Jakarta: Sistem informasi gempa dan peringatan dini tsunami di Indonesia dibangun sejak 2008. Berbagai kementerian/lembaga urun tangan dari hulu ke hilir meminimalkan korban jiwa dan kerugian materiel akibat bencana alam.
“Tugas di hulu menyediakan informasi tentang gempa dan peringatan dini tsunami,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam telekonferensi, Jumat, 14 Mei 2021.
Lembaga yang tergabung di hulu, yakni BMKG sebagai koordinator dan penyedia informasi. Kemudian, Badan Geologi dan Badan Informasi Geospasial.
Baca: Gempa Nias Barat Disebut Bencana Tunggal
Dalam waktu dekat, kedua lembaga akan terintegrasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menambah sensor pendeteksi di laut. Dukungan BPPT memperkuat deteksi gempa dan potensi tsunami.
Sementara itu, sistem di hilir dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Anggotanya terdiri atas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI-Polri, Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hingga media massa.
Sejumlah kementerian seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Sosial (Kemensos) juga tergabung. Termasuk, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membawahi BPBD.
“Tugas hilir menyebarluaskan informasi dari hulu agar benar-benar sampai di individu masyarakat,” tutur Dwikorita.
Instansi di hilir juga berperan melaporkan korban jiwa dan kerusakan bangunan. Kerja sama hulu dan hilir itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.
Jakarta: Sistem informasi gempa dan peringatan dini tsunami di Indonesia dibangun sejak 2008. Berbagai kementerian/lembaga urun tangan dari hulu ke hilir meminimalkan korban jiwa dan kerugian materiel akibat
bencana alam.
“Tugas di hulu menyediakan informasi tentang gempa dan peringatan dini tsunami,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
BMKG) Dwikorita Karnawati dalam telekonferensi, Jumat, 14 Mei 2021.
Lembaga yang tergabung di hulu, yakni BMKG sebagai koordinator dan penyedia informasi. Kemudian, Badan Geologi dan Badan Informasi Geospasial.
Baca:
Gempa Nias Barat Disebut Bencana Tunggal
Dalam waktu dekat, kedua lembaga akan terintegrasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menambah sensor pendeteksi di laut. Dukungan BPPT memperkuat deteksi gempa dan potensi tsunami.
Sementara itu, sistem di hilir dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Anggotanya terdiri atas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI-Polri, Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hingga media massa.
Sejumlah kementerian seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Sosial (Kemensos) juga tergabung. Termasuk, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membawahi BPBD.
“Tugas hilir menyebarluaskan informasi dari hulu agar benar-benar sampai di individu masyarakat,” tutur Dwikorita.
Instansi di hilir juga berperan melaporkan korban jiwa dan kerusakan bangunan. Kerja sama hulu dan hilir itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)