Jakarta: Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Meutia Hatta Swasono tak setuju bila Kementerian PPPA dilebur. Sebab Indonesia sudah menyetujui perjanjian internasional terkait penghapusan diskriminasi yang saat ini dijalankan Kementerian PPPA.
"Saya bilang kita ada karena kita (Indonesia) sudah ratifikasi Convention Against Discrimination in Education (CaDiE) sejak 1984," terang dia dalam temu media di kantor KPPPA, Jumat, 23 Agustus 2019.
Dengan bergabungnya Indonesia dalam perjanjian tersebut, maka Indonesia harus melaksanakan prinsip yang didalamnya. Beberapa hal yang dibahas dalam perjanjian tersebut adalah kebijakan menghapus diskriminasi, menghapus perdagangan orang dan prostitusi, serta kewarganegaraan yang non-diskriminatif.
"Jadi tiap tahun selama saya menjadi menteri, saya datang ke New York bertemu para perempuan anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Menyampaikan apa yang masing-masing negara lakukan dalam urusan CaDiE," tambah menteri KPPPA periode 2004-2009 itu.
Menurutnya, Indonesia memiliki banyak urusan dalam hal memberdayakan perempuan sehingga Kementerian PPPA masih dibutuhkan untuk menjalankan itu semua. "Ini sangat tak masuk akal dan gegabah. Idenya konyol, tak masuk akal," tegas dia.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri KPPPA Bidang Penanggulangan Kemiskinan Titi Eko Rahayu menyebutkan kemungkinan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan dilebur ke Kementerian PPPA. Ia menyambut baik wacana tersebut.
"BKKBN akan bergabung dengan KPPPA. Ini bagus, khususnya untuk menangani fungsi pelayanan pada korban kekerasan perempuan dan anak," ujar dia pada kesempatan yang sama.
Jakarta: Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Meutia Hatta Swasono tak setuju bila Kementerian PPPA dilebur. Sebab Indonesia sudah menyetujui perjanjian internasional terkait penghapusan diskriminasi yang saat ini dijalankan Kementerian PPPA.
"Saya bilang kita ada karena kita (Indonesia) sudah ratifikasi Convention Against Discrimination in Education (CaDiE) sejak 1984," terang dia dalam temu media di kantor KPPPA, Jumat, 23 Agustus 2019.
Dengan bergabungnya Indonesia dalam perjanjian tersebut, maka Indonesia harus melaksanakan prinsip yang didalamnya. Beberapa hal yang dibahas dalam perjanjian tersebut adalah kebijakan menghapus diskriminasi, menghapus perdagangan orang dan prostitusi, serta kewarganegaraan yang non-diskriminatif.
"Jadi tiap tahun selama saya menjadi menteri, saya datang ke New York bertemu para perempuan anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Menyampaikan apa yang masing-masing negara lakukan dalam urusan CaDiE," tambah menteri KPPPA periode 2004-2009 itu.
Menurutnya, Indonesia memiliki banyak urusan dalam hal memberdayakan perempuan sehingga Kementerian PPPA masih dibutuhkan untuk menjalankan itu semua. "Ini sangat tak masuk akal dan gegabah. Idenya konyol, tak masuk akal," tegas dia.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri KPPPA Bidang Penanggulangan Kemiskinan Titi Eko Rahayu menyebutkan kemungkinan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan dilebur ke Kementerian PPPA. Ia menyambut baik wacana tersebut.
"BKKBN akan bergabung dengan KPPPA. Ini bagus, khususnya untuk menangani fungsi pelayanan pada korban kekerasan perempuan dan anak," ujar dia pada kesempatan yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)