Jakarta: Godrej Consumer Products Indonesia (GCPI) melalui brand HIT kembali melanjutkan gerakan “Merdeka dari DBD”. Dalam semangat memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Nyamuk Sedunia GCPI mengajak 20 ribu siswa SD menjadi Pahlawan DBD.
Merdeka dari DBD sendiri merupakan sebuah kampanye edukasi interaktif yang membekali siswa Sekolah Dasar dengan pengetahuan dan kebiasaan hidup bersih untuk mencegah penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD). Urgensi kampanye ini semakin tinggi, seiring dengan melonjaknya kasus DBD di Indonesia. Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 67.000 kasus di seluruh Indonesia.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus terbanyak, yaitu lebih dari 10.000 kasus. Jumlah ini mengingatkan bahwa ancaman DBD belum reda, dan pencegahan perlu dilakukan sejak dini.
Sejalan dengan visi keberlanjutan Good & Green, GCPI berkomitmen menghapus penyakit yang ditularkan melalui vektor. Di India, program EMBED telah berhasil melawan malaria; sementara di Indonesia, inisiatif ini fokus memberantas DBD.
“Kasus demam berdarah di Indonesia masih sangat tinggi. Yang memprihatinkan, angka kematian banyak terjadi pada anak usia 5–14 tahun. Pencegahan DBD harus dimulai dari kesadaran masyarakat, terutama anak-anak,” ujar Direktur Penyakit Menular, Kemenkes RI
Agustina Isturini dalam acara Merdeka DBD di SDN Pondok Bambu 02 Kamis, 21 Agustus 2025.
Ajak Siswa SD Jadi Pahlawan DBD Lewat Edukasi Interaktif
Melalui tokoh Super HITO, pahlawan pembasmi nyamuk, para siswa diajak belajar siklus hidup nyamuk, mengenali habitat berkembangbiaknya, dan mempraktikkan langkah pencegahan DBD seperti 3M Plus dan menjaga kebersihan rumah serta lingkungan.
Hari ini, kegiatan edukasi diikuti oleh 500 siswa dan 25 relawan, dengan target ambisius untuk menjangkau 50.000 siswa SD di seluruh Indonesia pada tahun 2027. Hingga kini, lebih dari 20.000 siswa telah mendapatkan edukasi ini.
“Kami sangat mengapresiasi inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD secara interaktif. Dengan melibatkan siswa SD, kita mencetak generasi yang peduli kesehatan lingkungan dan mampu menularkan kebiasaan hidup bersih ke keluarga serta masyarakat,” kata Plt. Kepala Seksi SD Sudin Pendidikan Wilayah 1 Kota Adm. Jakarta Timur, Riswan Desri.
Tak hanya pencegahan, edukasi juga menekankan pentingnya deteksi dini yang tepat waktu. Banyak orang tua ingin cepat memeriksa lab saat anak demam, namun dalam kasus DBD, waktu pengecekan menjadi sangat krusial.
“Di DBD, tanda bahaya justru muncul saat masuk fase kritis, sekitar 72 jam setelah demam mulai. Kalau lab dilakukan terlalu dini, hasilnya bisa kelihatan aman padahal bahayanya belum muncul. Kalau dicek terlalu cepat, risikonya adalah rasa aman palsu. Kemarin lab ‘bagus’, hari ini anak drop, tapi orang tua tenang karena percaya hasil kemarin. Maka, ingat 72 jam itu bukan 3 hari. Dan dalam DBD, timing bisa menyelamatkan nyawa” jelas dr. Miza Afrizal, p.A, Bmedsci.Mkes
Jakarta: Godrej Consumer Products Indonesia (GCPI) melalui brand HIT kembali melanjutkan gerakan “
Merdeka dari DBD”. Dalam semangat memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Nyamuk Sedunia GCPI mengajak 20 ribu siswa SD menjadi Pahlawan DBD.
Merdeka dari DBD sendiri merupakan sebuah kampanye edukasi interaktif yang membekali siswa Sekolah Dasar dengan pengetahuan dan kebiasaan hidup bersih untuk mencegah penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD). Urgensi kampanye ini semakin tinggi, seiring dengan melonjaknya kasus DBD di Indonesia. Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 67.000 kasus di seluruh Indonesia.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus terbanyak, yaitu lebih dari 10.000 kasus. Jumlah ini mengingatkan bahwa ancaman DBD belum reda, dan pencegahan perlu dilakukan sejak dini.
Sejalan dengan visi keberlanjutan Good & Green, GCPI berkomitmen menghapus penyakit yang ditularkan melalui vektor. Di India, program EMBED telah berhasil melawan malaria; sementara di Indonesia, inisiatif ini fokus memberantas DBD.
“Kasus demam berdarah di Indonesia masih sangat tinggi. Yang memprihatinkan, angka kematian banyak terjadi pada anak usia 5–14 tahun. Pencegahan DBD harus dimulai dari kesadaran masyarakat, terutama anak-anak,” ujar Direktur Penyakit Menular, Kemenkes RI
Agustina Isturini dalam acara Merdeka DBD di SDN Pondok Bambu 02 Kamis, 21 Agustus 2025.
Ajak Siswa SD Jadi Pahlawan DBD Lewat Edukasi Interaktif
Melalui tokoh Super HITO, pahlawan pembasmi nyamuk, para siswa diajak belajar siklus hidup nyamuk, mengenali habitat berkembangbiaknya, dan mempraktikkan langkah pencegahan DBD seperti 3M Plus dan menjaga kebersihan rumah serta lingkungan.
Hari ini, kegiatan edukasi diikuti oleh 500 siswa dan 25 relawan, dengan target ambisius untuk menjangkau
50.000 siswa SD di seluruh Indonesia pada tahun 2027. Hingga kini, lebih dari 20.000 siswa telah mendapatkan edukasi ini.
“Kami sangat mengapresiasi inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD secara interaktif. Dengan melibatkan siswa SD, kita mencetak generasi yang peduli kesehatan lingkungan dan mampu menularkan kebiasaan hidup bersih ke keluarga serta masyarakat,” kata Plt. Kepala Seksi SD Sudin Pendidikan Wilayah 1 Kota Adm. Jakarta Timur, Riswan Desri.
Tak hanya pencegahan, edukasi juga menekankan pentingnya deteksi dini yang tepat waktu. Banyak orang tua ingin cepat memeriksa lab saat anak demam, namun dalam kasus DBD, waktu pengecekan menjadi sangat krusial.
“Di DBD, tanda bahaya justru muncul saat masuk fase kritis, sekitar 72 jam setelah demam mulai. Kalau lab dilakukan terlalu dini, hasilnya bisa kelihatan aman padahal bahayanya belum muncul. Kalau dicek terlalu cepat, risikonya adalah rasa aman palsu. Kemarin lab ‘bagus’, hari ini anak drop, tapi orang tua tenang karena percaya hasil kemarin. Maka, ingat 72 jam itu bukan 3 hari. Dan dalam DBD, timing bisa menyelamatkan nyawa” jelas dr. Miza Afrizal, p.A, Bmedsci.Mkes
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(RUL)