medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau warga tak mendekati pusat ledakan bila ada terjadi teror di kemudian hari. Belajar dari serangan Kampung Melayu, Jakarta Timur, pelaku teror sering menggunakan teknik menarik perhatian lewat dua ledakan.
"Untuk memancing orang berkerumun datang itu yang kita sebut second ring blast, ledakan kedua," kata Tito di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat 26 Mei 2017.
Ledakan pertama pada Rabu 24 Mei 2017, sengaja dibuat kecil untuk memancing warga penasaran. Saat warga berkumpul, baru bom utama yang berdaya ledak tinggi diledakkan untuk memperbanyak jumlah korban teror.
"Oleh karena itu, saya mengimbau, bila ada ledakan jangan buru-buru ke lokasi TKP karena bisa terjadi ledakan berikutnya," kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini.
Jenis bom panci (pressure cooker) yang digunakan dalam serangan Kampung Melayu dua hari lalu menggunakan teknik tersebut. Bom pertama yang dibawa Ichwan Nurul Salam (INS) merupakan berdaya ledak rendah.
Ketika warga berkumpul karena penasaran dan menyelamatkan korban yang terluka, bom utama yang dibawa oleh Ahmad Sukri diledakkan.
"Ledakan kedua ini yang besar, terdapat shrapnel (serpihan), untuk memperkuat efek penghancur," jelas Tito.
Bom panci yang digunakan terduga pelaku terorisme Kampung Melayu memiliki efek rusak yang cukup besar. Sebab, kata Tito, ada efek bakar, efek gelombang kejut, serta efek serpihan.
"Terdapat shrapnel, untuk memperkuat efek penghancur. Bisa dalam bentuk gotri, ada mur, ada juga gunting kecil. Sehingga menghasilkan efek sama seperti peluru di dorong oleh ledakan," pungkas Tito.
medcom.id, Jakarta: Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengimbau warga tak mendekati pusat ledakan bila ada terjadi teror di kemudian hari. Belajar dari serangan Kampung Melayu, Jakarta Timur, pelaku teror sering menggunakan teknik menarik perhatian lewat dua ledakan.
"Untuk memancing orang berkerumun datang itu yang kita sebut second ring blast, ledakan kedua," kata Tito di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat 26 Mei 2017.
Ledakan pertama pada Rabu 24 Mei 2017, sengaja dibuat kecil untuk memancing warga penasaran. Saat warga berkumpul, baru bom utama yang berdaya ledak tinggi diledakkan untuk memperbanyak jumlah korban teror.
"Oleh karena itu, saya mengimbau, bila ada ledakan jangan buru-buru ke lokasi TKP karena bisa terjadi ledakan berikutnya," kata mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini.
Jenis bom panci (pressure cooker) yang digunakan dalam serangan Kampung Melayu dua hari lalu menggunakan teknik tersebut. Bom pertama yang dibawa Ichwan Nurul Salam (INS) merupakan berdaya ledak rendah.
Ketika warga berkumpul karena penasaran dan menyelamatkan korban yang terluka, bom utama yang dibawa oleh Ahmad Sukri diledakkan.
"Ledakan kedua ini yang besar, terdapat shrapnel (serpihan), untuk memperkuat efek penghancur," jelas Tito.
Bom panci yang digunakan terduga pelaku terorisme Kampung Melayu memiliki efek rusak yang cukup besar. Sebab, kata Tito, ada efek bakar, efek gelombang kejut, serta efek serpihan.
"Terdapat shrapnel, untuk memperkuat efek penghancur. Bisa dalam bentuk gotri, ada mur, ada juga gunting kecil. Sehingga menghasilkan efek sama seperti peluru di dorong oleh ledakan," pungkas Tito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)