahgunakan oleh pelaku kejahatan, kata Ibnu, masyarakat Indonesia mudah memberikan nomor telepon kepada pihak ketiga.
Ibnu mencontohkan ketika seseorang hendak mengajukan tanda kepesertaan atau pembuatan kartu baru dalam berbagai layanan, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah mencantumkan nomor telepon pribadi.
Data nomor telepon pribadi itulah yang kemudian dikumpulkan oleh pihak tertentu dan diperjualbelikan melalui sistem online dan dark web yang tidak bisa diakses oleh internet biasa.
"Bahkan pada pertengahan 2017 seorang tersangka di Bogor, Jawa Barat, menjual lebih dari 2,7 juta data nasabah dari nomor telepon," kata Ibnu.
Ibnu menambahkan, sejak 2014-2017, di seluruh dunia kerugian akibat penyalahgunaan data pribadi sudah mencapai lebih dari US$2 miliar. Tak cuma di Indonesia, negara dengan sistem teknologi terbaik seperti Swedia dan Skandinavia pun bisa mengalami kejadian serupa.
"Karena nomor kita sudah beredar kemana-mana terutama nomor prabayar. Beli pulsa di konter juga nomornya kan tercatat dan bisa diperjualbelikan. Dengan teknologi tertentu semua nomor dari berbagai negara bisa diperjualbelikan," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)