Jakarta: Ada banyak kisah putra daerah yang mau dan berkomitmen untuk memajukan kampung halamannya. Satu dari sekian banyak kisah yang patut diapresiasi adalah ketulusan Devrisal Djabumir yang berasal dari Kepulauan Aru, Maluku.
Pria yang akrab disapa Dave ini lahir pada tanggal 15 Desember 1992. Ia merantau ke kota Ambon untuk menempuh ilmu di Universitas Pattimura dengan program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Setelah lulus, Dave bekerja di salah satu perusahaan listrik Turki Karadeniz.
Menjalani karier di Ambon nyatanya tidak membuat Dave puas. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu lingkungan sekitarnya di kampung halaman.
Hanya saja, keinginannya untuk berhenti dari perusahaan tempat bekerja ditentang oleh orang tua dan keluarganya. Mereka khawatir karier Dave tidak akan berkembang jika pulang ke kampung halaman.
Meski dapat penolakan dari keluarga, namun Dave akhirnya mantap untuk mudik dengan semangat ingin membangun daerah tempat ia lahir dan dibesarkan. Ia melihat kondisi kampung halamannya sangat memprihatinkan, mulai dari isu pendidikan, banyak anak-anak putus sekolah bahkan ada yang bersekolah namun tidak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas.
Selain itu, melihat lingkungan khususnya sampah plastik, yang merupakan salah satu pencemar laut dan lingkungan terbesar di kepulauan Aru, hal ini disebabkan oleh kurang adanya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan ditambah minimnya infrasturuktur dan sistem pengelolaan sampah.
Hal tersebut tentunya berdampak terhadap keberlanjutan laut di Aru yang juga dirasakan oleh masyarakat setempat karena mayoritas masayarakat setempat bergantung hidup pada laut dan juga sebagai jalur lalu lintas penghubung antara satu pulau dengan pulau yang lain.
Mendirikan Sekolah Mimpi
Berangkat dari permasalahan tersebut, dengan penuh semangat Dave mendirikan Sekolah Mimpi pada April 2018. Sekolah ini menggunakan sistem yang terintegrasi dengan alam, bernuansa outdoor, anak-anak dididik dengan baik oleh Dave dan relawan lainnya.
Tentu, para relawan tidak datang begitu saja saat awal Dave mendirikan sekolah ini. Saat awal berdiri, Dave merupakan satu-satunya pengajar di sekolah tersebut, dengan jumlah siswa berkisar 6 anak.
Bukan hanya mengentaskan ketimpangan pendidikan saja, sekolah ini juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengurangi volume sampah plastik di daerah sekitar.
Bayar uang sekolah dengan sampah
Pria 30 tahun ini juga menghadirkan konsep menarik unik terkait dengan pembayaran uang sekolah. Di Sekolah Mimpi, para siswa yang ingin menimba ilmu bisa membayar biaya sekolah dengan sampah.
Sampah-sampah yang dikumpulkan tersebut sebagian dibuat kerajinan, dan sisanya dibuang ke tempat pembuangan setempat. Tujuannya adalah untuk mengurangi volume sampah yang bermuara ke laut serta membangun kesadaran lingkungan.
Masih banyak anak-anak di sana yang sulit untuk mengakses pelajaran tambahan setelah sekolah formal mereka karena ekonomi dan juga guna meningkatakan kesadaran dan mengedukasi anak-anak tentang pentingnya melestarikan lingkungan.
Sekolah ini menggunakan sistem Pendidikan inklusif, dengan pelajaran seperti Bahasa Inggris, kewirausahaan, public speaking, kelas inspirasi, dan tentunya ragam pelajaran terkait lingkungan. Melakukan program-program lingkungan seperti capacity-building, festival, dan pelatihan. Anak-anak yang dididik di Sekolah Mimpi juga menunjukkan semangat dan kemauannya untuk terus menempuh pendidikan.
Keputusan Dave untuk pulang membangun kampung halamannya bukanlah pilihan mudah. Namun bermodalkan ketulusan dan kecintaannya kepada daerah asalnya, semua upaya serta pengorbanan Dave mulai berbuah manis dan mengantarnya masuk nominasi tokoh inspiratif dalam penghargaan Kick Andy Heroes 2023.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id.
Jakarta: Ada banyak kisah putra daerah yang mau dan berkomitmen untuk memajukan kampung halamannya. Satu dari sekian banyak kisah yang patut diapresiasi adalah ketulusan
Devrisal Djabumir yang berasal dari
Kepulauan Aru, Maluku.
Pria yang akrab disapa Dave ini lahir pada tanggal 15 Desember 1992. Ia merantau ke kota Ambon untuk menempuh ilmu di Universitas Pattimura dengan program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Setelah lulus, Dave bekerja di salah satu perusahaan listrik Turki Karadeniz.
Menjalani karier di Ambon nyatanya tidak membuat Dave puas. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu lingkungan sekitarnya di kampung halaman.
Hanya saja, keinginannya untuk berhenti dari perusahaan tempat bekerja ditentang oleh orang tua dan keluarganya. Mereka khawatir karier Dave tidak akan berkembang jika pulang ke kampung halaman.
Meski dapat penolakan dari keluarga, namun Dave akhirnya mantap untuk mudik dengan semangat ingin membangun daerah tempat ia lahir dan dibesarkan. Ia melihat kondisi kampung halamannya sangat memprihatinkan, mulai dari isu pendidikan, banyak anak-anak putus sekolah bahkan ada yang bersekolah namun tidak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas.
Selain itu, melihat lingkungan khususnya sampah plastik, yang merupakan salah satu pencemar laut dan lingkungan terbesar di kepulauan Aru, hal ini disebabkan oleh kurang adanya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan ditambah minimnya infrasturuktur dan sistem pengelolaan sampah.
Hal tersebut tentunya berdampak terhadap keberlanjutan laut di Aru yang juga dirasakan oleh masyarakat setempat karena mayoritas masayarakat setempat bergantung hidup pada laut dan juga sebagai jalur lalu lintas penghubung antara satu pulau dengan pulau yang lain.
Mendirikan Sekolah Mimpi
Berangkat dari permasalahan tersebut, dengan penuh semangat Dave mendirikan Sekolah Mimpi pada April 2018. Sekolah ini menggunakan sistem yang terintegrasi dengan alam, bernuansa
outdoor, anak-anak dididik dengan baik oleh Dave dan relawan lainnya.
Tentu, para relawan tidak datang begitu saja saat awal Dave mendirikan sekolah ini. Saat awal berdiri, Dave merupakan satu-satunya pengajar di sekolah tersebut, dengan jumlah siswa berkisar 6 anak.
Bukan hanya mengentaskan ketimpangan pendidikan saja, sekolah ini juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengurangi volume sampah plastik di daerah sekitar.
Bayar uang sekolah dengan sampah
Pria 30 tahun ini juga menghadirkan konsep menarik unik terkait dengan pembayaran uang sekolah. Di Sekolah Mimpi, para siswa yang ingin menimba ilmu bisa membayar biaya sekolah dengan sampah.
Sampah-sampah yang dikumpulkan tersebut sebagian dibuat kerajinan, dan sisanya dibuang ke tempat pembuangan setempat. Tujuannya adalah untuk mengurangi volume sampah yang bermuara ke laut serta membangun kesadaran lingkungan.
Masih banyak anak-anak di sana yang sulit untuk mengakses pelajaran tambahan setelah sekolah formal mereka karena ekonomi dan juga guna meningkatakan kesadaran dan mengedukasi anak-anak tentang pentingnya melestarikan lingkungan.
Sekolah ini menggunakan sistem Pendidikan inklusif, dengan pelajaran seperti Bahasa Inggris, kewirausahaan, public speaking, kelas inspirasi, dan tentunya ragam pelajaran terkait lingkungan. Melakukan program-program lingkungan seperti capacity-building, festival, dan pelatihan. Anak-anak yang dididik di Sekolah Mimpi juga menunjukkan semangat dan kemauannya untuk terus menempuh pendidikan.
Keputusan Dave untuk pulang membangun kampung halamannya bukanlah pilihan mudah. Namun bermodalkan ketulusan dan kecintaannya kepada daerah asalnya, semua upaya serta pengorbanan Dave mulai berbuah manis dan mengantarnya masuk nominasi tokoh inspiratif dalam penghargaan
Kick Andy Heroes 2023.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(PRI)