Jakarta: Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia harus terus bebenah diri. Ada tiga hal yang perlu dipegang teguh oleh entitas akademik Islam ini.
"Pertama, pesantren harus mandiri secara politik," kata Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah (PP RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Ghaffar Rozin, di seminar 'Peta Jalan Islam Washatiyah untuk Islam Indonesia dan Dunia' di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin, 19 Agustus 2019.
Pria yang karib disapa Gus Rozin ini mengatakan kemandirian politik merupakan hal penting. Ini sebagai identitas pesantren untuk menentukan nasib politiknya. Jangan sampai, pesantren jadi komoditas politik karena tak punya kemandirian.
"Jangan jadi objek lima tahunan sekali," tegas Gus Rozin.
Kedua, kemandirian tradisi keilmuan. Gus Rozin meminta falsafah ilmu Islam atau sanad yang diwariskan secara turun temurun tetap dijaga.
(Baca juga: Pemerintah Siapkan Rp1 Triliun untuk BLK Pesantren)
Kearifan ilmu tradisional tak boleh pudar meski pendidikan sudah lebih modern. Sehingga, pesantren tetap mandiri dalam hal tradisi.
Ketiga, kemandirian ekonomi. Gus Rozin menyebut kemandirian ekonomi sebagai bekal yang tak kalah penting. Setiap pesantren harus bisa memulai dengan membuat badan hukum.
Hal ini pula yang mendorong PP RMI PBNU memberikan legalitas pada 200 pesantren di Karanganyar, Banten. Dia menyebut dengan modal badan hukum itu, pesantren mudah mengajukan permodalan. Misalnya, membuat koperasi dan hal lain yang menunjang kemandirian ekonomi.
"Kita enggak bisa berperan secara sempurna jika secara ekonomi, kita tak mandiri," kata dia.
Gus Rozin berharap ini bisa memicu pesantren lain mengajukan kepemilikan badan hukum.
Dia menambahkan dengan badan hukum, bantuan ke pesantren mudah disalurkan.
Namun, dia mengingatkan motivasi membuat badan legal tak cuma soal bantuan. "Memang pemerintah semakin besar memberikan perhatian pada pesantren. Tapi kemandirian internal itu jauh lebih baik," kata dia.
Jakarta: Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia harus terus bebenah diri. Ada tiga hal yang perlu dipegang teguh oleh entitas akademik Islam ini.
"Pertama, pesantren harus mandiri secara politik," kata Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah (PP RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Ghaffar Rozin, di seminar 'Peta Jalan Islam Washatiyah untuk Islam Indonesia dan Dunia' di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin, 19 Agustus 2019.
Pria yang karib disapa Gus Rozin ini mengatakan kemandirian politik merupakan hal penting. Ini sebagai identitas pesantren untuk menentukan nasib politiknya. Jangan sampai, pesantren jadi komoditas politik karena tak punya kemandirian.
"Jangan jadi objek lima tahunan sekali," tegas Gus Rozin.
Kedua, kemandirian tradisi keilmuan. Gus Rozin meminta falsafah ilmu Islam atau sanad yang diwariskan secara turun temurun tetap dijaga.
(Baca juga:
Pemerintah Siapkan Rp1 Triliun untuk BLK Pesantren)
Kearifan ilmu tradisional tak boleh pudar meski pendidikan sudah lebih modern. Sehingga, pesantren tetap mandiri dalam hal tradisi.
Ketiga, kemandirian ekonomi. Gus Rozin menyebut kemandirian ekonomi sebagai bekal yang tak kalah penting. Setiap pesantren harus bisa memulai dengan membuat badan hukum.
Hal ini pula yang mendorong PP RMI PBNU memberikan legalitas pada 200 pesantren di Karanganyar, Banten. Dia menyebut dengan modal badan hukum itu, pesantren mudah mengajukan permodalan. Misalnya, membuat koperasi dan hal lain yang menunjang kemandirian ekonomi.
"Kita enggak bisa berperan secara sempurna jika secara ekonomi, kita tak mandiri," kata dia.
Gus Rozin berharap ini bisa memicu pesantren lain mengajukan kepemilikan badan hukum.
Dia menambahkan dengan badan hukum, bantuan ke pesantren mudah disalurkan.
Namun, dia mengingatkan motivasi membuat badan legal tak cuma soal bantuan. "Memang pemerintah semakin besar memberikan perhatian pada pesantren. Tapi kemandirian internal itu jauh lebih baik," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)