Jakarta: Rohaniwan Romo Franz Magnis Suseno menyebut referendum Papua tak mungkin terjadi. Kesimpulan itu berdasarkan perjanjian internasional yang mengikat.
"Meminta referendum, mengharapkan Papua merdeka adalah jalan buntu. Papua tak sama dengan Timor-Timor," kata dia dalam diskusi Papua dalam Dialog, Sabtu, 7 September 2019.
Menurutnya, dunia tidak akan mendukung dan Indonesia tak akan melepaskan Papua. Pasalnya, ada hukum tak tertulis secara internasional yang menyebutkan bahwa batas negara yang ditentukan saat masa kolonial tak boleh berubah. Tak hanya di Papua, tetapi di Mozambik dan Kenya pun demikian.
"Kenapa tidak boleh diubah karena batas ini ada kaitannya dengan budaya, suku, etnik. Begitu dibubarkan, jadi kacau balau," terang dia.
Ia mencontohkan beberapa negara yang mengalami referendum seperti India dengan Pakistan dan Sudan Selatan dengan Sudan. "Sudan Selatan sekarang bahkan sedang perang saudara."
Terkait kerusuhan Papua, Franz menganggap itu bentuk kekecewaan secara mendalam bagi orang Papua. Hampir 70 tahun Papua terintegrasi dengan Indonesia, namun masyarakat papua belum merasa sebagai orang Indonesia.
"Ini serius. Ini bukan masalah orang Papua, ini masalah pendekatan," kata dia.
Franz melihat bagaimana pembangunan infrastruktur giat dilakukan di Papua. Selian itu, sudah 12 kali Presiden mendatangi tanah Papua. Namun bukan itu keinginan utama masyarakat di sana.
"Masalah intinya adalah orang Papua merasa tetap tidak diakui sepenuhnya," simpul dia.
Ia juga berharap masalah pelanggaran HAM di Papua segera diurus oleh pemerintah dan pendekatan keamanan secara militer diminimalisasi.
Jakarta: Rohaniwan Romo Franz Magnis Suseno menyebut referendum Papua tak mungkin terjadi. Kesimpulan itu berdasarkan perjanjian internasional yang mengikat.
"Meminta referendum, mengharapkan Papua merdeka adalah jalan buntu. Papua tak sama dengan Timor-Timor," kata dia dalam diskusi Papua dalam Dialog, Sabtu, 7 September 2019.
Menurutnya, dunia tidak akan mendukung dan Indonesia tak akan melepaskan Papua. Pasalnya, ada hukum tak tertulis secara internasional yang menyebutkan bahwa batas negara yang ditentukan saat masa kolonial tak boleh berubah. Tak hanya di Papua, tetapi di Mozambik dan Kenya pun demikian.
"Kenapa tidak boleh diubah karena batas ini ada kaitannya dengan budaya, suku, etnik. Begitu dibubarkan, jadi kacau balau," terang dia.
Ia mencontohkan beberapa negara yang mengalami referendum seperti India dengan Pakistan dan Sudan Selatan dengan Sudan. "Sudan Selatan sekarang bahkan sedang perang saudara."
Terkait kerusuhan Papua, Franz menganggap itu bentuk kekecewaan secara mendalam bagi orang Papua. Hampir 70 tahun Papua terintegrasi dengan Indonesia, namun masyarakat papua belum merasa sebagai orang Indonesia.
"Ini serius. Ini bukan masalah orang Papua, ini masalah pendekatan," kata dia.
Franz melihat bagaimana pembangunan infrastruktur giat dilakukan di Papua. Selian itu, sudah 12 kali Presiden mendatangi tanah Papua. Namun bukan itu keinginan utama masyarakat di sana.
"Masalah intinya adalah orang Papua merasa tetap tidak diakui sepenuhnya," simpul dia.
Ia juga berharap masalah pelanggaran HAM di Papua segera diurus oleh pemerintah dan pendekatan keamanan secara militer diminimalisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)