Jakarta: Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menilai unjuk rasa menolak penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi lebih bernuansa politis pragmatis. Meski demikian, sah-sah saja masyarakat berunjuk rasa karena itu hak semua orang dalam negara demokrasi.
"Lebih cenderung politis daripada nonpolitis. Sederhana saja melihatnya, kan banyak masyarakat yang kesejahteraan belum terpenuhi, kok tidak demo soal itu? Maka, menurut saya, demo ini punya agenda politik pragmatis," kata Emrus, dilansir dari Antara, Senin, 12 September 2022.
Emrus menegaskan tidak semua unjuk rasa berbasis kepentingan masyarakat luas. Dia mengambil contoh permasalahan yang terjadi di Jakarta. Macet semakin menjadi-jadi, air tanah tercemar, hingga sungai kotor. Tapi, tak ada unjuk rasa untuk memprotes persoalan itu.
"Gubernur DKI sudah mau lima tahun, masih banyak masalah. Apakah didemo? Tidak. Makanya saya bilang ini (unjuk rasa BBM) politis," kata Emrus.
Dia melihat perwakilan demostran dan pemerintah bisa saja audiensi. Perwakilan demonstran menyampaikan aspirasi. Pemerintah menjelaskan tujuan kebijakan. Tapi, kedua belah pihak harus tulus.
"Demonstran tulus menyampaikan dan pemerintah tulus memberikan respons. Tapi, kalau ada agenda lain di balik itu, akan sulit dipertemukan," kata Emrus.
Baca: Ada Demo, Polisi Siapkan Skema Pengalihan Arus Lalu Lintas di DPR
Analis Utama Ekonomi Politik Lab45 Reyhan Noor mengatakan unjuk rasa sah-sah saja, terlepas dari afiliasi apa pun yang menyelenggarakan. Dengan catatan substansi yang diangkat masih relevan.
"Nuansa politik pasti ada di setiap unjuk rasa karena sebagai bentuk ekspresi atas kepentingan dari konstituen yang diwakilkan. Dalam pengambilan kebijakan, seperti penyesuaian harga BBM, akan sangat sulit untuk memenuhi semua kepentingan yang ada," kata dia.
Menurut Reyhan, pemerintah tentu perlu menjamin keamanan masyarakat baik pengunjuk rasa maupun masyarakat lain yang sedang beraktivitas. Dalam kapasitas tertentu, pemerintah juga bisa melakukan audiensi langsung dengan pihak-pihak terkait untuk menyampaikan keprihatinan atas kebijakan yang telah dibuat.
Jakarta: Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menilai
unjuk rasa menolak penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi lebih bernuansa politis pragmatis. Meski demikian, sah-sah saja masyarakat berunjuk rasa karena itu hak semua orang dalam negara demokrasi.
"Lebih cenderung politis daripada nonpolitis. Sederhana saja melihatnya, kan banyak masyarakat yang kesejahteraan belum terpenuhi, kok tidak demo soal itu? Maka, menurut saya, demo ini punya agenda politik pragmatis," kata Emrus, dilansir dari
Antara, Senin, 12 September 2022.
Emrus menegaskan tidak semua unjuk rasa berbasis kepentingan masyarakat luas. Dia mengambil contoh permasalahan yang terjadi di Jakarta. Macet semakin menjadi-jadi, air tanah tercemar, hingga sungai kotor. Tapi, tak ada unjuk rasa untuk memprotes persoalan itu.
"Gubernur DKI sudah mau lima tahun, masih banyak masalah. Apakah didemo? Tidak. Makanya saya bilang ini (unjuk rasa BBM) politis," kata Emrus.
Dia melihat perwakilan demostran dan pemerintah bisa saja audiensi. Perwakilan demonstran menyampaikan aspirasi. Pemerintah menjelaskan tujuan kebijakan. Tapi, kedua belah pihak harus tulus.
"Demonstran tulus menyampaikan dan pemerintah tulus memberikan respons. Tapi, kalau ada agenda lain di balik itu, akan sulit dipertemukan," kata Emrus.
Baca:
Ada Demo, Polisi Siapkan Skema Pengalihan Arus Lalu Lintas di DPR
Analis Utama Ekonomi Politik Lab45 Reyhan Noor mengatakan unjuk rasa sah-sah saja, terlepas dari afiliasi apa pun yang menyelenggarakan. Dengan catatan substansi yang diangkat masih relevan.
"Nuansa politik pasti ada di setiap unjuk rasa karena sebagai bentuk ekspresi atas kepentingan dari konstituen yang diwakilkan. Dalam pengambilan kebijakan, seperti penyesuaian harga BBM, akan sangat sulit untuk memenuhi semua kepentingan yang ada," kata dia.
Menurut Reyhan, pemerintah tentu perlu menjamin keamanan masyarakat baik pengunjuk rasa maupun masyarakat lain yang sedang beraktivitas. Dalam kapasitas tertentu, pemerintah juga bisa melakukan audiensi langsung dengan pihak-pihak terkait untuk menyampaikan keprihatinan atas kebijakan yang telah dibuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)