Jakarta: Sebanyak 92,2% masyarakat mengeluhkan tulisan kandungan pemanis buatan dalam produk makanan dan minuman terlalu kecil. Informasi yang diperlukan konsumen itu diletakkan di posisi yang hampir tak terjangkau mata konsumen.
Hal ini ditemukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam survei di lapangan. Sebanyak 25 produk pangan kemasan berlabel pemanis buatan dan mudah ditemukan di masyarakat dijadikan sampel.
"Kendatipun konsumen yang disurvei pernah membaca penandaan terhadap adanya pemanis buatan pada label pangan, mereka menyimpulkan bahwa penandaan tersebut tidak efektif. Karena dinilai konsumen tulisan terlalu kecil," kata peneliti YLKI Natalya Kurniawati dalam konferensi pers di kantor YLKI, Jalan Pancoran Barat, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Oktober 2019.
Responden juga mengeluhkan tulisan tercetak samar-samar sebanyak 88,9 persen, tersembunyi (66,7 persen), tak ditandai secara khusus (57,8 persen), dan tidak terbaca 56,7 persen.
Konsumen juga mengkritisi tulisan tidak menarik perhatian sebanyak 37,8 persen, kalah bombastis dengan klaim produk (28,9 persen), penempatan info penting yang dianggap tidak penting (22,2 persen), tulisan terselip di lipatan kemasan (14,4 persen), dan terkesan tidak niat membuat penandaan (5,6 persen).
Natalya mengatakan aturan mengenai label pelabelan pangan olahan berpemanis buatan termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 33 tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Kemudian, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk
Pangan.
YLKI menyayangkan implementasi aturan pelabelan tersebut masih belum maksimal. Hal itu terlihat dari penandaan tertulis pada label yang kurang terlihat dan terkesan seadanya.
"Sehingga konsumen tidak menyadari bahwa produk pangan yang dikonsumsinya ternyata mengandung pemanis buatan dan ada aturan khusus untuk bijak dalam mengonsumsinya," ujar Natalya.
Responden menyarankan penandaan pemanis buatan pada label pangan diperbesar, dicetak tebal dengan warna yang mencolok serta diberikan kolom khusus. Kemudian, diletakkan pada bagian depan muka label kemasan pangan dan peringatan ditambahkan dengan gambar.
Sebanyak 90 orang responden dilibatkan dalam survei ini yang terdiri dari 30 orang Ibu hamil, 30 orang Ibu menyusui, dan 30 orang ibu yang mempunyai anak balita. Survei dilakukan di wilayah Jakarta Selatan dengan mendatangi PAUD, sekolah dasar (SD), dan pusat pelayanan
kesehatan.
Survei dilakukan pada bulan Maret-April 2019 dengan cara wawancara pada konsumen dengan panduan kuesioner.
Jakarta: Sebanyak 92,2% masyarakat mengeluhkan tulisan kandungan
pemanis buatan dalam produk makanan dan minuman terlalu kecil. Informasi yang diperlukan konsumen itu diletakkan di posisi yang hampir tak terjangkau mata konsumen.
Hal ini ditemukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam survei di lapangan. Sebanyak 25 produk pangan kemasan berlabel pemanis buatan dan mudah ditemukan di masyarakat dijadikan sampel.
"Kendatipun konsumen yang disurvei pernah membaca penandaan terhadap adanya pemanis buatan pada label pangan, mereka menyimpulkan bahwa penandaan tersebut tidak efektif. Karena dinilai konsumen tulisan terlalu kecil," kata peneliti YLKI Natalya Kurniawati dalam konferensi pers di kantor YLKI, Jalan Pancoran Barat, Jakarta Selatan, Jumat, 11 Oktober 2019.
Responden juga mengeluhkan tulisan tercetak samar-samar sebanyak 88,9 persen, tersembunyi (66,7 persen), tak ditandai secara khusus (57,8 persen), dan tidak terbaca 56,7 persen.
Konsumen juga mengkritisi tulisan tidak menarik perhatian sebanyak 37,8 persen, kalah bombastis dengan klaim produk (28,9 persen), penempatan info penting yang dianggap tidak penting (22,2 persen), tulisan terselip di lipatan kemasan (14,4 persen), dan terkesan tidak niat membuat penandaan (5,6 persen).
Natalya mengatakan aturan mengenai label pelabelan pangan olahan berpemanis buatan termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 33 tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Kemudian, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk
Pangan.
YLKI menyayangkan implementasi aturan pelabelan tersebut masih belum maksimal. Hal itu terlihat dari penandaan tertulis pada label yang kurang terlihat dan terkesan seadanya.
"Sehingga konsumen tidak menyadari bahwa produk pangan yang dikonsumsinya ternyata mengandung pemanis buatan dan ada aturan khusus untuk bijak dalam mengonsumsinya," ujar Natalya.
Responden menyarankan penandaan pemanis buatan pada label pangan diperbesar, dicetak tebal dengan warna yang mencolok serta diberikan kolom khusus. Kemudian, diletakkan pada bagian depan muka label kemasan pangan dan peringatan ditambahkan dengan gambar.
Sebanyak 90 orang responden dilibatkan dalam survei ini yang terdiri dari 30 orang Ibu hamil, 30 orang Ibu menyusui, dan 30 orang ibu yang mempunyai anak balita. Survei dilakukan di wilayah Jakarta Selatan dengan mendatangi PAUD, sekolah dasar (SD), dan pusat pelayanan
kesehatan.
Survei dilakukan pada bulan Maret-April 2019 dengan cara wawancara pada konsumen dengan panduan kuesioner.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(REN)