medcom.id, Jakarta: Perekaman data Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) di 1.500 Kecamatan terkendala. Hal ini disebabkan alat rekam data penduduk tak berfungsi mencapai 25 persen dari total 6.000 kecamatan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh menyebut dari total 6 ribu kecamatan, ada 25% yang alat rekamnya rusak. "Kerusakan kita itu sekitar 20 sampai 25 persen," ujar Zudan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, Kota Bandung, Kamis 31 Agustus 2017.
Seperti yang dilansir Antara, Zudan menyebut ada dua faktor yang membuat alat rekam rusak. Pertama yakni human error atau kesalahan manusia dan faktor teknis. Misalnya tersambar petir atau konsleting.
Usia alat rekam juga tak lebih dari lima tahun, sehingga petugas harus mengganti jika masuk masa kadaluarsa. Jika dipaksakan, maka alat tak akan berfungsi dengan baik dan berpotensi rusak. Perawatan alat juga menjadi faktor penting.
"Di Papua banyak yang putus-putus karena digigit tikus," kata dia.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sudah mengajukan pengadaan alat rekam KTP-el ke Kementerian Keuangan. Namun hingga saat ini belum ada aliran dana dari Kemenkeu dengan berdalih keterbatasan anggaran negara.
Ada 900 Kecamatan yang masuk daftar ganti alat rekam yang sudah diajukan tapi belum disetujui. Padahal Pilkada, Pileg dan Pilpres yang bakal dilaksanakan di 2018 dan 2019 semakin dekat.
Masalah semakin pelik lantaran ada Kecamatan yang baru mekar dan tidak punya mesin rekam. Menyiasati hal ini, masyarakat diminta aktif mendatangi kecamatan induk dengan fasilitas perekaman data.
"Kecamatan mekar terus, kalau mekar harus disiapkan alat. Nah kecamatan yang mekar alatnya enggak ada. Jadi harus merekam ke kecamatan induknya," pungkasnya.  
  
  
    medcom.id, Jakarta: Perekaman data Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) di 1.500 Kecamatan terkendala. Hal ini disebabkan alat rekam data penduduk tak berfungsi mencapai 25 persen dari total 6.000 kecamatan. 
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh menyebut dari total 6 ribu kecamatan, ada 25% yang alat rekamnya rusak. "Kerusakan kita itu sekitar 20 sampai 25 persen," ujar Zudan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, Kota Bandung, Kamis 31 Agustus 2017. 
Seperti yang dilansir 
Antara, Zudan menyebut ada dua faktor yang membuat alat rekam rusak. Pertama yakni 
human error atau kesalahan manusia dan faktor teknis. Misalnya tersambar petir atau konsleting.
Usia alat rekam juga tak lebih dari lima tahun, sehingga petugas harus mengganti jika masuk masa kadaluarsa. Jika dipaksakan, maka alat tak akan berfungsi dengan baik dan berpotensi rusak. Perawatan alat juga menjadi faktor penting. 
"Di Papua banyak yang putus-putus karena digigit tikus," kata dia. 
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil sudah mengajukan pengadaan alat rekam KTP-el ke Kementerian Keuangan. Namun hingga saat ini belum ada aliran dana dari Kemenkeu dengan berdalih keterbatasan anggaran negara. 
Ada 900 Kecamatan yang masuk daftar ganti alat rekam yang sudah diajukan tapi belum disetujui. Padahal Pilkada, Pileg dan Pilpres yang bakal dilaksanakan di 2018 dan 2019 semakin dekat. 
Masalah semakin pelik lantaran ada Kecamatan yang baru mekar dan tidak punya mesin rekam. Menyiasati hal ini, masyarakat diminta aktif mendatangi kecamatan induk dengan fasilitas perekaman data. 
"Kecamatan mekar terus, kalau mekar harus disiapkan alat. Nah kecamatan yang mekar alatnya enggak ada. Jadi harus merekam ke kecamatan induknya," pungkasnya. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di 
            
                
                
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(SUR)