Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan The 6th Jakarta Geopolitical Forum bertajuk “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” di Jakarta pada 24-25 Agustus 2022.
Forum tersebut diselenggarakan untuk mendiskusikan situasi geopolitik global yang saat ini kian tak menentu akibat terjadinya pertarungan antar kekuatan dalam perebutan pengaruh yang makin luas dengan mengerahkan kemampuan militer dan teknologi, maupun dengan penguasaan wilayah maritim yang kian agresif.
Wilayah maritim diprediksi akan menjadi arena persaingan utama antar negara bahkan semakin mendekat dengan Indonesia.
“Khusus untuk tahun ini tema yang kami angkat adalah tentang geomaritim dengan kesadaran bahwa pertarungan geopolitik di depan akan semakin dekat ke kita, karena akan terjadi di kawasan Asia Timur dan akan menggunakan maritim, laut, samudera sebagai sarana wadah pertarungannya,” kata Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto pada pembukaan acara.
Andi menyoroti negara-negara di dunia yang seharusnya saling bersinergi di tengah situasi global saat ini, justru saling berkonflik. Misalnya, persaingan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Kedua negara perang teknologi dan perang dagang.
“Kemudian pada Februari 2022 patahan itu semakin terlihat sejak ada pertarungan antara Rusia dan Ukraina,” ujarnya.
Menurut Andi, geopolitik dunia perlu kembali dipererat karena seluruh negara saling membutuhkan. Termasuk menciptakan rantai pasok global.
“Sehingga produksi mobil yang berlangsung di negara tertentu tapi bahan baku seperti lempengan stainless steel dari negara lain,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, Lemhanas RI berusaha turut mencari solusi melalui penyelenggaraan Jakarta Geopolitical Forum 2022.
“Adanya patahan-patahan itu kami harapkan bisa kembali tersambung satu sama lain, sehingga era Geopolitik 5 dapat kembali diperkuat menjadi satu konektivitas global, satu infrastruktur global, satu rantai pasok global,” ucap Andi.
Jakarta Geopolitical Forum 2022 juga bertujuan untuk memahami konteks geomaritim kontemporer dan mendalami makna inti masa depan geopolitik yang berbasis pada maritim serta pengaruhnya pada stabilitas global.
“Tujuannya adalah untuk membantu lebih memahami apa yang disebut sebagai konektivitas global,” ucapnya.
Pada penyelenggaraan hari kedua, sekaligus penutupan Jakarta Geopolitical Forum 2022, para narasumber menyampaikan berbagai pandangan tentang geopolitik dunia ke depan yang mengarah pada pencarian keseimbangan baru, khususnya pada aspek maritim.
“Dunia sudah saatnya meminimalisir risiko konflik geopolitik yang sifatnya militer, dan memaksimalkan kompetisi dan kerja sama yang sehat untuk memanfaatkan maritim sebagai pusat konektivitas dan produktivitas perekonomian,” kata Andi.
Untuk mengoptimalkan kerja sama antar negara diperlukan saling pengertian dan kesepahaman strategis.
“Kerja sama tersebut perlu ditopang dengan kemajuan teknologi, optimalisasi energi yang ramah lingkungan, serta kesepahaman strategis, saling pengertian antar pihak demi terciptanya stabilitas global berkelanjutan,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Pengkajian Ideologi dan Politik Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas RI, Drs. Berlian Helmy mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas geopolitik, terutama dari perspektif keamanan.
“Jika kita bicara tentang Asia Timur maka kita bicara tentang perspektif keamanan. Wilayah ini strategis. Itulah mengapa agresi Tiongkok tidak dapat dihindari. Konflik Tiongkok dan Taiwan akan semakin meningkatkan tensi geopolitik di area tersebut,” kata Helmy.
Acara ini menghadirkan 11 narasumber terkemuka yang berasal dari lima negara, yakni Amerika Serikat, Rusia, Australia, Singapura, dan Indonesia.
Mereka adalah Dr. Collin Koh Swee Lean, Research Fellow at the S. Rajaratnam School of International Studies; Admiral (Ret) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M., Professor at Indonesia National Defence University; Mr. Sam Roggeveen, Director of International Security Program of Lowy Institute; Timothy R. Heath, Ph.D., Senior International Defense Researcher at the RAND Corporation; Phillips Vermonte, Ph.D., Senior Fellow of CSIS; Dr. Alan Dupont, The CEO of Geopolitical Risk Consultancy the Cognoscenti; Dr. Alexander Korolev, Associate Professor, Deputy Head of the Centre for Comprehensive European and International Studies, Higher School of Economics; Mr. Ryan Hass, Senior Fellow and the Michael H. Armacost Chair in the Foreign Policy Program at Brookings Institute; Prof. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Vice Rector for Research and Technology Transfer Binus University; Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A., Professional Expert on Natural Resources and National Resilience at National Resilience Institute the Republic Indonesia; dan R.M. Wibawanto Nugroho Widodo, Ph.D., M.A.(Brad), M.A., War College Dip.(NDU), M.P.P.(GMU), Ph.D.(Exon.), Deputy Head of Defense and Security, IKAL Strategic Center.
Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan The 6th Jakarta Geopolitical Forum bertajuk “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability” di Jakarta pada 24-25 Agustus 2022.
Forum tersebut diselenggarakan untuk mendiskusikan situasi geopolitik global yang saat ini kian tak menentu akibat terjadinya pertarungan antar kekuatan dalam perebutan pengaruh yang makin luas dengan mengerahkan kemampuan militer dan teknologi, maupun dengan penguasaan wilayah maritim yang kian agresif.
Wilayah maritim diprediksi akan menjadi arena persaingan utama antar negara bahkan semakin mendekat dengan Indonesia.
“Khusus untuk tahun ini tema yang kami angkat adalah tentang geomaritim dengan kesadaran bahwa pertarungan geopolitik di depan akan semakin dekat ke kita, karena akan terjadi di kawasan Asia Timur dan akan menggunakan maritim, laut, samudera sebagai sarana wadah pertarungannya,” kata Gubernur Lemhannas RI Andi Widjajanto pada pembukaan acara.
Andi menyoroti negara-negara di dunia yang seharusnya saling bersinergi di tengah situasi global saat ini, justru saling berkonflik. Misalnya, persaingan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Kedua negara perang teknologi dan perang dagang.
“Kemudian pada Februari 2022 patahan itu semakin terlihat sejak ada pertarungan antara Rusia dan Ukraina,” ujarnya.
Menurut Andi, geopolitik dunia perlu kembali dipererat karena seluruh negara saling membutuhkan. Termasuk menciptakan rantai pasok global.
“Sehingga produksi mobil yang berlangsung di negara tertentu tapi bahan baku seperti lempengan stainless steel dari negara lain,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, Lemhanas RI berusaha turut mencari solusi melalui penyelenggaraan Jakarta Geopolitical Forum 2022.
“Adanya patahan-patahan itu kami harapkan bisa kembali tersambung satu sama lain, sehingga era Geopolitik 5 dapat kembali diperkuat menjadi satu konektivitas global, satu infrastruktur global, satu rantai pasok global,” ucap Andi.
Jakarta Geopolitical Forum 2022 juga bertujuan untuk memahami konteks geomaritim kontemporer dan mendalami makna inti masa depan geopolitik yang berbasis pada maritim serta pengaruhnya pada stabilitas global.
“Tujuannya adalah untuk membantu lebih memahami apa yang disebut sebagai konektivitas global,” ucapnya.
Pada penyelenggaraan hari kedua, sekaligus penutupan Jakarta Geopolitical Forum 2022, para narasumber menyampaikan berbagai pandangan tentang geopolitik dunia ke depan yang mengarah pada pencarian keseimbangan baru, khususnya pada aspek maritim.
“Dunia sudah saatnya meminimalisir risiko konflik geopolitik yang sifatnya militer, dan memaksimalkan kompetisi dan kerja sama yang sehat untuk memanfaatkan maritim sebagai pusat konektivitas dan produktivitas perekonomian,” kata Andi.
Untuk mengoptimalkan kerja sama antar negara diperlukan saling pengertian dan kesepahaman strategis.
“Kerja sama tersebut perlu ditopang dengan kemajuan teknologi, optimalisasi energi yang ramah lingkungan, serta kesepahaman strategis, saling pengertian antar pihak demi terciptanya stabilitas global berkelanjutan,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Pengkajian Ideologi dan Politik Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas RI, Drs. Berlian Helmy mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas geopolitik, terutama dari perspektif keamanan.
“Jika kita bicara tentang Asia Timur maka kita bicara tentang perspektif keamanan. Wilayah ini strategis. Itulah mengapa agresi Tiongkok tidak dapat dihindari. Konflik Tiongkok dan Taiwan akan semakin meningkatkan tensi geopolitik di area tersebut,” kata Helmy.
Acara ini menghadirkan 11 narasumber terkemuka yang berasal dari lima negara, yakni Amerika Serikat, Rusia, Australia, Singapura, dan Indonesia.
Mereka adalah Dr. Collin Koh Swee Lean, Research Fellow at the S. Rajaratnam School of International Studies; Admiral (Ret) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M., Professor at Indonesia National Defence University; Mr. Sam Roggeveen, Director of International Security Program of Lowy Institute; Timothy R. Heath, Ph.D., Senior International Defense Researcher at the RAND Corporation; Phillips Vermonte, Ph.D., Senior Fellow of CSIS; Dr. Alan Dupont, The CEO of Geopolitical Risk Consultancy the Cognoscenti; Dr. Alexander Korolev, Associate Professor, Deputy Head of the Centre for Comprehensive European and International Studies, Higher School of Economics; Mr. Ryan Hass, Senior Fellow and the Michael H. Armacost Chair in the Foreign Policy Program at Brookings Institute; Prof. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Vice Rector for Research and Technology Transfer Binus University; Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A., Professional Expert on Natural Resources and National Resilience at National Resilience Institute the Republic Indonesia; dan R.M. Wibawanto Nugroho Widodo, Ph.D., M.A.(Brad), M.A., War College Dip.(NDU), M.P.P.(GMU), Ph.D.(Exon.), Deputy Head of Defense and Security, IKAL Strategic Center.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)