Pengunjung melihat Monumen Perjuangan Angkatan 66 di Jalan Stasiun Medan, Sumatera Utara. Foto: Antara/Septianda Perdana
Pengunjung melihat Monumen Perjuangan Angkatan 66 di Jalan Stasiun Medan, Sumatera Utara. Foto: Antara/Septianda Perdana

Begini Kondisi Indonesia Pacsa G30S PKI

Rendy Renuki H • 27 September 2021 22:12
Jakarta: Indonesia sempat mengalami masa kelam saat terjadinya peristiwa G30S/PKI. Tujuh Jenderal TNI menjadi korban gerakan yang terjadi pada 1965.
 
Kondisi Tanah Air pasca G30S/PKI masih cukup tegang. Salah satunya seperti kondisi politik Indonesia yang timbul sejumlah konflik.
 
PKI dianggap rakyat menjadi dalang gerakan kudeta tersebut, dan berujung timbul beberapat tuntutan. Masyarakat menuntut Presiden Soekarno untuk mengambil tindakan tegas membubarkan PKI.

Presiden pertama RI itu pun mengambil tindakan dengan mencetuskan Dwikora. Soekarno ingin masyarakat tetap tenang dan tertib demi menghindari bentrokan senjata.
 
"Saya perintahkan untuk tetap mempertinggi kesiapsiagaan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Dwikora kepada seluruh rakyat Indonesia," kata Soekarno melansir situs g30s-pki.com.
 
"Saya serukan tetap tinggal tenang dan kepada semua menteri dan petugas negara lainnya untuk tetap menjalankan tugasnya sediakala," lanjut pernyataan Soekarno.
 
Dalam upaya memulihkan kodisi negara, pada 2 oktober 1965, Soekarno juga menunjuk dua sosok di kepengurusan TNI Angkatan Darat. Dia adalah Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro dan Mayor Jenderal Soeharto.
 
"Pimpinan Angkatan Darat dewasa ini langsung di bawah tanggung jawab saya dan untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam Angkatan Darat sementara saya tunjuk Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro Asisten III Men/Pangad," ungkap Soekarno.
 
"Untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban yang tersangkut dengan Gerakan 30 September, telah saya tunjuk Mayor Jenderal Soeharto Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat (Kostrad) sesuai dengan kebijaksanaan yang saya gariskan," sambungnya.
 
Upaya Soekarno memulihkan kondisi pasca G30S/PKI pun membuat para pemimpin dan tokoh PKI kehilangan kepercayaan diri. Mereka bahkan berusaha menyelamatkan diri dari penangkapan pihak yang berwajib.
 
Sosok macam Supono Marsudidjono dan Sjam Kamaruzaman ditugaskan menemui Dipa Nusantara Aidit, pemimpin senior PKI. Mereka hendak melaporkan jika Gerakan 30 September telah mengalami kegagalan dan tidak mungkin dilanjutkan.
 
PKI sempat melakukan upaya mempertahankan eksistensinya usai dicap sebagai 'biang onar'. Pertemuan menyusun rencana memulihkan citra PKI di mata masyarakat pun dilakukan.
 
Isi pertemuan tersebut menyatakan bahwan PKI tidak ikut campur tangan dalam Gerakan 30 September. PKI menyatakan tidak tahu-menahu tentang anggota yang tercantum namanya dalam Dewan Revolusi, dan mendukung penyelesaian secara politis sesuai yang digariskan Soekarno.
 
Namun, hal itu tetap tak membuat pemerintah bergeming dan tetap melakukan pembubaran PKI. Akhinya setelah Soekarno mengeluarkan Surat perintah 11 Maret (Supersemar), PKI dibubarkan pada 12 Maret 1966. 
 
Beberapa dampak pasca G30S/PKI yang terjadi di Indonesia di antaranya kedudukan Pancasila dalam negara lebih kuat. Rakyat pun bisa lebih bersatu dalam mempertahankan Pancasila sebagai jadi diri bangsa.
 
Meskipun tak dipungkiri, timbul pula dampak negatif atas kejadian G30S/PKI. Seperti banyak pahlawan nasional berguguran, hubungan diplomatik dengan negara komunis menjadi renggang, dan penodaan terhadap ideologi dan kedaulatan negara.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan