medcom.id, Jakarta: Bank Indonesia (BI) menghitung transaksi berjalan Indonesia sepanjang 2014 akan mencapai US$25 miliar, lebih kecil dari defisit yang terjadi tahun kemarin: US$29 miliar. Karena defisit masih cukup besar, otomatis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS belum bisa menguat secara berkelanjutan.
"Kita mengharapan defisit transaksi berjalan bisa di kisaran US$25 miliar di 2014 dan itu sejalan dengan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah," kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo di hadapan Badan Anggaran DPR, Kamis (5/6/2014).
Transaksi berjalan adalah komponen pencatatan dalam Neraca Pembayaran Indonesia yang menggambarkan keseluruhan ekspor dan impor barang serta jasa Indonesia. Defisit terus terjadi sejak kuartal terakhir 2011. Artinya, menurut Agus, Indonesia lebih banyak membayar devisa ke luar daripada menerima devisa ke dalam. Ini kemudian mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Di kuartal kedua 2014, defisit transaksi berjalan diperkirakan melebar cukup jauh dibanding kuartal I-2014. Defisit di kuartal pertama besarnya US$4,2 miliar atau 2,06% dari PDB. Agus mengatakan, di kuartal II-2014 defisit bisa dua kali lipat kuartal I, tapi masih di bawah 4% dari PDB. Ini yang membuat nilai tukar rupiah di kuartal kedua tahun ini melemah.
"Kalau terjadi dua kali lipat, kita harapkan masih di bawah US$10 miliar yang terjadi tahun lalu," ungkap bekas Menteri Keuangan tersebut.
Tahun lalu, defisit transaksi berjalan kuartal II mencapai 4,4% dari PDB menjadikan investor asing takut menanamkan modalnya di Indonesia. Arus modal keluar kemudian membuat nilai tukar rupiah terpukul cukup dalam sejak Agustus 2013.
Seharusnya, tambah Agus, meski angka defisit transaksi berjalan kuartal II-2014 lebih besar, arus modal masuk tetap besar. Sebab, baik bank sentral maupun pemerintah sudah berkali-kali menekankan bahwa transaksi berjalan punya pola musiman yang melebar di kuartal II setiap tahun akibat membesarnya impor, repatriasi laba yang besar, dan jatuh temponya cicilan utang.
Berdasarkan analisis itu, bank sentral masih optimistis memberi perhitungan rupiah untuk kebutuhan penghitungan APBN dengan kisaran Rp11.600-11.800 per dolar AS meskipun hingga saat ini rupiah sudah bergerak di atas Rp11.800 per dolar AS. "(Rupiah yang lemah) itu kan hanya (pengaruh dari) situasi domestik dan sifatnya sementara," jelas Agus.
Agus masih berharap akan adanya penguatan kinerja ekspor pasca lancarnya pembahasan mengenai ekspor mineral mentah PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Selain itu, rencana pengurangan volume BBM bersubsidi juga bisa menekan jumlah impor hasil minyak Indonesia.
medcom.id, Jakarta: Bank Indonesia (BI) menghitung transaksi berjalan Indonesia sepanjang 2014 akan mencapai US$25 miliar, lebih kecil dari defisit yang terjadi tahun kemarin: US$29 miliar. Karena defisit masih cukup besar, otomatis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS belum bisa menguat secara berkelanjutan.
"Kita mengharapan defisit transaksi berjalan bisa di kisaran US$25 miliar di 2014 dan itu sejalan dengan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah," kata Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo di hadapan Badan Anggaran DPR, Kamis (5/6/2014).
Transaksi berjalan adalah komponen pencatatan dalam Neraca Pembayaran Indonesia yang menggambarkan keseluruhan ekspor dan impor barang serta jasa Indonesia. Defisit terus terjadi sejak kuartal terakhir 2011. Artinya, menurut Agus, Indonesia lebih banyak membayar devisa ke luar daripada menerima devisa ke dalam. Ini kemudian mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Di kuartal kedua 2014, defisit transaksi berjalan diperkirakan melebar cukup jauh dibanding kuartal I-2014. Defisit di kuartal pertama besarnya US$4,2 miliar atau 2,06% dari PDB. Agus mengatakan, di kuartal II-2014 defisit bisa dua kali lipat kuartal I, tapi masih di bawah 4% dari PDB. Ini yang membuat nilai tukar rupiah di kuartal kedua tahun ini melemah.
"Kalau terjadi dua kali lipat, kita harapkan masih di bawah US$10 miliar yang terjadi tahun lalu," ungkap bekas Menteri Keuangan tersebut.
Tahun lalu, defisit transaksi berjalan kuartal II mencapai 4,4% dari PDB menjadikan investor asing takut menanamkan modalnya di Indonesia. Arus modal keluar kemudian membuat nilai tukar rupiah terpukul cukup dalam sejak Agustus 2013.
Seharusnya, tambah Agus, meski angka defisit transaksi berjalan kuartal II-2014 lebih besar, arus modal masuk tetap besar. Sebab, baik bank sentral maupun pemerintah sudah berkali-kali menekankan bahwa transaksi berjalan punya pola musiman yang melebar di kuartal II setiap tahun akibat membesarnya impor, repatriasi laba yang besar, dan jatuh temponya cicilan utang.
Berdasarkan analisis itu, bank sentral masih optimistis memberi perhitungan rupiah untuk kebutuhan penghitungan APBN dengan kisaran Rp11.600-11.800 per dolar AS meskipun hingga saat ini rupiah sudah bergerak di atas Rp11.800 per dolar AS. "(Rupiah yang lemah) itu kan hanya (pengaruh dari) situasi domestik dan sifatnya sementara," jelas Agus.
Agus masih berharap akan adanya penguatan kinerja ekspor pasca lancarnya pembahasan mengenai ekspor mineral mentah PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Selain itu, rencana pengurangan volume BBM bersubsidi juga bisa menekan jumlah impor hasil minyak Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ICH)