Jakarta: Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk melaksanakan pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial secara transparan dan terbuka.
Pemilihan yang dijadwalkan pada Rabu, 10 September 2025, ini diharapkan bisa menghasilkan Hakim Agung yang memiliki integritas dan tidak pernah tersangkut masalah hukum.
Ketua Pengurus Nasional PBHI, Julius Ibrani, menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam mengawasi proses pemilihan. Hal ini bertujuan mencegah terpilihnya kandidat yang memiliki rekam jejak bermasalah.
"Eksekutif dan Legislatif saat ini tengah berbenah. Sudah seharusnya MA sebagai lembaga Yudikatif juga mereformasi diri," kata Julius.
Julius menyoroti sejumlah kasus suap yang terjadi di kalangan oknum MA dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyebutkan, kasus suap terjadi dengan nilai fantastis, mulai dari kasus Zarof hingga penangkapan hakim-hakim utama di beberapa Pengadilan Negeri.
"Setiap kasus suap dan korupsi yang melibatkan pejabat MA, sangat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan," katanya.
Julius menyoroti beberapa hakim yang memiliki rekam jejak bermasalah. Ada hakim yang pernah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap.
"Besok, MA melakukan pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial yang akan membawahi anggaran, pembinaan, operasional, litbang sampai dengan pengawasan. Jabatan ini adalah jabatan suci yang tidak sepatutnya diisi orang-orang bermasalah," ujar Julius.
Ia berharap, Hakim Agung yang kerap dipanggil KPK atau yang mengkorting putusan korupsi tidak menjabat posisi strategis ini. PBHI menekankan bahwa pemilihan sosok bersih sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjamin reformasi di tubuh Mahkamah Agung.
Jakarta: Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk melaksanakan pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial secara transparan dan terbuka.
Pemilihan yang dijadwalkan pada Rabu, 10 September 2025, ini diharapkan bisa menghasilkan Hakim Agung yang memiliki integritas dan tidak pernah tersangkut masalah hukum.
Ketua Pengurus Nasional PBHI, Julius Ibrani, menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam mengawasi proses pemilihan. Hal ini bertujuan mencegah terpilihnya kandidat yang memiliki rekam jejak bermasalah.
"Eksekutif dan Legislatif saat ini tengah berbenah. Sudah seharusnya MA sebagai lembaga Yudikatif juga mereformasi diri," kata Julius.
Julius menyoroti sejumlah kasus suap yang terjadi di kalangan oknum MA dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyebutkan, kasus suap terjadi dengan nilai fantastis, mulai dari kasus Zarof hingga penangkapan hakim-hakim utama di beberapa Pengadilan Negeri.
"Setiap kasus suap dan korupsi yang melibatkan pejabat MA, sangat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan," katanya.
Julius menyoroti beberapa hakim yang memiliki rekam jejak bermasalah. Ada hakim yang pernah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap.
"Besok, MA melakukan pemilihan Wakil Ketua MA Non-Yudisial yang akan membawahi anggaran, pembinaan, operasional, litbang sampai dengan pengawasan. Jabatan ini adalah jabatan suci yang tidak sepatutnya diisi orang-orang bermasalah," ujar Julius.
Ia berharap, Hakim Agung yang kerap dipanggil KPK atau yang mengkorting putusan korupsi tidak menjabat posisi strategis ini. PBHI menekankan bahwa pemilihan sosok bersih sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjamin reformasi di tubuh Mahkamah Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)