Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho--Metrotvnews.com/Faisal Abdalla
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho--Metrotvnews.com/Faisal Abdalla

BNPB: Januari-Februari 2018 Diprediksi Jadi Puncak Musim Penghujan

Faisal Abdalla • 26 Oktober 2017 19:53
medcom.id, Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi musim penghujan tahun 2017-2018 berlangsung normal. Tak ada fenomena la nina maupun el nino yang bakal terjadi.
 
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan musim penghujan dimulai pada Oktober 2017 dan bakal memasuki puncaknya pada Januari-Februari 2018.
 
"Kalau dilihat dari zona musim, sekitar 38.3 persen masuk pada bulan Oktober dan 37.7 persen masuk bulan pada bulan November. Sifat hujannya normal, artinya puncak musim penghujan akan terjadi pada Januari-Februari," ujar Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis 26 Oktober 2017.

Baca: Jelang Musim Hujan, Ibu Kota Berbenah Pohon hingga Saluran
 
Meskipun tak ada pengaruh la nina maupun el nino pada musim penghujan tahun ini, Sutopo mengatakan pola hujan yang bakal terjadi berbeda dengan pola hujan-hujan yang terjadi 20-30 tahun lalu. Hujan saat ini turun dalam durasi yang relatif lebih singkat, namun volume air yang dijatuhkan tetap sama.
 
"Itulah yang menyebabkan sering kali terjadi hujan esktrim. Contoh di Belitung Timur, Juli kemarin volume air yang dijatuhkan 306 mm/hari. Volume itu biasanya dijatuhkan dalam 1 bulan, tapi sekarang dijatuhkan hanya dalam 1 hari," beber Sutopo.
 
Potensi Bencana
 
Pada kesempatan yang sama, Sutopo juga mengingatkan kepada semua pihak akan potensi terjadinya bencana hidrometeorologi. Seperti banjir, longsor, dan angin puting beliung memasuki musim penghujan. Potensi bencana hidrometeorologi tersebut akan meningkat semakin mendekati puncak musim penghujan.
 
Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masih menjadi tiga provinsi yang rawan banjir. Sutopo mengatakan buruknya drainase dan rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) jadi penyebab utama.
 
"Bencana banjir dan longsor yang terjadi dominan disebabkan ulah manusia sendiri. Lahan kritis di Indonesia semakin meluas. Upaya yang dilakukan untuk merehabilitasi selalu kalah cepat dengan faktor-faktor penyebab kerusakannya," jelas Sutopo.
 

 
Berdasarkan data dari BNPB, setiap tahun kawasan hutan maupun DAS mengalami degradasi seluas 750 ribu hektar. Sementara kemampuan pemerintah untuk merehabilitasi lahan kritis hanya 250 ribu hektar pertahun.
 
"Sehingga ada defisit. Itulah sebabnya ketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi selalu terjadi banjir dan longsor," tukas Sutopo.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan