Jakarta: Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengapresiasi keputusan pemerintah dan DPR yang menunda sejumlah rancangan undang-undang (RUU) kontroversial. DPR diminta tidak sekadar menunda, tapi harus ada perbaikan pada RUU tersebut.
"Penundaan sejumlah RUU tersebut bukan sekadar prosesnya tetapi harus menyangkut perubahan substansi atau isi agar benar-benar sejalan dengan aspirasi terbesar masyarakat, serta mempertimbangkan kepentingan utama bangsa, dan negara Indonesia selaras dengan jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur yang terkandung dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Haedar mengingatkan semua pihak untuk mengutamakan kepentingan dan keutuhan Indonesia di atas kepentingan sendiri, kelompok, dan institusi. Aksi mahasiswa yang terjadi di beberapa daerah dinilai murni atas situasi kehidupan bangsa yang memanas.
Dia meminta aksi itu tidak dipolitisasi atau diperkeruh yang menyebabkan keadaan semakin tidak kondusif. Semua pihak harus berintrospeksi diri, dan mengedepankan sikap berbangsa, serta bernegara yang dilandasi jiwa kenegarawanan.
"Bangsa ini memiliki banyak masalah dan tangangan yang tidak ringan. Karenanya diperlukan persatuan, kebersamaan, suasana aman dan damai, modal ruhani dan akal budi, serta keseksamaan semua pihak dalam berbangsa dan bernegara," ujar dia.
Dia juga mengajak masyarakat untuk menahan diri dan menjaga suasana kehidupan kebangsaan yang aman, damai, berkeadaban mulia, dan menjunjung tinggi keutuhan bangsa. Media sosial harus menjadi sarana interaksi hidup damai dan keluhuran akal budi sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang religius dan berkeadaban luhur.
"(Media sosial) Tidak dijadikan media menyebarkan hoaks dan segala bentuk provokasi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di negeri tercinta ini," ujar dia.
Sejumlah elemen masyarakat menolak pasal-pasal kontroversial dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Penolakan berujung demonstrasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di depan Gedung DPR, Selasa, 24 September 2019.
DPR dan pemerintah pun sepakat menunda pengesahan empat RUU. Aturan itu meliputi RUU RKUHP, RUU Perubahan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Jakarta: Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengapresiasi keputusan pemerintah dan DPR yang menunda sejumlah rancangan undang-undang (RUU) kontroversial. DPR diminta tidak sekadar menunda, tapi harus ada perbaikan pada RUU tersebut.
"Penundaan sejumlah RUU tersebut bukan sekadar prosesnya tetapi harus menyangkut perubahan substansi atau isi agar benar-benar sejalan dengan aspirasi terbesar masyarakat, serta mempertimbangkan kepentingan utama bangsa, dan negara Indonesia selaras dengan jiwa, pikiran, dan cita-cita luhur yang terkandung dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Haedar mengingatkan semua pihak untuk mengutamakan kepentingan dan keutuhan Indonesia di atas kepentingan sendiri, kelompok, dan institusi. Aksi mahasiswa yang terjadi di beberapa daerah dinilai murni atas situasi kehidupan bangsa yang memanas.
Dia meminta aksi itu tidak dipolitisasi atau diperkeruh yang menyebabkan keadaan semakin tidak kondusif. Semua pihak harus berintrospeksi diri, dan mengedepankan sikap berbangsa, serta bernegara yang dilandasi jiwa kenegarawanan.
"Bangsa ini memiliki banyak masalah dan tangangan yang tidak ringan. Karenanya diperlukan persatuan, kebersamaan, suasana aman dan damai, modal ruhani dan akal budi, serta keseksamaan semua pihak dalam berbangsa dan bernegara," ujar dia.
Dia juga mengajak masyarakat untuk menahan diri dan menjaga suasana kehidupan kebangsaan yang aman, damai, berkeadaban mulia, dan menjunjung tinggi keutuhan bangsa. Media sosial harus menjadi sarana interaksi hidup damai dan keluhuran akal budi sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang religius dan berkeadaban luhur.
"(Media sosial) Tidak dijadikan media menyebarkan hoaks dan segala bentuk provokasi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di negeri tercinta ini," ujar dia.
Sejumlah elemen masyarakat menolak pasal-pasal kontroversial dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Penolakan berujung demonstrasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di depan Gedung DPR, Selasa, 24 September 2019.
DPR dan pemerintah pun sepakat menunda pengesahan empat RUU. Aturan itu meliputi RUU RKUHP, RUU Perubahan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)