Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama -- MI/Galih Pradipta
Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama -- MI/Galih Pradipta

FOKUS

Peluang Ahok Setelah Jadi Pendiam

Sobih AW Adnan • 02 Desember 2016 20:21
medcom.id, Jakarta: Politik bukan ilmu pasti. Orang Barat menyebutnya the art of the possible, alias seni kemungkinan. Kemungkinan menuntut orang menerka-nerka, tak jarang pula bersifat mengagetkan. Dalam dunia politik, seseorang tak boleh asing dengan perubahan.
 
Pun yang terjadi dalam diri Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Gubernur non-aktif DKI Jakarta ini diamat-amati telah mengalami metamorfosa. Dari yang sebelumnya blak-blakan, apa adanya, bahkan cenderung kasar, kini seolah lebih berhati-hati dalam melontarkan pendapat. 
 
Perubahan dalam diri Ahok tidak hanya dirasakan istri tercinta, Veronica Tan, sebagai orang paling dekat. Tapi juga oleh kalangan jurnalis, pendukung, bahkan oleh pasangan calon lain yang kini sedang berpacu dengannya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Ahok, terkesan lebih pendiam.

Perubahan itu, oleh Veronica dianggap menggeser total ciri khas Ahok. Bahkan, ia menyebut pria yang menikahinya pada 6 September 1997 bak menjelma orang lain. Begitu juga bagi penulis Deny Siregar, Ahok yang pendiam menjadikannya susah mengunduh inspirasi. Deny mengaku lebih gemar menulis idolanya itu dengan gaya yang serba ceplas-ceplos.
 
Baca: Djarot Kasihan Lihat Ahok Mulai Irit Bicara
 
Rupanya, Ahok memang berubah. Ia belajar banyak dari pengalaman yang diperolehnya belakangan hari.
 
Menimbang masukan
 
Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengapresiasi perubahan pesaingnya itu. Disebutnya, Ahok kini lebih santun. Perubahan ini dianggap Sandi sebagai sesuatu yang positif mengimbangi tingginya suhu politik baik di Ibu Kota maupun nasional.
 
"Itu akan menurunkan tensi, warga masyarakat juga mengapresasi," kata Sandiaga di Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2016).
 
Di mata Sandi, Ahok memang berubah. Bahkan terlampau jauh dari karakter asli yang dimiliki Ahok. Sandi, membedakan Ahok dari para pesaingnya. Ia menyebut karakter pendiam memang telah lama dimiliki pesaing nomor urut 1, Agus Yudhoyono, maupun nomor urut 3, Anies Baswedan.
 
"Pak Ahok berubah demi keutuhan bersama untuk tampil bukan sebagai dirinya sendiri, ini yang patut diapresiaisi," kata Sandi.
 
Ahok tak memungkiri perubahan yang ada dalam dirinya. Ia menyebut apa yang dilakoninya hari ini merupakan saripati dari nasihat para tetua, teman, dan pemuka agama. Setelah menimbang secara mendalam, Ahok memutuskan berubah.
 
Ahok pun mengaku, ketika ia berbicara sesuai dengan gaya khasnya, tak sedikit kritik mengarah kepadanya. Banyak kerabat tak pernah jera mengingatkan kosa kata yang sudah terlanjur terlontar. Ahok menganggap itu sebagai masukan yang sangat berharga.
 
"Sebenarnya saya tidak suka pencitraan, saya lebih suka apa adanya," kata Ahok di Rumah Lembang, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2016).
 
Perubahan pola komunikasi Ahok memang belum begitu lama. Hal itu muncul setelah ia didera masalah cukup krusial. Tepatnya, saat ia menerima tuduhan penistaan agama. Terlebih, setelah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkannya sebagai tersangka pada 16 November lalu.
 
Peluang Ahok Setelah Jadi Pendiam
 
Mendongkrak elektabilitas?
 
Setelah isu itu bergulir, Ahok mendapatkan fakta sebagian besar masyarakat percaya bahwa dirinya telah menistakan agama. Bahkan, ia menyebut angka sebesar 62 persen. Warga tak salah, mereka hanya terpancing informasi liar yang juga mengalir ke sana ke mari.
 
"62 persen orang Jakarta percaya saya menista agama," kata Ahok di Rumah Lembang, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2016).
 
Ahok mengungkapkan, orang lebih percaya tulisan yang disebar Buni Yani ketimbang melihat langsung video pidatonya. Padahal, Buni Yani tidak mentranskrip ucapannya secara lengkap.
 
Ya, bermula pada 27 September, kala Ahok melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Di tengah menjelaskan program kerja budi daya ikan, ia mengutip surat Al Maidah ayat 51 terkait memilih pemimpin. Sebagian umat Islam merasa dinistakan.
 
Isu yang bergulir bukan tanpa risiko. Elektabilitas Ahok dalam percaturan politik Pilkada DKI Jakarta terus merosot. Pada November, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebut elektabilitas Ahok tinggal 10,6 persen. Ahok ditinggal basis utamanya, yakni kelompok nonmuslim sebanyak 33,10 persen, juga pemilih partai sebanyak 29,20 persen.
 
Peluang Ahok Setelah Jadi Pendiam
 
Survei senada diluncurkan Charta Politica Indonesia. Mereka merilis elektabilitas pasangan Ahok-Jarot tinggal 23,5 persen, tentu, di bawah pasangan Agus-Sylvi yang bertengger dengan jumlah 24,4 persen. Hanya saja, Charta Politica menyebut bahwa isu penistaan agama hanya faktor kecil yang membuat elektabilitas Ahok terjun bebas dalam beberapa bulan terakhir.
 
Meski begitu, Pakar politik Yudi Latif menganggap bahwa perubahan sikap Ahok tidak semata-mata demi membangkitkan kembali elektabilitasnya. Yudi menyebut, perubahan itu tidak bakal memberikan pengaruh banyak bagi Ahok pada Februari 2017 mendatang.
 
"Sebab, pengikut Ahok sudah loyal. Dia lebih bertujuan agar tidak tersandung masalah baru," kata Yudi kepada metrotvnews.com, Jumat (2/12/2016).
 
Peluang
 
Yudi Latif juga menganggap perubahan sikap dan gaya komunikasi Ahok lebih dalam rangka turut menurunkan tensi politik, terutama di Ibu Kota. 
 
Dalam dunia politik, kata Yudi, massa pendukung cenderung terbagi dalam tiga kelompok. Yakni, pendukung berat atau militan, penolak atau penentang, dan mengambang (swing voters). Dari ketiga kelompok itu, Ahok sudah barang tentu memiliki barisan pertama yang tidak akan bergeser sedikit pun meski Ahok mendadak santun, maupun tidak.
 
"Kalau Ahok mau, ya tinggal konsentrasi pada masa mengambang itu. Jangan pula mendatangi masa penentang," kata Yudi.
 
Sebagai calon petahana, Ahok memiliki daya tawar rekam jejak dari apa yang ia kerjakan sebelumnya. Dengan modal pengalaman itu, Ahok bisa berpeluang memperbaiki elektabilitas yang turun belakangan ini.
 
"Dengan syarat, ia menambahkan program lanjutan. Serta mengevaluasi yang telah dianggap kekeliruan dalam memeberi kebijakan," kata dia.
 
Tim pemenangan Ahok harus cermat memetakan kembali ketiga kelompok tersebut. Mereka mesti dikategorikan dengan baik dari segala sisi kemudian ditimbang berdasarkan kebutuhan yang mereka harapkan demi Jakarta yang lebih baik.
 
"Ke depan tidak tahu, namanya juga politik," kata Yudi.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan