medcom.id, Jakarta: Pelaksana tugas Kepala STIP Captain Arifin Soenardjo mengakui sekolah kecolongan dalam kasus penganiayaan senior ke junior yang menewaskan taruna tingkat satu Amirulloh Adityas Putra. STIP mengatakan, sejatinya kurikulum telah berjalan baik pasca-kejadian beberapa tahun lalu.
"Sudah dibangun rapih, kenapa sampai kecolongan? Ini yang akan kami perbaiki. Kemarin pak Weiku (Capt. Weku Frederik Karuntu), pak ketua, sudah dinonaktifkan. Biar lebih mudah penyelidikan," kata Arifin di STIP, Jalan Marunda Makmur, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (12/1/2016).
Investigasi internal dimulai hari ini dan bakal berlangsung dua hari. Mereka akan mengevaluasi tenaga pengawas, instruktur, dan kamera pengintai.
"Ini lah dua hari ini dievaluasi. Dibuat tim ini untuk mengetahui di mana kekurangannya. Investigasi semuanya," jelas Arifin.
Penganiayaan berujung maut di STIP bermula ketika seorang pelaku, SM, mengajak pelaku lain berkumpul dan merencanakan penganiayaan kepada junior. Pukul 22.00 WIB, Selasa 10 Januari, SM memanggil enam taruna tingkat satu berkumpul di lantai dua, kamar M-205, Gedung Dormitory ring empat, kampus STIP.
Satu per satu taruna tingkat satu datang ke lokasi yang sudah ditentukan. Di sana, SM, WH, I, dan AR memukuli korban secara bergantian dengan tangan kosong. Pukulan diarahkan ke perut, dada, dan ulu hati.
Amirulloh mendapat pukulan yang sama. Ia tiba-tiba ambruk setelah dipukul WH. Pelaku bersama beberapa orang yang menyaksikan peristiwa itu mengangkat Amirulloh ke tempat tidur di dekat lokasi pemukulan.
Melihat korban hanya diam, pelaku mulai panik lalu menghubungi senior tingkat empat. Mereka kemudian melaporkan kepada pembina dan petugas medis STIP. Nyawa Amirulloh tidak tertolong.
SM, WH, I, dan AR telah ditetapkan tersangka. Keempatnya diketahui memukuli Amiirulloh. Polisi juga menetapkan J sebagai tersangka pemukulan junior lainnya.
Kapolres Jakarta Utara Kombes Awal Chairuddin mengaku belum mendapatkan informasi cukup dari tersangka. Kondisi tersangka saat ini belum stabil.
medcom.id, Jakarta: Pelaksana tugas Kepala STIP Captain Arifin Soenardjo mengakui sekolah kecolongan dalam kasus penganiayaan senior ke junior yang menewaskan taruna tingkat satu Amirulloh Adityas Putra. STIP mengatakan, sejatinya kurikulum telah berjalan baik pasca-kejadian beberapa tahun lalu.
"Sudah dibangun rapih, kenapa sampai kecolongan? Ini yang akan kami perbaiki. Kemarin pak Weiku (Capt. Weku Frederik Karuntu), pak ketua, sudah dinonaktifkan. Biar lebih mudah penyelidikan," kata Arifin di STIP, Jalan Marunda Makmur, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (12/1/2016).
Investigasi internal dimulai hari ini dan bakal berlangsung dua hari. Mereka akan mengevaluasi tenaga pengawas, instruktur, dan kamera pengintai.
"Ini lah dua hari ini dievaluasi. Dibuat tim ini untuk mengetahui di mana kekurangannya. Investigasi semuanya," jelas Arifin.
Penganiayaan berujung maut di STIP bermula ketika seorang pelaku, SM, mengajak pelaku lain berkumpul dan merencanakan penganiayaan kepada junior. Pukul 22.00 WIB, Selasa 10 Januari, SM memanggil enam taruna tingkat satu berkumpul di lantai dua, kamar M-205, Gedung Dormitory ring empat, kampus STIP.
Satu per satu taruna tingkat satu datang ke lokasi yang sudah ditentukan. Di sana, SM, WH, I, dan AR memukuli korban secara bergantian dengan tangan kosong. Pukulan diarahkan ke perut, dada, dan ulu hati.
Amirulloh mendapat pukulan yang sama. Ia tiba-tiba ambruk setelah dipukul WH. Pelaku bersama beberapa orang yang menyaksikan peristiwa itu mengangkat Amirulloh ke tempat tidur di dekat lokasi pemukulan.
Melihat korban hanya diam, pelaku mulai panik lalu menghubungi senior tingkat empat. Mereka kemudian melaporkan kepada pembina dan petugas medis STIP. Nyawa Amirulloh tidak tertolong.
SM, WH, I, dan AR telah ditetapkan tersangka. Keempatnya diketahui memukuli Amiirulloh. Polisi juga menetapkan J sebagai tersangka pemukulan junior lainnya.
Kapolres Jakarta Utara Kombes Awal Chairuddin mengaku belum mendapatkan informasi cukup dari tersangka. Kondisi tersangka saat ini belum stabil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)