Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (19/1). --Foto: Antara--
Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta (19/1). --Foto: Antara--

Soal Gafatar, Kejagung Dukung Penyempurnaan UU Terorisme

Githa Farahdina • 19 Januari 2016 22:31
medcom.id, Jakarta: Perkembangan aliran kepercayaan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Indonesia juga menjadi urusan Kejaksaan Agung. Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan, pihaknya tak bisa sendiri menangani ini.
 
Soal proses hukum, Prasetyo menilai UU No 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme belum menjangkau seluruh indikasi dan perbuatan terorisme. "Kami mengusulkan (UU Terorisme) bisa disempurnakan," kata Prasetyo dalam rapat kerja di Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).
 
Sementara Jamintel Adi Toegarisman menjelaskan, hanya ada satu Peraturan Perundang-undangan yang mengatur, yakni UU No 1 PNPS Tahun 1965. UU itu dianggap sudah uzur.

Munculnya Gafatar, sudah dimonitor Kejagung. Kejagung mengumpulkan data dari semua Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Namun, pada waktu itu, Gafatar tak menunjukkan tanda-tanda penyebaran aliran keagamaan. Kegiatannya hanya melakukan bakti sosial dan membersihkan lapangan.
 
"Kami tidak punya kewenangan (menindak)," kata Adi memperkuat penjelasan Prasetyo.
 
Kasus Yogyakarta Membuka Jalan
 
Banyaknya orang hilang, beberapa di antaranya di Yogyakarta yang diketahui mengikuti Gafatar membuat Kejagung membentuk Tim Pakem yang diketuai Jaksa Agung. Kementerian Dalam Negeri, Polri dan Forum Kerukunan Umat beragama dilibatkan dalam tim.
 
Hasil rapat mengarah pada adanya penyebaran aliran keagamaan oleh Gafatar. Tim Pakem pusat langsung memerintahkan Kejari dan Kejati memberi data riil soal Gafatar dan kegiatannya.
 
"Kabarnya sudah. Tim Pakem Pusat akan membahas itu. Kamis (21 Januari)," tambah dia.
 
Jika terbukti, Kejagung segera mengambil langkah berupa pelarangan terhadap Gafatar. Larangan akan ditandatangani Jaksa Agung, Mendagri dan Menag.
 
Namun, kesepakatan soal penyimpangan Gafatar pun nantinya akan dibawa ke Majelis Ulama Indonesia, sebelum benar-benar dilarang.
 
"Kalau sudah dilarang, sesuai UU yang hanya berisi empat pasal, presiden bisa membubarkan, pengurusnya bisa dipidana lima tahun, termasuk yang masih menyelenggrakan ketika sudah dilarang," terang dia.
 
Langkah Kejagung, tegas dia, sudah otentik. Meski begitu, Kejagung juga mengantisipasi kemungkinan argumentasi Gafatar menggunakan bendera demokrasi dan HAM.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan