medcom.id, Jakarta: Kebakaran hutan dan lahan gambut dianggap sebagai persoalan pelik. Keberadaan sejumlah perangkat hukum yang masih menghalalkan pembukaan lahan melalui teknik tebang-bakar (slash and burn) dicurigai sebagai jalan aktivitas ilegal masyarakat dan korporasi untuk melakukan pembakaran. Di samping memang, keterbatasan modal publik dan korporasi perkebunan ilegal tentu menganggap metode membakar dianggap lebih ekonomis.
Menanggapi hal ini, budayawan Radhar Panca Dahana mengatakan, semua persoalan sebenarnya berpangkal pada mental manusia. Perlu adanya kolaborasi yang baik antarsemua pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam usaha restorasi lahan gambut.
"Mau bikin sistem ngurusin desa, ngurusin lembaga, ngurusin undang-undang, ngurusin anggaran, kalau manusiannya tidak benar, enggak becus ya enggak bakal becus. Sehebat apapun sistemnya, mekanismennya, kalau manusianya tidak benar ya jadi enggak benar juga persoalannya," kata Radhar saat menjadi salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) oleh Media Research Centre dengan tema Pengelolaan Lahan Gambut Lestari untuk Meminimalisasi Titik Api 2016, di Ruang Pertemuan Besar Media Grup, Jakarta, Selasa (1/3/2-16).
Menurut Radhar, kesadaran bersama mesti ditumbuhkan. Masing-masing pihak yang berkepentingan harus saling mendekat dan duduk bersama memecahkan persoalan.
"Yang kecil harus mengorientasi yang besar. Yang besar harus diorientasikan dengan memahami realitas faktual historis. Tanpa ada pendekatan semacam ini ya berantem terus. Akan ada pembakaran terus. Jadi, mesti dimulai dari kesadaran diri, dimulai dari pemahaman dan komprehensif tentang realitas hidup," kata Radhar.
Sementara budayawan Mohammad Sobary mengatakan, kolaborasi penanggulangan kebakaran gambut juga dibutuhkan dalam upaya mempromosikan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Kolaborasi itu melibatkan masyarakat lokal, perusahaan, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media pemberitaan.
"Berbicara tentang rakyat peduli gambut itu sudah gamblang sekali. Sangat jelas mempunyai kepedulian tanpa diimbau oleh siapapun. Namun masalahnya apakah masyarakat peduli gambut itu terdiri dari masyarakat setempat yang dekat dengan hutan-hutan gambut, atau datang dari jauh yang tidak punya identitas kemasyarakatan yang jelas? Kalau itu datang dari masyarakat sekitar ya tinggal pemerintah daerah mengapresiasi dan mendukung seluruh tindakan," kata sosok yang akrab disapa Kang Sobary.
LSM dan praktisi media, lanjut Kang Sobary, juga mesti selalu hadir dalam setiap tindakan-tindakan. Media mesti menyelenggarakan pemberitaan tentang upaya penanggulangan pemulihan lahan gambut agar menginspirasi daerah lain.
"Yang berikutnya, pemerintah dan LSM juga harus berupaya meningkatkan pengetahuan bersama masyarakat tentang tata kelola lahan gambut yang baik," kata Sobary.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasir Fuad mengatakan, penanganan kebakaran lahan gambut tak boleh dilakukan secara parsial. Penataan lahan gambut juga harus bertujuan pada peningkatakan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dengan upaya ini, kata Nasir, kesadaran masyarakat dan semua pihak tentang tata kelola gambut dan pencegahan kebakaran dapat ditingkatkan bersama.
"Tujuan kami adalah merestorasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar gambut. Ada aspek sosial, restorasi, dan ekonomi. Gambut sulit dipadamkan kalau kebakarannya didiamkan, ada yang bilang susah kalau sudah sampai 2 ha," kata Nasir.
Diskusi mengenai restorasi gambut ini menjadi salah satu alat mencari solusi dengan mendudukkan bersama semua pihak berkepentingan. Acara dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Kepala Badan Restorasi Gambut Nasir Fuad dan Kasubbid Perencanaan Darurat BNPB Eko Budiman.
Tak hanya pemerintah pusat, pejabat daerah juga hadir dalam kegiatan ini. Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Kalimantan Tengah dan beberapa provinsi lain terlihat hadir.
Beberapa anggota dewan dari DPR dan DPRD provinsi yang terkena bencana kebakaran hutan juga hadir. Sebut saja Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi.
Dari pihak swasta tampak Managing Director Asia Pulp & Paper Group (APP) Aida Greenbury, pakar lingkungan UGM Tjut Sugandawaty Djohan, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi, dan Direktur PT Sinar Mas Agus Purnomo.
Tampak pula pakar ilmu tanah dan sumber daya lahan IPB Basuki Sumawinata, pakar gambut dari UGM Azwar Maas, dan Manajer Kampanye Eknas WALHI Kurniawan Sabar.
medcom.id, Jakarta: Kebakaran hutan dan lahan gambut dianggap sebagai persoalan pelik. Keberadaan sejumlah perangkat hukum yang masih menghalalkan pembukaan lahan melalui teknik tebang-bakar (slash and burn) dicurigai sebagai jalan aktivitas ilegal masyarakat dan korporasi untuk melakukan pembakaran. Di samping memang, keterbatasan modal publik dan korporasi perkebunan ilegal tentu menganggap metode membakar dianggap lebih ekonomis.
Menanggapi hal ini, budayawan Radhar Panca Dahana mengatakan, semua persoalan sebenarnya berpangkal pada mental manusia. Perlu adanya kolaborasi yang baik antarsemua pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam usaha restorasi lahan gambut.
"Mau bikin sistem ngurusin desa, ngurusin lembaga, ngurusin undang-undang, ngurusin anggaran, kalau manusiannya tidak benar, enggak becus ya enggak bakal becus. Sehebat apapun sistemnya, mekanismennya, kalau manusianya tidak benar ya jadi enggak benar juga persoalannya," kata Radhar saat menjadi salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) oleh Media Research Centre dengan tema Pengelolaan Lahan Gambut Lestari untuk Meminimalisasi Titik Api 2016, di Ruang Pertemuan Besar Media Grup, Jakarta, Selasa (1/3/2-16).
Menurut Radhar, kesadaran bersama mesti ditumbuhkan. Masing-masing pihak yang berkepentingan harus saling mendekat dan duduk bersama memecahkan persoalan.
"Yang kecil harus mengorientasi yang besar. Yang besar harus diorientasikan dengan memahami realitas faktual historis. Tanpa ada pendekatan semacam ini ya berantem terus. Akan ada pembakaran terus. Jadi, mesti dimulai dari kesadaran diri, dimulai dari pemahaman dan komprehensif tentang realitas hidup," kata Radhar.
Sementara budayawan Mohammad Sobary mengatakan, kolaborasi penanggulangan kebakaran gambut juga dibutuhkan dalam upaya mempromosikan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Kolaborasi itu melibatkan masyarakat lokal, perusahaan, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media pemberitaan.
"Berbicara tentang rakyat peduli gambut itu sudah gamblang sekali. Sangat jelas mempunyai kepedulian tanpa diimbau oleh siapapun. Namun masalahnya apakah masyarakat peduli gambut itu terdiri dari masyarakat setempat yang dekat dengan hutan-hutan gambut, atau datang dari jauh yang tidak punya identitas kemasyarakatan yang jelas? Kalau itu datang dari masyarakat sekitar ya tinggal pemerintah daerah mengapresiasi dan mendukung seluruh tindakan," kata sosok yang akrab disapa Kang Sobary.
LSM dan praktisi media, lanjut Kang Sobary, juga mesti selalu hadir dalam setiap tindakan-tindakan. Media mesti menyelenggarakan pemberitaan tentang upaya penanggulangan pemulihan lahan gambut agar menginspirasi daerah lain.
"Yang berikutnya, pemerintah dan LSM juga harus berupaya meningkatkan pengetahuan bersama masyarakat tentang tata kelola lahan gambut yang baik," kata Sobary.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasir Fuad mengatakan, penanganan kebakaran lahan gambut tak boleh dilakukan secara parsial. Penataan lahan gambut juga harus bertujuan pada peningkatakan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dengan upaya ini, kata Nasir, kesadaran masyarakat dan semua pihak tentang tata kelola gambut dan pencegahan kebakaran dapat ditingkatkan bersama.
"Tujuan kami adalah merestorasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar gambut. Ada aspek sosial, restorasi, dan ekonomi. Gambut sulit dipadamkan kalau kebakarannya didiamkan, ada yang bilang susah kalau sudah sampai 2 ha," kata Nasir.
Diskusi mengenai restorasi gambut ini menjadi salah satu alat mencari solusi dengan mendudukkan bersama semua pihak berkepentingan. Acara dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Kepala Badan Restorasi Gambut Nasir Fuad dan Kasubbid Perencanaan Darurat BNPB Eko Budiman.
Tak hanya pemerintah pusat, pejabat daerah juga hadir dalam kegiatan ini. Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Kalimantan Tengah dan beberapa provinsi lain terlihat hadir.
Beberapa anggota dewan dari DPR dan DPRD provinsi yang terkena bencana kebakaran hutan juga hadir. Sebut saja Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi.
Dari pihak swasta tampak Managing Director Asia Pulp & Paper Group (APP) Aida Greenbury, pakar lingkungan UGM Tjut Sugandawaty Djohan, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi, dan Direktur PT Sinar Mas Agus Purnomo.
Tampak pula pakar ilmu tanah dan sumber daya lahan IPB Basuki Sumawinata, pakar gambut dari UGM Azwar Maas, dan Manajer Kampanye Eknas WALHI Kurniawan Sabar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)