RSAL Mintohardjo. Foto: Google map.
RSAL Mintohardjo. Foto: Google map.

Terapi Hiperbarik Aman Jika Prosedur Ditaati

16 Maret 2016 11:33
medcom.id, Jakarta: Terapi hiperbarik atau oksigen bertekanan tinggi pada dasarnya aman. Keamanan terapi amat ditentukan peralatan dan operasional sesuai prosedur.
 
Menurut Kepala Program Studi Peminatan Kedokteran Penyelaman dan Hiperbarik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta Dr Mohammad Guritno Suryokusumo, semua peralatan medis memiliki risiko. Namun, risiko itu bisa diminimalkan.
 
"Bila dijalankan sesuai dengan aturan, standar keamanan dan standar operasional, risiko bisa dihilangkan," kata Guritno dihubungi di Jakarta, Rabu (16/3/2016), seperti ditulis Antara.

Purnawirawan bintang satu TNI Angkatan Laut itu mengatakan, standar keamanan perangkat dan operasional terapi hiperbarik sama di seluruh dunia. Setidaknya ada empat standar dunia yang digunakan. 
 
Pertama, mengacu pada National Fire Protection Association (NFPA). Regulasi tersebut mengatur standar pencegahan risiko kebakaran dan ledakan.
 
"NFPA salah satunya mengatur tentang kelistrikan. Misalnya harus arus searah di bawah 12 volt. Selain itu, regulasi tersebut juga mengatur bahan-bahan yang mudah terbakar dan meledak yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam kamar terapi," tutur Guritno.
 
Standar berikutnya adalah American Society of Mechanical Enginners (ASME) dan Pressure Vessel for Human Occupancy (PVHO). Standar ini mengatur tentang material-material yang digunakan dalam membangun kamar terapi hiperbarik atau "hiperbaric chamber".
 
Sedangkan dari sisi operasional, standar yang digunakan adalah European Committee of Hiperbaric Medicine (ECHM). Ini mengatur standar prosedur operasional terapi oksigen bertekanan tinggi.
 
"Di Indonesia, Ikatan Dokter Hiperbarik Indonesia (IDHI) baru ada sejak 2012. IDHI sudah mengusulkan aturan operasional terapi hiperbarik ke Kementerian Kesehatan dalam bentuk peraturan menteri. Saat ini peraturan itu masih ada di Biro Hukum," jelas Guritno.
 
Karena itu, Guritno berharap kejadian di Rumah Sakit Angkatan Laut dr Mintohardjo tidak membuat masyarakat takut dan enggan menjalani terapi hiperbarik. Apalagi, terapi tersebut sudah teruji secara invitro maupun klinis efektif dalam pengobatan berbagai penyakit.
 
"Seperti halnya pesawat terbang. Pesawat terbang itu adalah alat transportasi dengan standar keamanan yang paling tinggi. Bila standar keamanan dijalankan dengan baik, tentu tidak akan ada risiko sama sekali," kata Guritno.
 
Ledakan terjadi di ruang terapi hiperbarik RSAL Mintohardjo, Senin 14 Maret. Saat kejadian ada empat orang tengah menjalani terapi. Keempat pasien meninggal. Diduga, ledakan terjadi karena korsleting listrik.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan