medcom.id, Jakarta: Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan pertama kelahiran bayi merupakan tantangan tersendiri bagi ibu muda. Ibu berkarir bahkan harus memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan nutrisi penting ini. Butuh keterlibatan banyak pihak untuk bisa memuluskan jalan pemberian ASI eksklusif.
Pekan ASI Sedunia (PAS) tahun ini menekankan pada bagaimana indikator-indikator pemenuhan hak-hak anak itu. "Pemberian ASI eksklusif butuh kerja sama semua pihak," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, saat membuka acara PAS, di Gedung Kemenkes, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 3 Agustus 2017.
PAS tahun ini mengambil tema "Bekerja bersama untuk keberlangsungan pemberian ASI". Dengan tema ini pemerintah berharap semua stakeholder bekerja bersama menyosialisasikan pentingnya ASI bagi bayi.
Data terkini dari Kemenkes, tingkat Inisiasi Menyusui Dini (IMD)--indikator langkah awal pemberian ASI--masih belum memuaskan. "IMD baru dilaksanakan 51,8%. Kalau mengacu pada hasil pemantauan status gizi 2016, sebanyak 48,2% belum melakukannya," kata Hanung.
Angka pemberian ASI eksklusif sebagai lanjutan IMD juga belum memuaskan. Kemenkes mencatat indikator ASI eksklusif baru mencapai 54%. "Artinya, ada 46% ibu yang memberikan makanan lain selain ASI di rentang 0-6 bulan kelahiran bayi," kata dia.
Ekspansi susu formula
Untuk menggenjot indikator ini, Kemenkes menggencarkan penyuluhan di lingkungan tenaga kesehatan. "Karena hampir 80% persalinan dilakukan tenaga kesehatan," ujar Anung.
Namun, kata dia, tak semua tenaga kesehatan memahami betul program IMD dengan berbagai variannya. Apalagi dengan masifnya pengaruh produk-produk susu formula ke tenaga kesehatan.
Cara lain yang dilakukan Kemenkes adalah menggandeng perusahaan untuk menyiapkan ruang laktasi. Saat ini baru 64,8% perusahaan yang menyediakan ruang laktasi. Peran perusahaan, kata dia, sangat membantu para ibu untuk memberikan hak ASI terhadap anak. Mengingat, sebanyak 80% ibu menyusui bekerja di perusahaan.
"Ini bukan hanya karena perusahaan tidak punya kesempatan, tapi tidak ada dukungan dari pemilik perusahaan dan serikat pekerja," kata Anung.
Berikutnya, Kemenkes juga menyosialisasikan program ASI eksklusif kepada lingkungan terdekat, seperti suami dan komunitas-komunitas. "Suami merupakan faktor terpenting pemenuhan ASI terhadap bayi," ujarnya.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/9K5GBv3b" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan pertama kelahiran bayi merupakan tantangan tersendiri bagi ibu muda. Ibu berkarir bahkan harus memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan nutrisi penting ini. Butuh keterlibatan banyak pihak untuk bisa memuluskan jalan pemberian ASI eksklusif.
Pekan ASI Sedunia (PAS) tahun ini menekankan pada bagaimana indikator-indikator pemenuhan hak-hak anak itu. "Pemberian ASI eksklusif butuh kerja sama semua pihak," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, saat membuka acara PAS, di Gedung Kemenkes, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 3 Agustus 2017.
PAS tahun ini mengambil tema "Bekerja bersama untuk keberlangsungan pemberian ASI". Dengan tema ini pemerintah berharap semua stakeholder bekerja bersama menyosialisasikan pentingnya ASI bagi bayi.
Data terkini dari Kemenkes, tingkat Inisiasi Menyusui Dini (IMD)--indikator langkah awal pemberian ASI--masih belum memuaskan. "IMD baru dilaksanakan 51,8%. Kalau mengacu pada hasil pemantauan status gizi 2016, sebanyak 48,2% belum melakukannya," kata Hanung.
Angka pemberian ASI eksklusif sebagai lanjutan IMD juga belum memuaskan. Kemenkes mencatat indikator ASI eksklusif baru mencapai 54%. "Artinya, ada 46% ibu yang memberikan makanan lain selain ASI di rentang 0-6 bulan kelahiran bayi," kata dia.
Ekspansi susu formula
Untuk menggenjot indikator ini, Kemenkes menggencarkan penyuluhan di lingkungan tenaga kesehatan. "Karena hampir 80% persalinan dilakukan tenaga kesehatan," ujar Anung.
Namun, kata dia, tak semua tenaga kesehatan memahami betul program IMD dengan berbagai variannya. Apalagi dengan masifnya pengaruh produk-produk susu formula ke tenaga kesehatan.
Cara lain yang dilakukan Kemenkes adalah menggandeng perusahaan untuk menyiapkan ruang laktasi. Saat ini baru 64,8% perusahaan yang menyediakan ruang laktasi. Peran perusahaan, kata dia, sangat membantu para ibu untuk memberikan hak ASI terhadap anak. Mengingat, sebanyak 80% ibu menyusui bekerja di perusahaan.
"Ini bukan hanya karena perusahaan tidak punya kesempatan, tapi tidak ada dukungan dari pemilik perusahaan dan serikat pekerja," kata Anung.
Berikutnya, Kemenkes juga menyosialisasikan program ASI eksklusif kepada lingkungan terdekat, seperti suami dan komunitas-komunitas. "Suami merupakan faktor terpenting pemenuhan ASI terhadap bayi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UWA)