medcom.id, Jakarta: Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menegaskan pihaknya siap melindungi saksi kasus pembunuhan Angeline yang merasa terancam. Termasuk pengacara ibu kandung Angeline, Hamidah, Siti Sapura.
Siti atau kerap disapa Ipung adalah pengacara yang berasal dari lembaga pendamping hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar. Ipung mengaku mendapat ancaman setelah aktif mengungkap dugaan motif pembunuhan terhadap Angeline.
Ipung berencana mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. “Silakan jika ingin minta perlindungan, kita selalu terbuka,” kata Semendawai melalui keterangan tertulis, Kamis (18/6/2015.
Apalagi, lanjut Semendai, pada kasus Angeline kuat dugaan terjadi tindak pidana penganiayaan dan kekerasan seksual terhadap anak hingga menyebabkan kematian. Kasus seperti ini menjadi fokus LPSK.
Menurut dia, Pasal 5 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, disebutkan, setiap saksi dan korban berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
"Hak dimaksud diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana kasus tertentu sesuai keputusan LPSK." lanjut Semendawai.
Untuk itu, Semendawai mempersilakan perwakilan dari P2TP2A yang merasa keselamatannya terancam setelah mengungkap kasus Angeline untuk mengajukan permohonan ke LPSK.
"Lalu, LPSK akan memproses permohonan itu melalui rapat pimpinan. Jika diputuskan diterima, selanjutnya akan diketahui jenis perlindungan seperti apa yang akan diberikan. Dalam memutuskan nanti, ada hal-hal yang menjadi persyaratan LPSK,” ujar Semendawai.
Persyaratan dimaksud, kata Semendawai, seperti tertuang pada Pasal 28 UU No 31 Tahun 2014, antara lain sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban, serta rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.
“Kita mengimbau, jika ada saksi lain yang juga terancam keselamatannya, silakan melapor. Dengan demikian, para saksi bisa merasa aman dan nyaman memberikan keterangan, sehingga kasus meninggalnya Angeline ini bisa terungkap,” katanya.
Ipung, berdasarkan informasi yang didapat LPSK, mengaku merasa sangat terganggu dengan teror-teror itu. Dirinya diteror pria yang mengaku bernama Erwin. Dalam sehari, Siti bahkan bisa menerima 20 kali telepon.
Peneror kerap menanyakan alamat rumah dan mengaku dari Polda Bali. Pria itu juga selalu mengajaknya bertemu di rumah untuk membicarakan kasus Angeline.
medcom.id, Jakarta: Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menegaskan pihaknya siap melindungi saksi kasus pembunuhan Angeline yang merasa terancam. Termasuk pengacara ibu kandung Angeline, Hamidah, Siti Sapura.
Siti atau kerap disapa Ipung adalah pengacara yang berasal dari lembaga pendamping hukum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar. Ipung mengaku mendapat ancaman setelah aktif mengungkap dugaan motif pembunuhan terhadap Angeline.
Ipung berencana mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. “Silakan jika ingin minta perlindungan, kita selalu terbuka,” kata Semendawai melalui keterangan tertulis, Kamis (18/6/2015.
Apalagi, lanjut Semendai, pada kasus Angeline kuat dugaan terjadi tindak pidana penganiayaan dan kekerasan seksual terhadap anak hingga menyebabkan kematian. Kasus seperti ini menjadi fokus LPSK.
Menurut dia, Pasal 5 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, disebutkan, setiap saksi dan korban berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
"Hak dimaksud diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana kasus tertentu sesuai keputusan LPSK." lanjut Semendawai.
Untuk itu, Semendawai mempersilakan perwakilan dari P2TP2A yang merasa keselamatannya terancam setelah mengungkap kasus Angeline untuk mengajukan permohonan ke LPSK.
"Lalu, LPSK akan memproses permohonan itu melalui rapat pimpinan. Jika diputuskan diterima, selanjutnya akan diketahui jenis perlindungan seperti apa yang akan diberikan. Dalam memutuskan nanti, ada hal-hal yang menjadi persyaratan LPSK,” ujar Semendawai.
Persyaratan dimaksud, kata Semendawai, seperti tertuang pada Pasal 28 UU No 31 Tahun 2014, antara lain sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban, serta rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban.
“Kita mengimbau, jika ada saksi lain yang juga terancam keselamatannya, silakan melapor. Dengan demikian, para saksi bisa merasa aman dan nyaman memberikan keterangan, sehingga kasus meninggalnya Angeline ini bisa terungkap,” katanya.
Ipung, berdasarkan informasi yang didapat LPSK, mengaku merasa sangat terganggu dengan teror-teror itu. Dirinya diteror pria yang mengaku bernama Erwin. Dalam sehari, Siti bahkan bisa menerima 20 kali telepon.
Peneror kerap menanyakan alamat rumah dan mengaku dari Polda Bali. Pria itu juga selalu mengajaknya bertemu di rumah untuk membicarakan kasus Angeline.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)