Jakarta: Kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dieksekusi mati di Arab Saudi kembali terjadi. Muhammad Zaini Misrin asal Bangkalan, Jawa Timur, telah dieksekusi mati pada 18 Maret 2018, dengan tuduhan melakukan pembunuhan terhadap majikan Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan kejadian tersebut sangat ironis. Apalagi terjadi di tengah berlakunya Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) yang sedang giat disosialisasikan DPR.
"Jangan sampai masyarakat menjadi pesimis dengan perlindungan terhadap tenaga kerja kita, yang seolah-olah (UU PPMI) enggak ada gunanya. Ini harus dijadikan momentum untuk perlindungan," ujar Fahri, dalam keterangan pers, Selasa, 20 Maret 2018.
Eksekusi mati Zaini Misrin dilakukan tanpa pemberitahuan dari Otoritas Arab Saudi. Fahri menilai ada kegagalan komunikasi yang dilakukan pemerintah. Ia mendesak pemerintah segera membuat klarifikasi atas peristiwa tersebut.
"Kenapa gagal diplomasinya? Setahu saya, kalau dari awal memahami betul, mudah kok menjelaskannya. Sebab, kadang-kadang sumbernya karena kesalahpahaman. Dan banyak sekali kasus seperti ini, yang seharusnya bisa kita tangani," ucap Fahri.
Penilaian Fahri, pemerintah selama ini tidak mampu menggerakkan sumber daya yang dimiliki, sehingga posisi tawar bangsa Indonesia sangat lemah dalam hal berdiplomasi. "Pemerintah harusnya bisa meminta kepada Pemerintah Arab Saudi untuk menunda eksekusi mati terhadap tenaga kerja kita. Apalagi, dalam iklim seperti sekarang, harus bisa. Kalau tidak bisa, artinya kita yang lemah, jangan menyalahkan orang lain," kata Fahri.
Muhammad Zaini Misrin bekerja sebagai sopir di Arab Saudi. Zaini yang merupakan TKI legal dituduh membunuh majikan Abdullah bin Umar Munammad Al Sindy. Zaini ditangkap pada 13 Juli 2004. Kemudian, Zaini dijatuhi vonis hukuman mati pada 17 November 2008. Zaini mengaku mendapat tekanan dari aparat Arab Saudi untuk membuat pengakuan bahwa dia telah membunuh, yang ternyata tidak pernah ia lakukan.
Dalam proses peradilan, Zaini hanya didampingi penerjemah asal Arab Saudi yang diduga turut serta melakukan pemaksaan pengakuan. Migrant Care mendesak agar pemerintah Indonesia secepatnya mengirimkan nota protes kepada Kerajaan Arab Saudi terkait eksekusi mati Zaini.
Jakarta: Kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dieksekusi mati di Arab Saudi kembali terjadi. Muhammad Zaini Misrin asal Bangkalan, Jawa Timur, telah dieksekusi mati pada 18 Maret 2018, dengan tuduhan melakukan pembunuhan terhadap majikan Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan kejadian tersebut sangat ironis. Apalagi terjadi di tengah berlakunya Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) yang sedang giat disosialisasikan DPR.
"Jangan sampai masyarakat menjadi pesimis dengan perlindungan terhadap tenaga kerja kita, yang seolah-olah (UU PPMI) enggak ada gunanya. Ini harus dijadikan momentum untuk perlindungan," ujar Fahri, dalam keterangan pers, Selasa, 20 Maret 2018.
Eksekusi mati Zaini Misrin dilakukan tanpa pemberitahuan dari Otoritas Arab Saudi. Fahri menilai ada kegagalan komunikasi yang dilakukan pemerintah. Ia mendesak pemerintah segera membuat klarifikasi atas peristiwa tersebut.
"Kenapa gagal diplomasinya? Setahu saya, kalau dari awal memahami betul, mudah kok menjelaskannya. Sebab, kadang-kadang sumbernya karena kesalahpahaman. Dan banyak sekali kasus seperti ini, yang seharusnya bisa kita tangani," ucap Fahri.
Penilaian Fahri, pemerintah selama ini tidak mampu menggerakkan sumber daya yang dimiliki, sehingga posisi tawar bangsa Indonesia sangat lemah dalam hal berdiplomasi. "Pemerintah harusnya bisa meminta kepada Pemerintah Arab Saudi untuk menunda eksekusi mati terhadap tenaga kerja kita. Apalagi, dalam iklim seperti sekarang, harus bisa. Kalau tidak bisa, artinya kita yang lemah, jangan menyalahkan orang lain," kata Fahri.
Muhammad Zaini Misrin bekerja sebagai sopir di Arab Saudi. Zaini yang merupakan TKI legal dituduh membunuh majikan Abdullah bin Umar Munammad Al Sindy. Zaini ditangkap pada 13 Juli 2004. Kemudian, Zaini dijatuhi vonis hukuman mati pada 17 November 2008. Zaini mengaku mendapat tekanan dari aparat Arab Saudi untuk membuat pengakuan bahwa dia telah membunuh, yang ternyata tidak pernah ia lakukan.
Dalam proses peradilan, Zaini hanya didampingi penerjemah asal Arab Saudi yang diduga turut serta melakukan pemaksaan pengakuan. Migrant Care mendesak agar pemerintah Indonesia secepatnya mengirimkan nota protes kepada Kerajaan Arab Saudi terkait eksekusi mati Zaini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)