medcom.id, Jakarta: Gerhana matahari total (GMT) bukan kejadian langka. Fenomena alam itu terjadi tiap bulan. Namun, hanya melintasi lautan.
Kepala Pusat Meteorologi Publikasi BMKG Mulyono Prabowo mengatakan, GMT sering terjadi di laut, di wilayah tidak berpenduduk, sehingga tidak menjadi perhatian publik.
"Bisa terjadi satu kali dalam periode 29 hari (satu bulan), tapi terjadi di laut, tidak menjadi perhatian," kata Mulyono kepada Metrotvnews.com, Senin (7/3/2016).
Posisi Indonesia yang berada di garis katulistiwa mempengaruhi intensitas terjadinya GMT di Indonesia. GMT terjadi karena rotasi bulan dan rotasi bumi.
"Sebagian besar wilayah bumi itu lautan. Garis orbit bulan mengelilingi matahari banyak melewati wilayah lautan. Tapi memang posisi Indonesia di katulistiwa," ujarnya.
Mulyono menambahkan, GMT tidak selalu terjadi di tempat yang sama. Perlu waktu 350 tahun untuk kembali terjadi di tempat yang sama.
medcom.id, Jakarta: Gerhana matahari total (GMT) bukan kejadian langka. Fenomena alam itu terjadi tiap bulan. Namun, hanya melintasi lautan.
Kepala Pusat Meteorologi Publikasi BMKG Mulyono Prabowo mengatakan, GMT sering terjadi di laut, di wilayah tidak berpenduduk, sehingga tidak menjadi perhatian publik.
"Bisa terjadi satu kali dalam periode 29 hari (satu bulan), tapi terjadi di laut, tidak menjadi perhatian," kata Mulyono kepada
Metrotvnews.com, Senin (7/3/2016).
Posisi Indonesia yang berada di garis katulistiwa mempengaruhi intensitas terjadinya GMT di Indonesia. GMT terjadi karena rotasi bulan dan rotasi bumi.
"Sebagian besar wilayah bumi itu lautan. Garis orbit bulan mengelilingi matahari banyak melewati wilayah lautan. Tapi memang posisi Indonesia di katulistiwa," ujarnya.
Mulyono menambahkan, GMT tidak selalu terjadi di tempat yang sama. Perlu waktu 350 tahun untuk kembali terjadi di tempat yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)