Jakarta: Kenaikan suhu di Indonesia disebut akan lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan suhu rata-rata global pada 2100. Hal ini termuat dalam dalam skenario iklim representative contentration pathway (RCP) yang digunakan oleh Intergovenmental Panel on Climate Change (IPCC).
"Peningkatan suhu Indonesia pada RCP 2.6 diproyeksikan kurang dari 1 derajat celcius pada 2100. Sementara nilai global bisa mencapai 1 derajat celcius," kata Koordinator Bidang Analisis Perubahan Iklim Kedeputian Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kadarsah, dalam acara FGD Pengolahan Data Perubahan Iklim, Kamis, 30 Maret 2023.
Sementarai itu, pada skenario yang lebih tinggi, yakni RCP 4.5, kenaikan suhu di Indonesia akan lebih rendah 0,5 derajat celcius pada 2100 dibanding dengan suhu rata-rata global, yakni sekitar 1,5 derajat celcius. Sementara, suhu rata-rata global naik hampir 2 derajat celcius.
"Ini merupakan hasil proyeksi suhu Indonesia di tujuh wilayah. Indonesia memang diproyeksikan ikut mengalami tren peningkatan suhu. Namun demikian laju peningkatannya tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada suhu rata-rata global," beber dia.
Sementara itu, IPCC juga telah membuat skenario kasar mengenai dampak yang ditimbulkan dari peningkatan suhu 1,5 derajat celcius, 2 derajat celcius dan 4 derajat celcius. Dalam skenario itu, disebutkan bahwa wilayah Kalimantan dan Papua akan mengalami peningkatan curah hujan.
Pada skenario peningkatan suhu 1,5 derajat celcius, Kalimantan dan Papua akan mengalami peningkatan curah hujan sebesar 10 persen. Sementara itu, pada skenario kenaikan suhu 2 derajat celcius kedua wilayah itu akan mengalami kenaikan curah hujan lebih dari 10 persen. Selanjutnya, pada kenaikan suhu 4 derajat celcius kedua wilayah itu akan mengalami kenaikan curah hujan mencapai 20 persen.
"Kita memang belum memiliki pemodelan yang pasti untuk memproyeksikan curah hujan maupun potensi kekeringan. Meskipun gambaran ini masih sangat kasar, tapi begitulah kira-kira kondisi yang akan terjadi," beber dia.
Ia juga menegaskan bahwa skenario iklim akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Karenanya, implementasi upaya pengendalian perubahan iklim harus juga terus berkembang.
Pada kesempatan itu, Peneliti Senior di Pusat Perubahan Iklim ITB Fitriyanto menyebut, data dari proyeksi perubahan iklim di bidang kebencanaan, pembangunan dan penataan ruang menjadi sangat krusial.
"Aksesibilitas informasi iklim dan perubahan iklim dari BMKG diperlukan oleh pemangku kepentingan untuk melakukan penilaian bahaya spesifik dan dampak perubahan iklim di bidang mereka," ucapnya.
Ia menyebut bahwa sektor dan institusi terkait sebagai pengguna informasi membutuhkan data berbentuk peta, grafik dan deskripsi. Hal itu dilakukan agar mempermudah pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan kebijakan yang akan langsung berdampak pada masyarakat.
"Untuk itu perlu penyepakatan skenario model iklim yang diperlukan untuk Indonesia. Dan tak lupa juga bahwa informasi perubahan iklim di wilayah laut dan pesisir menjadi keharusan mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terluas dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Kerja sama dengan wali data terkait seperti BIG dan univeristas akan diperlukan," beber dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Kenaikan suhu di Indonesia disebut akan lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan suhu rata-rata global pada 2100. Hal ini termuat dalam dalam skenario iklim
representative contentration pathway (RCP) yang digunakan oleh
Intergovenmental Panel on Climate Change (IPCC).
"Peningkatan suhu Indonesia pada RCP 2.6 diproyeksikan kurang dari 1 derajat celcius pada 2100. Sementara nilai global bisa mencapai 1 derajat celcius," kata Koordinator Bidang Analisis Perubahan Iklim Kedeputian Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
BMKG) Kadarsah, dalam acara FGD Pengolahan Data Perubahan Iklim, Kamis, 30 Maret 2023.
Sementarai itu, pada skenario yang lebih tinggi, yakni RCP 4.5, kenaikan suhu di Indonesia akan lebih rendah 0,5 derajat celcius pada 2100 dibanding dengan suhu rata-rata global, yakni sekitar 1,5 derajat celcius. Sementara, suhu rata-rata global naik hampir 2 derajat celcius.
"Ini merupakan hasil proyeksi suhu Indonesia di tujuh wilayah. Indonesia memang diproyeksikan ikut mengalami tren peningkatan suhu. Namun demikian laju peningkatannya tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada suhu rata-rata global," beber dia.
Sementara itu, IPCC juga telah membuat skenario kasar mengenai dampak yang ditimbulkan dari peningkatan suhu 1,5 derajat celcius, 2 derajat celcius dan 4 derajat celcius. Dalam skenario itu, disebutkan bahwa wilayah Kalimantan dan Papua akan mengalami peningkatan curah hujan.
Pada skenario peningkatan suhu 1,5 derajat celcius, Kalimantan dan Papua akan mengalami peningkatan curah hujan sebesar 10 persen. Sementara itu, pada skenario kenaikan suhu 2 derajat celcius kedua wilayah itu akan mengalami kenaikan curah hujan lebih dari 10 persen. Selanjutnya, pada kenaikan suhu 4 derajat celcius kedua wilayah itu akan mengalami kenaikan curah hujan mencapai 20 persen.
"Kita memang belum memiliki pemodelan yang pasti untuk memproyeksikan curah hujan maupun potensi kekeringan. Meskipun gambaran ini masih sangat kasar, tapi begitulah kira-kira kondisi yang akan terjadi," beber dia.
Ia juga menegaskan bahwa skenario iklim akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Karenanya, implementasi upaya pengendalian
perubahan iklim harus juga terus berkembang.
Pada kesempatan itu, Peneliti Senior di Pusat Perubahan Iklim ITB Fitriyanto menyebut, data dari proyeksi perubahan iklim di bidang kebencanaan, pembangunan dan penataan ruang menjadi sangat krusial.
"Aksesibilitas informasi iklim dan perubahan iklim dari BMKG diperlukan oleh pemangku kepentingan untuk melakukan penilaian bahaya spesifik dan dampak perubahan iklim di bidang mereka," ucapnya.
Ia menyebut bahwa sektor dan institusi terkait sebagai pengguna informasi membutuhkan data berbentuk peta, grafik dan deskripsi. Hal itu dilakukan agar mempermudah pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan kebijakan yang akan langsung berdampak pada masyarakat.
"Untuk itu perlu penyepakatan skenario model iklim yang diperlukan untuk Indonesia. Dan tak lupa juga bahwa informasi perubahan iklim di wilayah laut dan pesisir menjadi keharusan mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terluas dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Kerja sama dengan wali data terkait seperti BIG dan univeristas akan diperlukan," beber dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)