Jakarta: Indonesia dinilai tak perlu bernegosiasi dengan Tiongkok terkait polemik di Laut Natura Utara. Tindakan Tiongkok di Natuna dianggap sudah menyalahi aturan.
"Tidak ada kompromi di situ. Oleh karena itu, yang dikatakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti harus bisa bedakan mana investor, pencuri, dan pemancing," kata Anggota Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) Nadjamuddin Ramly di kantornya, Jalan Warung Jati Timur, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Januari 2020.
Ramly menegaskan perairan Natuna secara sah milik Indonesia. Hal itu juga sudah diakui dalam penetapan zona ekonomi eksklusif Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dan Tiongkok merupakan salah satu negara yang menandatangani.
"Maka apa yang disebut penangkapan ikan tradisional dari Tiongkok saya kira tidak berdasarkan hukum, karena Tiongkok juga bertanda tangan di zona ekonomi eksklusif," ujar Ramly.
Dia juga meminta pemerintah membedakan pemancingan dan pencurian ikan. Dia menilai tindakan nelayan Tiongkok sebagai pencurian.
Indonesia telah memberikan nota protes diplomatik kepada Tiongkok atas insiden di Natuna. Nota protes atas pelanggaran ZEE Indonesia dilayangkan Kementerian Luar Negeri setelah kapal penjaga pantai Tiongkok mengawal nelayan mencuri ikan di perairan Indonesia itu.
Kemenlu juga memanggil Duta Besar Tiongkok buat menyampaikan protes keras. Juru bicara Kemenlu Tiongkok, Geng Shuang, berdalih negaranya tidak melanggar hukum internasional berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
Mereka menilai Natuna masuk dalam sembilan garis putus yang ditetapkan Tiongkok secara historis. Sembilan garis putus atau yang disebut nine dash line ialah wilayah historis yang diklaim Tiongkok di Laut China Selatan.
Namun, berdasarkan UNCLOS, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia. Kemenlu RI meminta Tiongkok menghormati keputusan UNCLOS 1982 atas hak berdaulat Indonesia di ZEE tersebut.
Jakarta: Indonesia dinilai tak perlu bernegosiasi dengan Tiongkok terkait polemik di Laut Natura Utara. Tindakan Tiongkok di Natuna dianggap sudah menyalahi aturan.
"Tidak ada kompromi di situ. Oleh karena itu, yang dikatakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti harus bisa bedakan mana investor, pencuri, dan pemancing," kata Anggota Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) Nadjamuddin Ramly di kantornya, Jalan Warung Jati Timur, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Januari 2020.
Ramly menegaskan perairan Natuna secara sah milik Indonesia. Hal itu juga sudah diakui dalam penetapan zona ekonomi eksklusif Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dan Tiongkok merupakan salah satu negara yang menandatangani.
"Maka apa yang disebut penangkapan ikan tradisional dari Tiongkok saya kira tidak berdasarkan hukum, karena Tiongkok juga bertanda tangan di zona ekonomi eksklusif," ujar Ramly.
Dia juga meminta pemerintah membedakan pemancingan dan pencurian ikan. Dia menilai tindakan nelayan Tiongkok sebagai pencurian.
Indonesia telah memberikan nota protes diplomatik kepada Tiongkok atas insiden di
Natuna. Nota protes atas pelanggaran ZEE Indonesia dilayangkan Kementerian Luar Negeri setelah kapal penjaga pantai Tiongkok mengawal nelayan mencuri ikan di perairan Indonesia itu.
Kemenlu juga memanggil Duta Besar Tiongkok buat menyampaikan protes keras. Juru bicara Kemenlu Tiongkok, Geng Shuang, berdalih negaranya tidak melanggar hukum internasional berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
Mereka menilai Natuna masuk dalam sembilan garis putus yang ditetapkan Tiongkok secara historis. Sembilan garis putus atau yang disebut
nine dash line ialah wilayah historis yang diklaim Tiongkok di Laut China Selatan.
Namun, berdasarkan UNCLOS, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia. Kemenlu RI meminta Tiongkok menghormati keputusan UNCLOS 1982 atas hak berdaulat Indonesia di ZEE tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)