medcom.id, Jakarta: Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim berharap Gerakan Basmi Tikus (GBT) tidak akan dilakukan secara berkelanjutan. Jika dilakukan terus menerus akan berdampak pada ekosistem.
"Kami berharap ini upaya penanganan saja. Kalau sudah terkendali tikusnya tentu harus dihentikan," kata Ali kepada Metrotvnews.com, di Kantor Dinas Kebersihan, Cililitan, Jakarta Timur, Kamis (20/10/2016).
Meski tikus bisa membawa penyakit berbahaya, tapi tikus juga memiliki manfaat dalam rantai makanan. "Jangan sampai manfaat tikus hilang gara-gara pembasmian ini. Nanti ekosistemnya terganggu," tutur dia.
Menurut Ali, jumlah tikus di Jakarta kian membludak. Kondisi ini tidak terlepas dari kebiasaan warga membuang sampah sembarang. Sampah yang dibuang sembarangan kerap mengundang tikus-tikus dan binatang lainnya.
"Membuang sampah sembarangan itu sama saja dengan memberi makan tikus. Itu yang harus diketahui warga," pungkasnya.
(Baca juga: Ahok: Gerakan Basmi Tikus Dilakukan Hanya Sekali)
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama meminta gerakan basmi tikus (GBT) oleh Dinas Kebersihan dilakukan sekali saja. Ahok khawatir, tikus dibudidaya lantaran warga diimingi imbalan Rp20 ribu per ekor.
"Kalau itu dilakukan pun hanya sekali. Kalau terus menerus nanti orang (justru) beranakin tikus. Malah jualan tikus nanti," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (18/10).
Sementara itu, Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI, Widyastuti menuturkan, Leptosirosis atau kencing tikus menjadi penyakit tikus yang paling banyak di Jakarta. Namun, jumlah kasusnya terus berubah.
"Kalau penyakit pes enggak ada di Jakarta. Di sini, hanya ada Leptosirosis," kata Widyastuti di Kantor Dinas Kesehatan, Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2016).
(Baca juga: Dinas Kebersihan Minta Pemusnahan Tikus dengan Cara Fumigasi)
Tahun 2016, kasus penderita Leptosirosis di Jakarta ada 40 kasus. Sementara di tahun 2015 hanya 25 kasus dan tahun 2014 sebanyak 96 kasus.
"Dari 2014 hingga 2016, daerah yang paling banyak penderita Leptosirosis ada di Jakarta Barat," ungkap dia.
Sebab, lanjut Widyastuti, Jakarta Barat merupakan daerah rawan banjir. Penyebaran penyakit kencing tikus mudah tersebar melalui kontak kulit dan makanan yang tercemar.
(Baca juga: Cara Menangkal Penyakit Kencing Tikus)
medcom.id, Jakarta: Wakil Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim berharap Gerakan Basmi Tikus (GBT) tidak akan dilakukan secara berkelanjutan. Jika dilakukan terus menerus akan berdampak pada ekosistem.
"Kami berharap ini upaya penanganan saja. Kalau sudah terkendali tikusnya tentu harus dihentikan," kata Ali kepada Metrotvnews.com, di Kantor Dinas Kebersihan, Cililitan, Jakarta Timur, Kamis (20/10/2016).
Meski tikus bisa membawa penyakit berbahaya, tapi tikus juga memiliki manfaat dalam rantai makanan. "Jangan sampai manfaat tikus hilang gara-gara pembasmian ini. Nanti ekosistemnya terganggu," tutur dia.
Menurut Ali, jumlah tikus di Jakarta kian membludak. Kondisi ini tidak terlepas dari kebiasaan warga membuang sampah sembarang. Sampah yang dibuang sembarangan kerap mengundang tikus-tikus dan binatang lainnya.
"Membuang sampah sembarangan itu sama saja dengan memberi makan tikus. Itu yang harus diketahui warga," pungkasnya.
(Baca juga:
Ahok: Gerakan Basmi Tikus Dilakukan Hanya Sekali)
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama meminta gerakan basmi tikus (GBT) oleh Dinas Kebersihan dilakukan sekali saja. Ahok khawatir, tikus dibudidaya lantaran warga diimingi imbalan Rp20 ribu per ekor.
"Kalau itu dilakukan pun hanya sekali. Kalau terus menerus nanti orang (justru) beranakin tikus. Malah jualan tikus nanti," kata Ahok di Balai Kota, Rabu (18/10).
Sementara itu, Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DKI, Widyastuti menuturkan, Leptosirosis atau kencing tikus menjadi penyakit tikus yang paling banyak di Jakarta. Namun, jumlah kasusnya terus berubah.
"Kalau penyakit pes enggak ada di Jakarta. Di sini, hanya ada Leptosirosis," kata Widyastuti di Kantor Dinas Kesehatan, Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2016).
(Baca juga:
Dinas Kebersihan Minta Pemusnahan Tikus dengan Cara Fumigasi)
Tahun 2016, kasus penderita Leptosirosis di Jakarta ada 40 kasus. Sementara di tahun 2015 hanya 25 kasus dan tahun 2014 sebanyak 96 kasus.
"Dari 2014 hingga 2016, daerah yang paling banyak penderita Leptosirosis ada di Jakarta Barat," ungkap dia.
Sebab, lanjut Widyastuti, Jakarta Barat merupakan daerah rawan banjir. Penyebaran penyakit kencing tikus mudah tersebar melalui kontak kulit dan makanan yang tercemar.
(Baca juga:
Cara Menangkal Penyakit Kencing Tikus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)