medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin menyarankan pemerintah mengeluarkan working warning. Mengingat, beberapa anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) sering menjadi sasaran kelompok bersenjata.
Ia menuturkan, travel warning yang beberapa waktu lalu dikeluarkan pemerintah tidak ampuh. Pasalnya, WNI yang disandera adalah pekerja, bukan turis.
"Travel warning enggak efektif. Mereka bukan turis, tapi pekerja. Jadi, harusnya working warning sekalian," tutur politikus PDI Perjuangan itu di Nusantara II, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Selain itu, Hasanuddin berpendapat, Kementerian Perhubungan juga harus membentuk zona rawan. Ia meminta agar Kemenhub rajin berkoordinasi dengan TNI agar daerah rawan mendapat pengamanan ekstra.
"Setelah ada kordinasi, perlu patroli selama di pelintasan. Karena melintasi tempat rawan nakhoda harus lapor posisi berangkat, perjalaan, hingga akhir," kata dia.
Penjaga pantai Filipina di Mindanao, 25 September 2015. Foto: AFP/Dennis Jay Santos
Satu hal yang tidak boleh luput adalah menyiapkan bahan bakar untuk pengawalan. Menurut lulusan Akmil 1974 itu, bicara pengamanan tidak lepas dari anggaran.
"Berbicara pengamanan ya harus bicara anggaran. Kan mahal juga kalau harus bebasin sandera. Apakah anggaran pengamanan ini masuk minimum essential force (MEF), ini enggak masuk MEF," ungkapnya.
Ia menerangkan, MEF itu untuk kegiatan rutin, sementara penyanderaan adalah kasus dan perlu anggaran sendiri.
"TNI belum mengajukan untuk biaya pengamanan khusus ini. DPR kalau untuk soal pengamanan rakyat pasti dukung. Tinggal masalah alokasi anggaran yang nanti dirinci lagi pos-posnya," ujar Hasanuddin.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin menyarankan pemerintah mengeluarkan
working warning. Mengingat, beberapa anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) sering menjadi sasaran kelompok bersenjata.
Ia menuturkan,
travel warning yang beberapa waktu lalu dikeluarkan pemerintah tidak ampuh. Pasalnya, WNI yang disandera adalah pekerja, bukan turis.
"
Travel warning enggak efektif. Mereka bukan turis, tapi pekerja. Jadi, harusnya
working warning sekalian," tutur politikus PDI Perjuangan itu di Nusantara II, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Selain itu, Hasanuddin berpendapat, Kementerian Perhubungan juga harus membentuk zona rawan. Ia meminta agar Kemenhub rajin berkoordinasi dengan TNI agar daerah rawan mendapat pengamanan ekstra.
"Setelah ada kordinasi, perlu patroli selama di pelintasan. Karena melintasi tempat rawan nakhoda harus lapor posisi berangkat, perjalaan, hingga akhir," kata dia.
Penjaga pantai Filipina di Mindanao, 25 September 2015. Foto: AFP/Dennis Jay Santos
Satu hal yang tidak boleh luput adalah menyiapkan bahan bakar untuk pengawalan. Menurut lulusan Akmil 1974 itu, bicara pengamanan tidak lepas dari anggaran.
"Berbicara pengamanan ya harus bicara anggaran. Kan mahal juga kalau harus bebasin sandera. Apakah anggaran pengamanan ini masuk
minimum essential force (MEF), ini enggak masuk MEF," ungkapnya.
Ia menerangkan, MEF itu untuk kegiatan rutin, sementara penyanderaan adalah kasus dan perlu anggaran sendiri.
"TNI belum mengajukan untuk biaya pengamanan khusus ini. DPR kalau untuk soal pengamanan rakyat pasti dukung. Tinggal masalah alokasi anggaran yang nanti dirinci lagi pos-posnya," ujar Hasanuddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)