Jakarta: Pemangku kepentingan di Asia Tenggara sepakat mempercepat transisi sistem telur bebas sangkar untuk menciptakan model bisnis yang lebih etis dan resilien. Langkah ini diambil karena sistem kandang konvensional dinilai tidak lagi mampu memenuhi standar keberlanjutan dan tuntutan konsumen modern di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Kepala Tim Pelaksana Kesejahteraan Hewan Kementerian Pertanian, Septa Walyani, menekankan perlunya pendekatan terpadu terhadap kesejahteraan hewan serta pentingnya konsep 'One Health'.
"Kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait dan harus ditingkatkan bersama untuk membangun sistem pangan yang etis, aman, dan berkelanjutan," kata Septa Walyani dalam acara White Paper Launch 2025 yang diselenggarakan oleh Act for Farmed Animals.
Event itu juga menjadi moment peluncuran laporan 'Telur Bebas Sangkar: Transisi Global Menuju Model Bisnis yang Lebih Etis dan Resilien,' yang dikembangkan Program Kesejahteraan Hewan dan Penelitian Sinergia Animal International.
Menurut laporan tersebut, ayam yang dipelihara dalam kandang sangkar kehilangan kemampuan untuk melakukan perilaku alamiahnya, menyebabkan tingginya tingkat stres.
Dalam dialog itu para peserta mendorong transisi menuju sistem bebas sangkar. Pergeseran global menuju produksi pangan yang lebih berkelanjutan ini juga didorong oleh permintaan konsumen akan transparansi dan standar kesejahteraan hewan yang lebih tinggi, sehingga langkah menuju telur bebas sangkar sejalan dengan trend ini.
"Sebagian besar ayam petelur dipelihara dalam sangkar sempit. Riset ilmiah menunjukkan bahwa transisi ke sistem bebas sangkar dapat mencegah penderitaan ayam," kata Direktur Program Kesejahteraan dan Penelitian Hewan, Fernanda Vieira.
Global Program Director dari badan sertifikasi internasional, Humane Farm Animal Care, Luiz Mazzon, menjelaskan peran penting sertifikasi dalam transisi menuju peternakan bebas sangkar.
"Sertifikasi tidak cukup. Produsen harus berkomitmen pada perbaikan manajemen peternakan yang berkelanjutan dan mendedikasikan waktu untuk mengedukasi konsumen serta pemangku kepentingan lain dalam ekosistem," katanya.
Pemimpin Proyek White Paper Sinergia Animal, Aisah Nurul Fitri mengatakan, laporan 'Telur Bebas Sangkar' untuk mendorong perusahaan mengadopsi sistem bebas sangkar.
"Kami berharap pihak-pihak penting dari berbagai sektor mewujudkan masa depan bebas sangkar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Karena perubahan sudah terjadi dan pasar sudah bergerak ke arah sana," kata Aisah.
Direktur Program Advokasi Kesejahteraan Hewan yang Diternakkan dari Animal Friends Jogja, Elly Mangunsong mengatakan, masa depan bebas sangkar akan mungkin terwujud dengan kolaborasi kuat di antara semua pemangku kepentingan.
Menurutnya pergeseran itu menawarkan manfaat yang signifikan, tidak hanya untuk kesejahteraan hewan dan kesehatan manusia, tetapi juga untuk keberlanjutan planet, mendorong transformasi penting dalam sistem produksi pangan di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
"Cepat atau lambat, penggunaan sangkar pasti akan berakhir. Dengan komitmen dan kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat memastikan masa depan yang lebih adil bagi hewan lebih aman bagi semua," kata Elly.
Jakarta: Pemangku kepentingan di Asia Tenggara sepakat mempercepat transisi sistem telur bebas sangkar untuk menciptakan model bisnis yang lebih etis dan resilien. Langkah ini diambil karena sistem kandang konvensional dinilai tidak lagi mampu memenuhi standar keberlanjutan dan tuntutan konsumen modern di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Kepala Tim Pelaksana Kesejahteraan Hewan Kementerian Pertanian, Septa Walyani, menekankan perlunya pendekatan terpadu terhadap kesejahteraan hewan serta pentingnya konsep 'One Health'.
"Kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait dan harus ditingkatkan bersama untuk membangun sistem pangan yang etis, aman, dan berkelanjutan," kata Septa Walyani dalam acara White Paper Launch 2025 yang diselenggarakan oleh Act for Farmed Animals.
Event itu juga menjadi moment peluncuran laporan 'Telur Bebas Sangkar: Transisi Global Menuju Model Bisnis yang Lebih Etis dan Resilien,' yang dikembangkan Program Kesejahteraan Hewan dan Penelitian Sinergia Animal International.
Menurut laporan tersebut, ayam yang dipelihara dalam kandang sangkar kehilangan kemampuan untuk melakukan perilaku alamiahnya, menyebabkan tingginya tingkat stres.
Dalam dialog itu para peserta mendorong transisi menuju sistem bebas sangkar. Pergeseran global menuju produksi pangan yang lebih berkelanjutan ini juga didorong oleh permintaan konsumen akan transparansi dan standar kesejahteraan hewan yang lebih tinggi, sehingga langkah menuju telur bebas sangkar sejalan dengan trend ini.
"Sebagian besar ayam petelur dipelihara dalam sangkar sempit. Riset ilmiah menunjukkan bahwa transisi ke sistem bebas sangkar dapat mencegah penderitaan ayam," kata Direktur Program Kesejahteraan dan Penelitian Hewan, Fernanda Vieira.
Global Program Director dari badan sertifikasi internasional, Humane Farm Animal Care, Luiz Mazzon, menjelaskan peran penting sertifikasi dalam transisi menuju peternakan bebas sangkar.
"Sertifikasi tidak cukup. Produsen harus berkomitmen pada perbaikan manajemen peternakan yang berkelanjutan dan mendedikasikan waktu untuk mengedukasi konsumen serta pemangku kepentingan lain dalam ekosistem," katanya.
Pemimpin Proyek White Paper Sinergia Animal, Aisah Nurul Fitri mengatakan, laporan 'Telur Bebas Sangkar' untuk mendorong perusahaan mengadopsi sistem bebas sangkar.
"Kami berharap pihak-pihak penting dari berbagai sektor mewujudkan masa depan bebas sangkar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Karena perubahan sudah terjadi dan pasar sudah bergerak ke arah sana," kata Aisah.
Direktur Program Advokasi Kesejahteraan Hewan yang Diternakkan dari Animal Friends Jogja, Elly Mangunsong mengatakan, masa depan bebas sangkar akan mungkin terwujud dengan kolaborasi kuat di antara semua pemangku kepentingan.
Menurutnya pergeseran itu menawarkan manfaat yang signifikan, tidak hanya untuk kesejahteraan hewan dan kesehatan manusia, tetapi juga untuk keberlanjutan planet, mendorong transformasi penting dalam sistem produksi pangan di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
"Cepat atau lambat, penggunaan sangkar pasti akan berakhir. Dengan komitmen dan kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, kita dapat memastikan masa depan yang lebih adil bagi hewan lebih aman bagi semua," kata Elly.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)