medcom.id, Jakarta: Sensasi naik pesawat Hercules berbeda dengan naik pesawat komersil. Penumpang, terutama warga sipil akan merasakan ketegangan saat pesawat take off dan landing.
M. Dika Septapa, 25, salah seorang warga sipil berkesempatan naik pesawat berbadan besar itu. Mahasiswa Universitas Padjadjaran ini mendengar kencangnya deru empat baling-baling pesawat ini ketika berangkat untuk kegiatan Ekspedisi NKRI di Maluku pada 2014.
Dia bertolak dari Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat bersama anggota TNI dan Polri menuju Lanud D. Dumatubun, Maluku.
"Suasana tegang ketika naik Hercules itu saat take off dan landing. Saya tahu itu momen paling krusial bagi semua pesawat, tapi yang bikin tegang power mesin Hercules yang besar, hentakan ketika take off dan landing sangat terasa," kata Dika saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Jumat (3/7/2015).
Dika menuturkan pesawat angkut buatan Amerika ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan pesawat komersil seperti Boeing. Meski umurnya tua, pesawat Hercules sangat tangguh. Waktu tempuh sekitar 8,5 jam pun menjadi pengalaman sangat berharga.
"Ketika perjalanan melewati Laut Banda dari Ambon menuju Tual, pesawat dihadang badai. Sempat khawatir tapi ternyata pesawat ini memang tangguh, badai tak terasa telah tertembus," tutur mahasiswa Jurusan Sastra Inggris ini.
Pengalaman yang sama dirasakan peserta Ekspedisi NKRI, Roy Nico Alvonesa, 23. Mahasiswa Unpad Jurusan Ilmu Sejarah ini punya pengalaman menjajal alusista milik TNI AU dalam perjalanan menuju lokasi terpencil Indonesia.
"Pesawat berisi sekitar 100 orang. Di dalam pesawat kami bisa tiduran, duduk, maupun berdiri. Kebetulan waktu itu saya ada di belakang jadi dekat dengan jendela. Suasana cukup nyaman dan tidak terlalu padat, meski duduk di atas barang yang ditumpuk jadi kami bisa tiduran," tutur Roy.
Barang milik penumpang korban pesawat Hercules C 130 diletakkan di Lanud Soewondo Medan, Sumatera Utara, Jumat 3 Juli 2015. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
Roy tak menyangka pesawat yang pernah ia naiki jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, dan menewaskan 122 orang.
"Usut punya usut pesawat Hercules C-130 nomor A 1310 yang jatuh di Medan ternyata pernah kami tumpangi ketika transit dari Malang menuju Bandung," tuturnya.
Pesawat buatan pada 1964 itu jatuh sekitar pukul 11.48 WIB, atau dua menit setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Soewondo, Medan. Dugaan sementara penyebab kecelakaan itu, salah satu mesin pesawat rusak.
Dalam keadaan seperti itu, menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsma Dwi Badarmanto, sebenarnya pesawat masih bisa bermanuver. Fatal, pesawat menabrak tiga antena radio di sekitar Jalan Jamin Ginting. Andai tidak ada antena radio, Hercules mungkin selamat.
medcom.id, Jakarta: Sensasi naik pesawat Hercules berbeda dengan naik pesawat komersil. Penumpang, terutama warga sipil akan merasakan ketegangan saat pesawat
take off dan
landing.
M. Dika Septapa, 25, salah seorang warga sipil berkesempatan naik pesawat berbadan besar itu. Mahasiswa Universitas Padjadjaran ini mendengar kencangnya deru empat baling-baling pesawat ini ketika berangkat untuk kegiatan Ekspedisi NKRI di Maluku pada 2014.
Dia bertolak dari Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat bersama anggota TNI dan Polri menuju Lanud D. Dumatubun, Maluku.
"Suasana tegang ketika naik Hercules itu saat
take off dan
landing. Saya tahu itu momen paling krusial bagi semua pesawat, tapi yang bikin tegang power mesin Hercules yang besar, hentakan ketika
take off dan
landing sangat terasa," kata Dika saat berbincang dengan
Metrotvnews.com, Jumat (3/7/2015).
Dika menuturkan pesawat angkut buatan Amerika ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan pesawat komersil seperti Boeing. Meski umurnya tua, pesawat Hercules sangat tangguh. Waktu tempuh sekitar 8,5 jam pun menjadi pengalaman sangat berharga.
"Ketika perjalanan melewati Laut Banda dari Ambon menuju Tual, pesawat dihadang badai. Sempat khawatir tapi ternyata pesawat ini memang tangguh, badai tak terasa telah tertembus," tutur mahasiswa Jurusan Sastra Inggris ini.
Pengalaman yang sama dirasakan peserta Ekspedisi NKRI, Roy Nico Alvonesa, 23. Mahasiswa Unpad Jurusan Ilmu Sejarah ini punya pengalaman menjajal alusista milik TNI AU dalam perjalanan menuju lokasi terpencil Indonesia.
"Pesawat berisi sekitar 100 orang. Di dalam pesawat kami bisa tiduran, duduk, maupun berdiri. Kebetulan waktu itu saya ada di belakang jadi dekat dengan jendela. Suasana cukup nyaman dan tidak terlalu padat, meski duduk di atas barang yang ditumpuk jadi kami bisa tiduran," tutur Roy.
Barang milik penumpang korban pesawat Hercules C 130 diletakkan di Lanud Soewondo Medan, Sumatera Utara, Jumat 3 Juli 2015. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
Roy tak menyangka pesawat yang pernah ia naiki jatuh di Jalan Jamin Ginting, Medan, dan menewaskan 122 orang.
"Usut punya usut pesawat Hercules C-130 nomor A 1310 yang jatuh di Medan ternyata pernah kami tumpangi ketika transit dari Malang menuju Bandung," tuturnya.
Pesawat buatan pada 1964 itu jatuh sekitar pukul 11.48 WIB, atau dua menit setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Soewondo, Medan. Dugaan sementara penyebab kecelakaan itu, salah satu mesin pesawat rusak.
Dalam keadaan seperti itu, menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsma Dwi Badarmanto, sebenarnya pesawat masih bisa bermanuver. Fatal, pesawat menabrak tiga antena radio di sekitar Jalan Jamin Ginting. Andai tidak ada antena radio, Hercules mungkin selamat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)