Kasubid Analisa dan Informasi Iklim BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menunjukan grafis penyebaran El Nino di Gedung BMKG, Jakarta,. (Foto:Antara/Fanny Kusumawardani)
Kasubid Analisa dan Informasi Iklim BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menunjukan grafis penyebaran El Nino di Gedung BMKG, Jakarta,. (Foto:Antara/Fanny Kusumawardani)

Luhut: Pemerintah Salah Prediksi Dampak El Nino

Ilham wibowo • 28 Oktober 2015 12:24
medcom.id, Jakarta: Pemerintah salah memprediksi dampak yang ditimbulkan El Nino. Hujan yang diprediksi turun bulan Septenber, ternyata di luar perkiraan. Fenomena alam El Nino yang terjadi saat ini lebih parah dari tahun 1997.
 
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengakui pemerintah salah prediksi dampak El Nino. Meski demikian, pemerintah tetap berusaha melakukan penanggulangan.
 
"El Nino yang sekarang lebih parah dari 1997. Repotnya, biasanya September sudah turun hujan, kali ini tidak. BMKG  bilang El Nino kali ini lebih parah, kami melakukan kesalahan prediksi," kata Luhut di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jalan Pramuka Raya, Jakarta Timur, Rabu (28/10/2015).
 
Meski demikian, Luhut membantah pemerintah terlambat melakukan penanganan bencana kabut asap yang melanda sebagian wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Ia menyebut, kemarau yang lebih panjang membuat titik api mudah meluas. "Pemerintah tidak terlambat. Kami lakukan penanganan secara terintegrasi," ujarnya.
 
Luhut menambahkan, kebakaran hutan dan lahan tak lepas dari budaya masyarakat lokal yang membuka lahan dengan cara membakar. "Di Kalimantan, ada rakyat yang bakar sendiri, itu seperti budaya. Body language mereka tidak merasa salah," katanya.
 
El Nino merupakan fenomena alam terkait dengan kenaikan suhu permukaan laut melebihi nilai rata-rata di Samudra Pasifik sekitar Ekuator, yaitu daerah sekitar Chili, Peru, dan Amerika Latin.
 
Peristiwa ini membawa dampak kekeringan panjang di beberapa daerah di Indonesia terutama Indonesia bagian Timur dan daerah-daerah yang terletak di Lintang Selatan, seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel, dan Papua bagian selatan. Andi dalam keterangan tertulisnya itu, menjelaskan bahwa El Nino berbeda dengan gelombang panas.
 
El Nino berdampak kekeringan yang memperpanjang waktu musim kemarau. Prakiraan lama waktu dampak bagi Indonesia berkisar 4-5 bulan. Hal ini dikarenakan dampak tersebut dinetralisir oleh musim hujan.
 
Sedangkan, gelombang panas terkait dengan fenomena cuaca yang diindikasikan oleh kenaikan suhu lokal secara signifikan dalam waktu singkat (3-7 hari).  Gelombang panas tidak melewati dan masuk ke wilayah indonesia yang beriklim tropis, gelombang panas biasanya terjadi di wilayah yang beriklim subtropis di atas lintang 10 derajat baik di utara dan selatan.
 
Karenanya, perlu dipahami bahwa El Nino bukan gelombang panas. Berbarengan dengan kemunculan El Nino ini, biasanya diikuti dengan mendingin suhu muka laut di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera bagian barat, Jawa bagian selatan, Sulawesi, dan Maluku bagian utara.
 
Selain berdampak pada proses pembentukan awan yang cukup sulit karena proses penguapan rendah, juga sering dirasakan embusan angin pun terasa lebih dingin. Namun di balik itu semua, klorofil di wilayah tersebut akan kondusif dan menjadikan potensi panen ikan juga lebih tinggi di wilayah-wilayah tersebut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan