Jakarta: Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan dan Demokrasi (AMMUK) menilai demokrasi Indonesia berada di ujung tandung. Laporan Freedom in The World 2019 dan indeks Demokrasi The Economist Intelligence Unit 2018 menilai demokrasi di Indonesia mengalami penurunan.
Dalam indeks Demokrasi The Economist Intelligence Unit 2018 Indonesia berada di peringkat 68. Nilai ini terjun bebas sebanyak dari peringkat 48 dan berada di bawah Timor Leste.
"Dari sisi peringkat 48 sekarang peringkatnya 68 turun 20, lebih buruk dari Timor Leste, negara yang berpisah dari Indonesia pasca reformasi ini ironi," kata Arif dalam konferensi pers di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu, 15 September 2019.
Sementara itu, perwakilan AMUKK lainnya Pratiwi Febri mengatakan indikator penurunan demokrasi ini dilihat dari empat aspek. Empat aspek itu, yakni perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, kebebasan, dan partisipasi sipil.
Karena itu, AMUKK melayangkan 12 tuntutan. Pertama mereka menuntut pemerintah agar mengembalikan kedaulatan demokrasi di tangan rakyat. Serta membuka selebar-lebarnya pintu-pintu partisipasi serta kebebasan sipil.
"Tingkatkan transparansi dan akuntabilitas kerja-kerja pemerintah dan DPR juga partai politik," Ucap Pratiwi.
Kedua, menuntut agar membangun demokrasi ekonomi rakyat berdaulat yang menjamin pemerataan, keadilan sosial, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ketiga menolak investasi yang berpotensi merusak lingkungan, melanggengkan perbudakan, merampas tanah-tanah rakyat, merusak budaya serta adat dan mengorbankan kepentingan rakyat.
"Keempat, perkuat agenda pemberantasan dan penindakan korupsi dengan menghentikan pembahasan revisi Undang-undang KPK dan membatalkan pengangkatan lima komisioner KPK RI 2019-2024 terpilih," kata Pratiwi.
Perbaikan reformasi TNI dan Polri menjadi tuntutan mereka kelima. Menolak keterlibatan TNI di ranah sipil, seperti masuk ke kementerian. Keenam, mengaudit dan menghentikan seluruh bisnis TNI dan Kepolisian.
Selanjutnya menuntut agar lima RUU segera disahkan. Yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat, RUU Konservasi Ekosistem dan Sumber Daya Alam, RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Tuntutan mereka kedelapan, mempercepat pembentukan pengadilan HAM ad hoc, untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan pembentukan pengadilan HAM untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa kini.
Sembilan, menolak perumusan undang-undang yang menjadi predator kehidupan rakyat dan lingkungan, serta membuka ruang partisipasi bagi keterlibatan masyarakat dengan mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM yang berkeadilan gender, berpihak pada korban dan potensial korban, serta non diskriminasi.
Kesepuluh, menuntut sistem perlindungan terhadap kelompok minoritas dan rentan yaitu agama dan kepercayaan minoritas, kelompok adat, disabilitas, perempuan dan anak, LGBTI, lansia, ras dan etnis minoritas. Kesebelas AMUKK meminta agar dijalankannya TAP MPR No IX/ Tahun 2001 tentang Reforma Agraria dan Sumber Daya Alam.
"Hapuskan dan batalkan pasal-pasal serta peraturan perundang-undangan yang menghambat kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, serta kemerdekaan mimbar akademik," pungkasnya.
Jakarta: Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan dan Demokrasi (AMMUK) menilai demokrasi Indonesia berada di ujung tandung. Laporan Freedom in The World 2019 dan indeks Demokrasi The Economist Intelligence Unit 2018 menilai demokrasi di Indonesia mengalami penurunan.
Dalam indeks Demokrasi The Economist Intelligence Unit 2018 Indonesia berada di peringkat 68. Nilai ini terjun bebas sebanyak dari peringkat 48 dan berada di bawah Timor Leste.
"Dari sisi peringkat 48 sekarang peringkatnya 68 turun 20, lebih buruk dari Timor Leste, negara yang berpisah dari Indonesia pasca reformasi ini ironi," kata Arif dalam konferensi pers di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu, 15 September 2019.
Sementara itu, perwakilan AMUKK lainnya Pratiwi Febri mengatakan indikator penurunan demokrasi ini dilihat dari empat aspek. Empat aspek itu, yakni perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, kebebasan, dan partisipasi sipil.
Karena itu, AMUKK melayangkan 12 tuntutan. Pertama mereka menuntut pemerintah agar mengembalikan kedaulatan demokrasi di tangan rakyat. Serta membuka selebar-lebarnya pintu-pintu partisipasi serta kebebasan sipil.
"Tingkatkan transparansi dan akuntabilitas kerja-kerja pemerintah dan DPR juga partai politik," Ucap Pratiwi.
Kedua, menuntut agar membangun demokrasi ekonomi rakyat berdaulat yang menjamin pemerataan, keadilan sosial, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Ketiga menolak investasi yang berpotensi merusak lingkungan, melanggengkan perbudakan, merampas tanah-tanah rakyat, merusak budaya serta adat dan mengorbankan kepentingan rakyat.
"Keempat, perkuat agenda pemberantasan dan penindakan korupsi dengan menghentikan pembahasan revisi Undang-undang KPK dan membatalkan pengangkatan lima komisioner KPK RI 2019-2024 terpilih," kata Pratiwi.
Perbaikan reformasi TNI dan Polri menjadi tuntutan mereka kelima. Menolak keterlibatan TNI di ranah sipil, seperti masuk ke kementerian. Keenam, mengaudit dan menghentikan seluruh bisnis TNI dan Kepolisian.
Selanjutnya menuntut agar lima RUU segera disahkan. Yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat, RUU Konservasi Ekosistem dan Sumber Daya Alam, RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Tuntutan mereka kedelapan, mempercepat pembentukan pengadilan HAM ad hoc, untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan pembentukan pengadilan HAM untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa kini.
Sembilan, menolak perumusan undang-undang yang menjadi predator kehidupan rakyat dan lingkungan, serta membuka ruang partisipasi bagi keterlibatan masyarakat dengan mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM yang berkeadilan gender, berpihak pada korban dan potensial korban, serta non diskriminasi.
Kesepuluh, menuntut sistem perlindungan terhadap kelompok minoritas dan rentan yaitu agama dan kepercayaan minoritas, kelompok adat, disabilitas, perempuan dan anak, LGBTI, lansia, ras dan etnis minoritas. Kesebelas AMUKK meminta agar dijalankannya TAP MPR No IX/ Tahun 2001 tentang Reforma Agraria dan Sumber Daya Alam.
"Hapuskan dan batalkan pasal-pasal serta peraturan perundang-undangan yang menghambat kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat dan berekspresi, serta kemerdekaan mimbar akademik," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)