medcom.id, Jakarta: Sistem pengupahan buruh yang selama ini diterapkan Pemerintah dan perusahaan dinilai salah kaprah. Pemerintah dan pengusahan diminta membedakan antara upah minimum dan upah layak.
Ketua Konferedasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid mengatakan, dari tahun ketahun buruh terus meneriakan hidup layak kenaikan upah minimum menjadi upah layak. Pada peringatan May Day, 1 Mei 2016 mereka akan kembali menyuarakan hal yang sama.
Menurutnya, Pemerintah seperti menutup kuping dengan aspirasi buruh. Berkali-kali menyuarakan hidup layak, para buruh belum juga merasakan perubahan.
"Sistem pengupahan yang diterapkan salah kaprah. Upah minimum dan upah layak harus dibedakan," kata Mudhofir dalam diskusi May Day dan Selusin paket Deregulasi, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/4/2016).
Ia menjelaskan, sebarusnya buruh yang sudah bekerja lebih dari satu tahun diberi upah layak, bukan minimum. Upah layak dapat dilihat dari lama bekerja, jumlah orang yang ditanggung, dan kemampuan.
"Kalau upah minimum diberikan pada buruh yang belum satu tahun. Sekarang terjadi, semua buruh diberikan upah minimum," kata Mudhofir.
Demo buruh. Foto: MI/Ramdani.
Ia mengharapkan, perusahaan besar memberikan upah layak. Namun, ia tak ingin perusahaan gulung tikar lantaran tuntutan buruh.
Direktur Intitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartari mengatakan, seharusnya ada tim independen untuk menentukan standar upah layak. Ia mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) harus lebih dulu melakukan survei sebelum standar upah layak ditentukan.
"Tapi surveinya harus benar. Jangan hanya sampel agar hasilnya bisa dijadikan patokan," kata Enny.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, dalam peringatan hari buruh tahun ini isu yang akan diangkat dalam may day adalah, pertama mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 di mana buruh menolak upah murah dan menaikkan upah minimal 2017 sebesar Rp650 ribu.
Kedua, stop kriminalisasi buruh dan stop PHK. Ketiga, menolak reklamasi Teluk Jakarta, menolak penggusuran, menolak RUU Tax Amnesty. Serta keempat, mendeklarasikan ormas buruh sebagai alat perjuangan politik kaum buruh ke depan.
medcom.id, Jakarta: Sistem pengupahan buruh yang selama ini diterapkan Pemerintah dan perusahaan dinilai salah kaprah. Pemerintah dan pengusahan diminta membedakan antara upah minimum dan upah layak.
Ketua Konferedasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid mengatakan, dari tahun ketahun buruh terus meneriakan hidup layak kenaikan upah minimum menjadi upah layak. Pada peringatan May Day, 1 Mei 2016 mereka akan kembali menyuarakan hal yang sama.
Menurutnya, Pemerintah seperti menutup kuping dengan aspirasi buruh. Berkali-kali menyuarakan hidup layak, para buruh belum juga merasakan perubahan.
"Sistem pengupahan yang diterapkan salah kaprah. Upah minimum dan upah layak harus dibedakan," kata Mudhofir dalam diskusi May Day dan Selusin paket Deregulasi, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/4/2016).
Ia menjelaskan, sebarusnya buruh yang sudah bekerja lebih dari satu tahun diberi upah layak, bukan minimum. Upah layak dapat dilihat dari lama bekerja, jumlah orang yang ditanggung, dan kemampuan.
"Kalau upah minimum diberikan pada buruh yang belum satu tahun. Sekarang terjadi, semua buruh diberikan upah minimum," kata Mudhofir.
Demo buruh. Foto: MI/Ramdani.
Ia mengharapkan, perusahaan besar memberikan upah layak. Namun, ia tak ingin perusahaan gulung tikar lantaran tuntutan buruh.
Direktur Intitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartari mengatakan, seharusnya ada tim independen untuk menentukan standar upah layak. Ia mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) harus lebih dulu melakukan survei sebelum standar upah layak ditentukan.
"Tapi surveinya harus benar. Jangan hanya sampel agar hasilnya bisa dijadikan patokan," kata Enny.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, dalam peringatan hari buruh tahun ini isu yang akan diangkat dalam may day adalah, pertama mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 di mana buruh menolak upah murah dan menaikkan upah minimal 2017 sebesar Rp650 ribu.
Kedua, stop kriminalisasi buruh dan stop PHK. Ketiga, menolak reklamasi Teluk Jakarta, menolak penggusuran, menolak RUU Tax Amnesty. Serta keempat, mendeklarasikan ormas buruh sebagai alat perjuangan politik kaum buruh ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)