medcom.id, Jakarta: Fatwa haram buat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) masih perlu didalami. Gafatar diduga kelompok menyimpang lantaran terindikasi terkait dengan Ahmad Musadeq. Musadeq adalah pendiri Al Qiyadah Al Islamiyah awal tahun 2000.
"Gafatar apakah benar-benar terindikasi reinkarnasi Ahmad Musadeq? Itu yang harus dibuktikan," kata Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama Indonesia Syafiq Hasyim, di gedung Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/1/2016).
Fatwa haram yang dikeluarkan MUI kepada Ahmad Musadeq memang ada. Namun, masalahnya belum ada riset maupun studi yang menyebut Gafatar sebagai reinkarnasi Al Qiyadah Al Islamiyah. "Belum ada fatwa soal Gafatar. Yang ada Ahmad Musadeq," ujar Syafiq.
Jika nanti terdapat studi dan pengakuan anggota Gafatar yang dapat membuktikan kelompok tersebut reinkarnasi dari Al Qiyadah Al Islamiyah, MUI bisa saja mengeluarkan fatwa haram.
Berkembangnya isu Gafatar sebagai aliran sesat berdampak pada kehidupan masyarakat. Belum lama ini pemukiman anggota Gafatar di Desa Moton Panjang, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, diberangus warga sekitar. Warga menolak keberadaan anggota Gafatar.
Bercermin dari kejadian tersebut, kata Syafiq, saat MUI mengeluarkan fatwa haram kekerasan kepada anggota Gafatar bisa meningkat. Untuk itu ia meminta aparat bertindak cepat mencegah kekerasan yang ditujukan kepada anggota Gafatar.
"MUI selalu membuat fatwa, tapi soal eksekusi di lapangan itu bukan urusan MUI. Misalnya, MUI melarang ini, tapi MUI tidak akan melarang itu di lapangan. Itu diserahkan kepada polisi. Bagaimana cara kerja polisi? Kembali kepada undang-undang saja," ujarnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik pemerintah yang mengusir anggota Gafatar dari Kalimantan Barat. Menurut KontraS, pemerintah seharusnya membuka dialog antara MUI dan Gafatar.
Kebijakan pemerintah memulangkan ratusan hingga ribuan anggota Gafatar dinilai salah. Pasalnya, sebagian anggota Gafatar telah menjual properti di daerah asalnya. KontraS khawatir, mereka tak bisa melanjutkan hidup dengan layak.
medcom.id, Jakarta: Fatwa haram buat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) masih perlu didalami. Gafatar diduga kelompok menyimpang lantaran terindikasi terkait dengan Ahmad Musadeq. Musadeq adalah pendiri Al Qiyadah Al Islamiyah awal tahun 2000.
"Gafatar apakah benar-benar terindikasi reinkarnasi Ahmad Musadeq? Itu yang harus dibuktikan," kata Wakil Ketua Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Majelis Ulama Indonesia Syafiq Hasyim, di gedung Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jalan Diponegoro, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/1/2016).
Fatwa haram yang dikeluarkan MUI kepada Ahmad Musadeq memang ada. Namun, masalahnya belum ada riset maupun studi yang menyebut Gafatar sebagai reinkarnasi Al Qiyadah Al Islamiyah. "Belum ada fatwa soal Gafatar. Yang ada Ahmad Musadeq," ujar Syafiq.
Jika nanti terdapat studi dan pengakuan anggota Gafatar yang dapat membuktikan kelompok tersebut reinkarnasi dari Al Qiyadah Al Islamiyah, MUI bisa saja mengeluarkan fatwa haram.
Berkembangnya isu Gafatar sebagai aliran sesat berdampak pada kehidupan masyarakat. Belum lama ini pemukiman anggota Gafatar di Desa Moton Panjang, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, diberangus warga sekitar. Warga menolak keberadaan anggota Gafatar.
Bercermin dari kejadian tersebut, kata Syafiq, saat MUI mengeluarkan fatwa haram kekerasan kepada anggota Gafatar bisa meningkat. Untuk itu ia meminta aparat bertindak cepat mencegah kekerasan yang ditujukan kepada anggota Gafatar.
"MUI selalu membuat fatwa, tapi soal eksekusi di lapangan itu bukan urusan MUI. Misalnya, MUI melarang ini, tapi MUI tidak akan melarang itu di lapangan. Itu diserahkan kepada polisi. Bagaimana cara kerja polisi? Kembali kepada undang-undang saja," ujarnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik pemerintah yang mengusir anggota Gafatar dari Kalimantan Barat. Menurut KontraS, pemerintah seharusnya membuka dialog antara MUI dan Gafatar.
Kebijakan pemerintah memulangkan ratusan hingga ribuan anggota Gafatar dinilai salah. Pasalnya, sebagian anggota Gafatar telah menjual properti di daerah asalnya. KontraS khawatir, mereka tak bisa melanjutkan hidup dengan layak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)