Jakarta: Psikolog Anak Elizabeth Santoso menyebut peristiwa tawuran yang dilakukan oleh belasan siswa sekolah dasar di Purwakarta, Jawa Barat, merupakan fenomena agresi yang tidak wajar. Sebab pada umumnya aksi tawuran dilakukan oleh anak-anak usia sekolah menengah pertama atau menengah atas.
"Kalau SMP atau SMA (pemicunya) ada perubahan hormonal. Ini membingungkan sebab anak SD harusnya masih fokus bermain ketika mereka melakukan agresi semacam ini disebutnya tidak wajar," ujarnya, dalam Metro Pagi Primetime, Senin, 23 April 2018.
Elizabeth mengatakan ada banyak asumsi berdasarkan teori dalam psikologi yang memicu anak-anak usia sekolah dasar melakukan agresi yang tak wajar.
Asumsi pertama adalah ketiadaan figur positif di lingkungan mereka. Asumsi kedua adanya ketua geng dalam kelompok yang menghasut anak-anak tersebut untuk melakukan kekerasan atau asumsi ketiga yakni kebiasaan atau tradisi di sekolah yang kerap melakukan kekerasan antarsekolah.
"Ini harus dikaji, benar enggak sih memang sudah kebiasaan. Harus dicari tahu kenapa bisa terjadi kalau hanya sekadar menangkap kemudian dikembalikan lagi pasti akan terulang, penyelesaian harus masuk sampai akarnya," kata Elizabeth.
Meski ada dugaan bahwa orang dewasa melatarbelakangi peristiwa tersebut, Elizabeth tak sepakat. Menurut dia kecil kemungkinan adanya keterlibatan orang dewasa dalam aksi kekerasan tersebut.
Elizabeth mengatakan kalau pun ada peran orang dewasa di balik peristiwa tersebut bukan untuk menghasut untuk melakukan kekerasan namun lebih kepada kelalaian dan orang dewasa yang dijadikan sebagai model agresi.
"Anak-anak yang tumbuh dengan banyak rasa marah atau agresi biasanya punya orang tua yang kurang harmonis atau ada perilaku di rumah yang banyak menujukkan kekerasan dan kurang kasih sayang," ungkapnya.
Elizabeth menilai aksi tawuran yang melibatkan siswa sekolah dasar bisa dicegah. Lingkungan yang ikut berperan membentuk karakter anak harus mampu menanam lebih banyak nilai kebaikan dan kasih sayang.
Dari lingkaran yang paling kecil yakni keluarga, karakter anak bisa dibentuk menjadi pribadi yang baik jika di dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai kebaikan.
"Banyak nilai yang harus orang tua beri teladan bukan hanya omong saja. Supervisi juga harus sesibuk apa pun orang tua, jangan biarkan anak main dan selepas magrib baru pulang tapi orang tua tidak tahu dia main kemana dan dengan siapa. Supervisi mutlak diperlukan," jelas dia.
Sebelumnya belasan siswa sekolah dasar di Purwakarta, Jawa Barat, berencana melakukan serangan terhadap sekolah lain hanya karena masalah sepele. Anak-anak yang merupakan siswa kelas V dan VI SDN 1 Sindangkasih, Purwakarta, ini kedapatan membawa senjata tajam dan diduga akan melakukan tawuran dengan sekolah lain yang jaraknya berdekatan.
Jakarta: Psikolog Anak Elizabeth Santoso menyebut peristiwa tawuran yang dilakukan oleh belasan siswa sekolah dasar di Purwakarta, Jawa Barat, merupakan fenomena agresi yang tidak wajar. Sebab pada umumnya aksi tawuran dilakukan oleh anak-anak usia sekolah menengah pertama atau menengah atas.
"Kalau SMP atau SMA (pemicunya) ada perubahan hormonal. Ini membingungkan sebab anak SD harusnya masih fokus bermain ketika mereka melakukan agresi semacam ini disebutnya tidak wajar," ujarnya, dalam
Metro Pagi Primetime, Senin, 23 April 2018.
Elizabeth mengatakan ada banyak asumsi berdasarkan teori dalam psikologi yang memicu anak-anak usia sekolah dasar melakukan agresi yang tak wajar.
Asumsi pertama adalah ketiadaan figur positif di lingkungan mereka. Asumsi kedua adanya ketua geng dalam kelompok yang menghasut anak-anak tersebut untuk melakukan kekerasan atau asumsi ketiga yakni kebiasaan atau tradisi di sekolah yang kerap melakukan kekerasan antarsekolah.
"Ini harus dikaji, benar enggak sih memang sudah kebiasaan. Harus dicari tahu kenapa bisa terjadi kalau hanya sekadar menangkap kemudian dikembalikan lagi pasti akan terulang, penyelesaian harus masuk sampai akarnya," kata Elizabeth.
Meski ada dugaan bahwa orang dewasa melatarbelakangi peristiwa tersebut, Elizabeth tak sepakat. Menurut dia kecil kemungkinan adanya keterlibatan orang dewasa dalam aksi kekerasan tersebut.
Elizabeth mengatakan kalau pun ada peran orang dewasa di balik peristiwa tersebut bukan untuk menghasut untuk melakukan kekerasan namun lebih kepada kelalaian dan orang dewasa yang dijadikan sebagai model agresi.
"Anak-anak yang tumbuh dengan banyak rasa marah atau agresi biasanya punya orang tua yang kurang harmonis atau ada perilaku di rumah yang banyak menujukkan kekerasan dan kurang kasih sayang," ungkapnya.
Elizabeth menilai aksi tawuran yang melibatkan siswa sekolah dasar bisa dicegah. Lingkungan yang ikut berperan membentuk karakter anak harus mampu menanam lebih banyak nilai kebaikan dan kasih sayang.
Dari lingkaran yang paling kecil yakni keluarga, karakter anak bisa dibentuk menjadi pribadi yang baik jika di dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai kebaikan.
"Banyak nilai yang harus orang tua beri teladan bukan hanya omong saja. Supervisi juga harus sesibuk apa pun orang tua, jangan biarkan anak main dan selepas magrib baru pulang tapi orang tua tidak tahu dia main kemana dan dengan siapa. Supervisi mutlak diperlukan," jelas dia.
Sebelumnya belasan siswa sekolah dasar di Purwakarta, Jawa Barat, berencana melakukan serangan terhadap sekolah lain hanya karena masalah sepele. Anak-anak yang merupakan siswa kelas V dan VI SDN 1 Sindangkasih, Purwakarta, ini kedapatan membawa senjata tajam dan diduga akan melakukan tawuran dengan sekolah lain yang jaraknya berdekatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)